Menuju konten utama

Dapur Kecil, Impian Besar: Kisah UMKM di Tengah Gang Sempit

Mereka adalah bukti bahwa semangat untuk bertahan bisa tumbuh di mana saja, bahkan di tengah gang-gang sempit yang mungkin sulit ditemukan di peta digital.

Dapur Kecil, Impian Besar: Kisah UMKM di Tengah Gang Sempit
Popi sedang menyiapkan pesanan pelanggan, nama usahanya adala "Warung Pa Ate", di Jl. Karang Tineung, Gang Mamila, Kota Bandung. (Tirto.id/Dini Putri Rahmayanti)

tirto.id - Gang-gang sempit yang sering kali menjadi labirin bagi para pengemudi ojek online, adalah saksi dari usaha keras para pengusaha kecil yang mengandalkan dapur rumah untuk tetap bertahan hidup.

Neni Roheni dan Popi adalah dua dari sekian banyak pelaku UMKM yang gigih menjalani usaha mereka di tengah tantangan lingkungan yang semakin berkembang pesat.

Neni Roheni, ibu rumah tangga yang tinggal di sebuah kontrakan mungil berukuran 3x6 meter di Gang Mulya Bakti, Kelurahan Cigugur Tengah, Kota Cimahi, memulai usahanya yaitu “Cireng Isi dan Cilok Goang Mamah Ibam” sejak 2019.

Awalnya, Neni hanya ingin menambah penghasilan keluarga dan membantu suaminya, yang saat itu bekerja sebagai pengemudi ojek online. Ide untuk berjualan makanan muncul ketika ia melihat banyak teman-teman suaminya yang juga berjualan secara online.

Setiap hari, suara notifikasi dari aplikasi pesan makan online menjadi penanda awal kesibukan Neni. “Pesanan baru diterima!” bunyi notifikasi dari aplikasi, yang disambut dengan senyum di wajahnya. Tak butuh waktu lama, Neni mulai menyiapkan berbagai hidangan yang dipesan pelanggannya.

Sebelum memulai berjualan pada aplikasi pesan makan online, Neni sering kali menjual dagangannya ke warung-warung kecil di kampung-kampung dan juga pasar.

“Dulu suami saya ngegojek, terus saya lihat teman-temannya pada jualan. Saya pikir, kenapa nggak coba aja? Awalnya nitip di warung dan pasar dulu sebelum akhirnya jualan online,” kata Neni.

Usaha Neni mulai dikenal saat pandemi Covid-19 melanda. Masyarakat yang takut keluar rumah lebih memilih memesan makanan secara daring. Pesanan harian Neni melonjak drastis, bahkan bisa mencapai lebih dari 100 porsi sehari. Namun, seiring dengan meredanya pandemi, Neni merasakan penurunan pesanan yang signifikan.

“Waktu Covid-19, sehari bisa jual lebih dari 100 porsi. Sekarang mah 50 porsi aja susah,” ungkapnya.

Salah satu kendala yang kerap dihadapi Neni adalah letak rumahnya yang berada di dalam gang. Tidak jarang, pengemudi ojek online kesulitan menemukan alamatnya dan mengeluh.

"Kalau di dalam gang, suka susah nyari alamatnya. Kadang ada yang ngomel, katanya, ‘Bu, ini mah susah banget nyari alamatnya’,” cerita Neni sambil tertawa kecil. Meskipun demikian, ia tetap bertahan karena baginya, rezeki bisa datang dari mana saja.

Menu andalan Neni adalah cilok goang yang di aplikasi sudah terjual hingga ribuan porsi, jajanan khas Jawa Barat itu memang biasa disukai oleh banyak orang. Selain cilok dan cireng, Neni juga menjual risol, pisang cokelat, pisang krispi, hingga seblak. Harganya cukup terjangkau, mulai dari Rp5.000 untuk pembelian langsung dan Rp16.000 jika memesan lewat aplikasi online.

