tirto.id - Ibarat telepon seluler yang kecepatan inovasi tiap tahunnya seperti lesatan kereta Shinkansen, penciptaan produk baru berbahan dasar tepung tapioka atau aci di Jawa Barat pun begitu. Cepat dan inventif. Setiap pulang kampung ke Sumedang, selalu ada saja jenis kudapan baru yang berunsur utama aci.
Kedua adik perempuan saya yang selalu memberi update terbaru mengenai urusan per-aci-an. Hampir setiap ada jajanan terbaru, mereka akan mencobanya. Dan ketika saya mudik, rekomendasi dari mereka akan saya cicipi satu per satu.
Makanan khas Sunda memang seperti punya dua kutub ekstrem. Di satu sisi, makanan utamanya cenderung sehat dan cara pengolahannya tidak macam-macam. Bersahaja dalam kesederhanaan. Banyaknya ragam lalapan, sayur, dan protein nabati yang dikonsumsi setiap hari, bergandengan erat dengan cara memasak lauk minim minyak: dikukus, dipepes atau dibubuy–bahan makanan yang dibungkus daun pisang, dimasak di dalam atau di atas abu panas. Wujud “diet ideal” ini berhadapan dengan sisi radikal di kutub seberangnya: kegilaan warganya akan camilan berbahan aci yang minim nutrisi dan kebanyakan berbumbu micin.
Kehadiran cireng (aci digoreng), cilok (aci dicolok) dan cimol (aci digemol–dibentuk bulat-bulat), barangkali sudah tak asing lagi bagi kita meskipun tinggal di luar wilayah Priangan. Hampir di setiap pengkolan, ada abang bergerobak kecil yang menjual cilok, adonan aci berbumbu bawang putih, daun bawang, dan garam yang dibentuk bulat, lalu direbus sampai matang. Kalau beruntung, kita akan menemukan potongan kecil gajih di dalamnya.
Atau ketika berbelanja ke supermarket, kini cireng sudah tersedia di area makanan beku. Cireng pun hadir dengan berbagai varian: ada yang berbumbu rujak, berisi sambal oncom, dijejali ayam bumbu pedas, dan lain lain.
Kenapa produk turunan aci begitu digilai?
Karena harganya murah, rasanya enak, dan bikin kenyang. Jika sedang malas keluar rumah, membuatnya sendiri pun tidak ribet. Dan yang penting bagi anak muda doyan jajan: variasi olahannya tidak membosankan. Sebagai salah satu sentra produksi tepung tapioka, setiap wilayah di Jawa Barat punya kreasinya masing-masing. Dan aci, hampir selalu ada di lemari dapur orang Sunda.
Bagi Amalya, orang Tasik yang kini merantau ke Jogja, cireng dan cimol haruslah bertabur bumbu Atom dan Aida (bumbu penyedap dan cabai bubuk khas Tasik). Lain dari itu tidak afdol. Karena merasa sudah tercerabut dari akar keluarga besar, Amalya tidak punya relasi khusus dengan masakan khas rumahan. Ikatan paling erat justru dengan jajanan semasa sekolah: cilok, cireng, dan cimol. Sampai hari ini pun dia sering membuatnya sendiri di rumah. Tentu saja kebiasaan ini didukung oleh stok bumbu Atom dan Aida tanpa batas di sudut dapur.
Ara, seorang blasteran Sunda dan Sumatera yang tumbuh besar di Lampung, justru mendapatkan ‘edukasi’ soal jenis-jenis jajanan berbahan aci dari teman-teman kuliahnya. Bapaknya yang asli Bandung, justru tidak begitu paham akan tren kudapan ini. Ternyata olahan aci mampu mengaktivasi identitas ke-Sunda-an dalam dirinya. Ara mengaku, hobinya adalah membuat adonan cireng dan cilok dalam jumlah banyak, dan menyetoknya di freezer, untuk sewaktu-waktu dimasak ketika ingin ngemil.
Di tanah Priangan, kata "ci" memang punya akar yang kuat. Dalam toponimi Jawa Barat, artinya adalah air. Banyak daerah dan sungai berawalan “ci”, seperti Cijulang, Cibeureum, Cikeusik, dan lain-lain. Namun, awalan “ci” juga jadi penanda untuk makanan yang berbahan dasar aci.
Menurut Fadly Rahman, sejarawan yang menggeluti studi sejarah makanan, pembawaan masyarakat Jawa Barat yang jenaka dan suka ngabodor, membuat mereka kreatif dalam memberi nama camilan yang berbahan dasar aci tersebut.
Maka, selain cireng, cilok, dan cimol yang sudah dikenal khalayak luas, inilah daftar olahan aci yang berhasil saya catat sampai saat ini. Sebagian mungkin pernah kalian dengar, tapi mungkin juga lebih banyak yang belum kalian tahu.
Cipuk: aci kurupuk–tumbukan kerupuk yang disatukan dalam adonan aci berbumbu, lalu dicetak persegi dan digoreng.
Cilor: aci telor–adonan aci dibentuk bulat, direbus, lalu ditusuk seperti sate, kemudian dibalut gulungan telur dadar.
Cilung: aci gulung–adonan aci yang digulung seperti sate lilit, lalu digoreng dan ditaburi serundeng.
Cimin: aci mini–seperti cireng, namun dibentuk kotak kecil dan digoreng dengan telur, seperti lenggang dari Palembang.
Cipeng: aci gepeng–cireng yang berbentuk gepeng diberi bumbu chili oil.
Cingkleung: aci ngangkleung (berenang)–bakso aci yang ngangkleung dalam kuah berbahan dasar bawang merah, bawang putih, dan penyedap.
Cibay: aci ngambay (menjuntai)–adonan aci yang dibungkus kulit lumpia, lalu digoreng. Isinya macam-macam: cacahan ayam, sosis, sampai kikil sapi. Ketika matang dan ditarik menjadi dua bagian, acinya meleleh seperti keju mozarella.
Citruk: aci ngagetruk–keripik berbahan dasar aci yang berbentuk bundar pipih.
Bacitruk: bakso aci ngajetruk (kriuk-kriuk)–jenis bakso aci yang dalam adonannya dicampur tulang lunak, yang ngajetruk ketika digigit.
Cimplung: versi lain dari perkedel kentang karena dicampur aci. Teksturnya kenyal, dan biasa dinikmati dengan sambal hijau.
Bepleng: adonan aci yang dibentuk bulat dan tipis, lalu dikukus. Setelah matang, bepleng ditaburi bawang goreng. Ada juga versi lain yang memakai isian sambal kacang.
Cipok: cireng popcorn–cireng yang dibentuk kecil-kecil seperti popcorn, lalu diberi bumbu tabur sebelum disajikan.
Cirambay: aci rambay–adonan aci yang dibentuk panjang dan tipis seperti kwetiau, lalu dibumbui dengan bubuk cabai dan bumbu tabur.
Cipis: kicimpring ipis (kecimpring tipis)–keripik kaca yang terbuat dari aci dan tepung maizena. Bentuknya persegi panjang dan transparan.
Molring: cimol kering–cimol yang digoreng kering seperti keripik.
Cipang: aci panggang–mirip pempek panggang, tetapi bahannya minus ikan tenggiri.
Sate aci: ‘pemain lama’ di dunia peracian, adonan aci yang sudah direbus, ditusuk seperti sate, lalu dibumbui saus kacang pedas.
Dari semua daftar itu, mana yang jadi favoritmu?
Editor: Nuran Wibisono