Menuju konten utama

Di Sini Ada Koalisi Tronjal Tronjol, di Hungaria Ada MKKP

Apa dan bagaimana kiprah MKKP dalam kancah perpolitikan Hungaria?

Di Sini Ada Koalisi Tronjal Tronjol, di Hungaria Ada MKKP
Ilustrasi digital imaging pasangan capres-cawapres lawak yang viral di platform media sosial pasangan Nurhadi-Aldo, Koalisi Tronjal Tronjol. tirto.id/fiz

tirto.id - "Semua partai politik," ujar John Arbuthnot, seorang dokter sekaligus satiris dari Skotlandia yang cukup legendaris, “pada akhirnya akan mati menelan kebohongan mereka sendiri.”

Dalam kehidupan bernegara, partai politik memang serupa buah simalakama. Di satu sisi ia dipercaya untuk mengemban suara rakyat agar terwakilkan di parlemen. Sementara di sisi lain, parpol, dengan segala elemen di dalamnya, justru lebih sering mengkhianati kepercayaan tersebut.

Beberapa minggu belakangan ini, Indonesia dikejutkan dengan kehadiran dua tokoh: Nurhadi-Aldo. Mereka adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden fiktif yang konon diciptakan oleh sekelompok anak muda yang merasa gerah dengan kampanye hitam yang banyak terjadi di realitas politik Indonesia.

Berbagai meme dan poster pasangan Nurhadi-Aldo begitu marak seliweran di sosial media. Jika dilihat sekilas, poster-poster tersebut tampak meyakinkan sebagaimana desain kampanye parpol untuk memikat calon pemilih. Busana Nurhadi-Aldo pun diperlihatkan sebagaimana lazimnya pasangan politikus kebanyakan: memakai kemeja dan kopiah hitam.

Hanya saja, semua “keseriusan” itu mendadak buyar jika Anda mengamati dengan seksama bagaimana penulisan nama keduanya: penggalan “DI” dari Nurhadi ditulis kapital, demikian pula “LDO” dari Aldo, yang jika digabungkan menjadi ‘DILDO”. Para “partai” pengusungnya pun tak kalah epik: "Koalisi Indonesia Tronjal Tronjol Maha Asyik".

Konten mesum, terkadang seksis, memang menjadi salah satu andalan kampanye Nurhadi-Aldo. Namun, berbagai topik lain yang dianggap sensitif (isu Marxisme, legalisasi ganja, hingga Kristenisasi, misalnya) juga kerap ditampilkan kampanye Nurhadi-Aldo dengan balutan satire yang epik.

Nurhadi sendiri adalah orang yang memang benar-benar ada. Dia tukang urut yang berasal dari Mejobo, Kabupaten Kudus. Namanya sudah lebih dulu dikenal di komunitas shitposting karena kebiasaannya mempromosikan jasa pijat dan mengunggah swafoto.

Di Twitter, ia memiliki akun “Pijat ala Nurhadi” @nurhadi48. Adapun Aldo adalah tokoh fiktif yang wajahnya merupakan gabungan dari dua orang politikus yang digabungkan. Sosok fiktif ini sebelumnya lebih dulu populer juga di komunitas shitposting.

Melalui berbagai humor itulah kehadiran pasangan Nurhadi-Aldo dengan cepat menarik simpati massa di dunia maya, wabilkhusus mereka yang telah muak dengan adab politik polarisasi dan kampanye hitam di Indonesia. Pertunjukan politik seperti yang dilakukan Nurhadi-Aldo juga pernah dijalankan sebuah partai dari Hungaria bernama Magyar Kétfarkú Kutya Párt (MKKP).

Alasannya sama: mereka kadung muak dengan sikap dan omong kosong parpol.

Lewat Satire dan Lawak: Rekam Jejak MKKP

Magyar Kétfarkú Kutya Párt (MKKP) atau dalam bahasa Inggris disebut Hungarian Two-Tailed Dog Party, didirikan di Szeged, kota ketiga terbesar di Hungaria, pada 2006. Mereka segera mengguncang perpolitikan Hungaria dengan janji-janji yang konyol: kerja satu hari dalam seminggu, dua matahari terbenam per hari, bir gratis, pajak rendah, kehidupan abadi, dan perdamaian dunia.

Berbagai slogan MKKP pun tak kalah nyeleneh, seperti: “Esok seharusnya kemarin!” Atau: “Biarkan semuanya menjadi lebih baik!” Ada juga: “Kami menjanjikan apa saja!”. Hingga yang berbunyi: “Apa yang kami inginkan? Tidak ada! Kapan kami menginginkannya? Tidak akan pernah!”

MKKP juga telah mempersiapkan satu kandidat wakil rakyat untuk dikirim ke parlemen. Dia adalah seekor anjing fiktif bernama Nagy István. Nama itu dipilih karena Nagy adalah nama keluarga tunggal paling umum di Hungaria, sedangkan István adalah nama depan yang sangat populer di negara tersebut. Poster Nagy István kerap terpampang di berbagai jalan lengkap dengan slogan: “Anjing ini terlalu imut, pasti dia tak akan suka mencuri”.