Asa UMKM di Dalam Gang-gang Sempit

Neni pelaku usaha 'Cireng Isi dan Cilok Goang Mamah Ibam' yang membuka usaha di kontrakannya di Gang Mulya Bakti, Kelurahan Ciguhur Tengah, Kota Cimahi. (Tirto.id/Dini Putri Rahmayanti)

“Untungnya tipis, asal jalan aja. Yang penting ramai,” tuturnya mengenai strategi harga yang ia terapkan.

Di sisi lain, Popi, yang tinggal di Kota Bandung, juga merasakan tantangan yang sama dalam menjalankan usahanya, Warung Seblak Pak Ate. Berlokasi di Jalan Karang Tineung dalam, tepatnya di Gang Mamaila, Popi membuka warungnya pada 2021, ketika pandemi masih melanda. Sama seperti Neni, Popi juga merasakan lonjakan pembeli di masa itu. Namun, kini kondisinya berbeda. Jumlah pembeli yang datang ke warungnya menurun drastis.

“Dulu pas awal buka rame, apalagi kalau bulan puasa. Sekarang sudah beda, soalnya udah banyak yang jualan juga,” katanya.

Warung Popi menjual berbagai menu khas, mulai dari seblak, baso pentol, hingga cilok goang. Makanan yang dijualnya dibanderol dengan harga sangat terjangkau, mulai dari Rp1.000 hingga belasan ribu rupiah per porsi. Namun, Popi mengaku kendala terbesar yang ia hadapi adalah bahan baku yang tidak tahan lama, sehingga ia harus sering kali membeli bahan baru setiap harinya.

“Bahan bakunya nggak bisa disimpan lama, jadi harus sering beli. Itu salah satu kendala yang bikin capek juga,” jelas Popi.

Meski menghadapi banyak kendala, Neni dan Popi tetap optimis. Mereka tahu bahwa persaingan semakin ketat, terutama dengan banyaknya pedagang yang menawarkan produk serupa. Lalu, tempat usaha yang sulit dijangkau menjadi rintangan tersendiri.

"Kalau di rumah nyantai nggak harus nyewa kios atau tempat gitu, tapi ya sering kalah ramai sama di jalan," terangnya.

Asa UMKM di Dalam Gang-gang Sempit

Popi sedang menyiapkan pesanan pelanggan, nama usahanya adala 'Warung Pa Ate', di Jl. Karang Tineung, Gang Mamila, Kota Bandung. (Tirto.id/Dini Putri Rahmayanti)

Shintia, salah satu konsumen setia jajanan UMKM di gang sempit, mengaku lebih suka membeli makanan dari para penjual kecil ini. Baginya, selain harga yang lebih terjangkau, rasa makanan yang dijual di gang-gang tersebut sering kali lebih enak daripada restoran besar.

“Biasanya kalau beli makanan di dalam gang tuh suka nemu hidden gem, makanan enak dengan harga murah banget,” ungkap Shintia dengan antusias. Ia juga berharap UMKM seperti Neni dan Popi bisa terus bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat.

“Aku harap UMKM kecil-kecil gitu bisa terus bertahan ya, soalnya dengan adanya mereka kita masih bisa makan makanan yang murah tapi enak,” tambahnya.

Kisah Neni dan Popi adalah potret dari perjuangan para pelaku UMKM yang tak kenal lelah, meskipun terkadang harus berhadapan dengan kondisi yang sulit. Mereka adalah bukti bahwa semangat untuk bertahan bisa tumbuh di mana saja, bahkan di tengah gang-gang sempit yang mungkin sulit ditemukan di peta digital.

Baca juga artikel terkait UMKM LOKAL atau tulisan lainnya dari Dini Putri Rahmayanti

tirto.id - News
Reporter: Dini Putri Rahmayanti
Penulis: Dini Putri Rahmayanti
Editor: Fahreza Rizky