Pada pemilihan umum 2010, MKKP pernah mencalonkan seorang stand up comedian bernama Dániel Mogács untuk menjadi walikota Erzsébetváros, sebuah daerah yang termasuk Distrik VII di Budapest. Pencalonan ini, sekalipun masih dibalut dengan humor, betul-betul dikampanyekan serius. Mogács bahkan sempat diwawancara empat mata di televisi dengan presenter Hungaria paling kesohor saat itu, Olga Kálmán.

Dalam berbagai kampanye tersebut, Mogács menawarkan sederet program enviromentalisme yang akan direalisasikan jika ia terpilih. Beberapa di antaranya adalah pengembangan stasiun ruang angkasa Szeged agar menjadi pelabuhan antariksa antarplanet, menambal lubang ozon, hingga penciptaan spesies baru untuk menggantikan spesies yang punah. Mogács juga berjanji akan membangun hubungan dagang dengan makhluk luar angkasa serta akan membuka restoran Hungaria di Mars untuk meningkatkan citra negara.

Kendati kemudian Mogács gagal melaju karena batas minimum kuota suara di parlemen tidak terpenuhi, pencalonan dirinya menjadi cikal bakal keseriusan MKKP dalam kancah elektoral yang dimulai sejak 2013. Hal ini dimulai dengan melakukan proses registrasi resmi sebagai bagian dari undang-undang pemilu berikutnya agar dapat berkampanye. Pendaftaran pertama MKKP ditolak pada awal 2014 dan baru disetujui oleh Mahkamah Agung pada bulan Juli.

Setelah merampungkan semua proses, MKKP akhirnya resmi terdaftar di Komite Pemilihan Umum Hungaria pada 8 September 2014. Hanya saja, mereka hampir terlambat ketika mengajukan bakal calon kepala daerah 2014, yakni 16 menit sebelum batas akhir pencalonan ditutup. Sebab itu pula, alur kampanye mereka pun tersendat, hingga gagal melaju jauh di pemilihan 2014.

Pada Juni 2015, pemerintahan Hungaria yang dikepalai Viktor Orbán gencar berkampanye menolak kaum imigran. Berbagai jargon provokatif seperti, "Jika Anda datang ke Hongaria, Anda tidak dapat mengambil pekerjaan orang Hongaria!", kerap terpampang di berbagai poster dan papan iklan sebagai bagian dari propaganda. Melihat hal ini, MKKP bersama gerakan pro-demokrasi yang menamakan diri Vastagbőr Blog, mengkritik habis-habisan kebijakan Orbán.

Koalisi keduanya lantas melakukan kampanye tandingan yang dinamakan “Anti Kampanye Anti Imigrasi”. Lebih dari 800 papan iklan dibuat secara komunal lengkap dengan slogan sindiran, seperti “Maafkan Perdana Menteri Kami” atau “Jangan Ragu untuk Datang ke Hungaria, Kami Sudah Bekerja di Inggris!” Perlahan tapi pasti, MKKP pun berhasil mengumpulkan donasi hingga lebih dari 33 juta forints—mata uang Hungaria.

Keberhasilan kampanye tandingan tersebut melambungkan nama MKKP sebagai partai nyeleneh yang layak diperhitungkan. Pada 4 Februari 2016, jajak pendapat yang dilakukan Median, lembaga survei ternama di Hungaria, menunjukkan bahwa MKKP telah mendapat 1 persen suara dari seluruh populasi. Dengan fakta itu, mereka makin aktif menggelar kampanye pro imigran maupun pengungsi.

Pada Oktober 2016, MKKP menghabiskan dana hingga €100.000 yang berasal dari donasi sekitar 4.000 orang untuk kembali membuat berbagai poster dan papan iklan dengan slogan-slogan satir yang menohok.

"Apakah Anda tahu ada perang di Suriah?", "Apakah Anda tahu jika satu juta orang Hungaria ingin beremigrasi ke Eropa?", "Apakah Anda tahu, para pelaku korupsi kebanyakan adalah politikus?”, hingga yang absurd seperti, “Apakah Anda tahu kepala Anda suatu waktu dapat tertimpa pohon?” adalah sekian di antaranya.

Infografik Parpol Banyol

Infografik Parpol Banyol

Kepada BBC (10/09/2016), Gergely Kovács, ketua MKKP, menjelaskan mengenai kampanye tersebut:

"Kami benar-benar tidak dapat melakukan apapun terhadap mereka yang menghabiskan waktu untuk membenci imigran. Mereka sepertinya adalah orang-orang yang lebih ingin hidup bersama alien dari planet lain ketimbang imigran.

“Yang bisa kami lakukan adalah menarik jutaan orang Hungaria yang kesal dengan kampanye pemerintah. Kami ingin mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian."

MKKP juga aktif mempropagandakan agar masyarakat memilih secara tidak sah saat di pemilihan referendum. Selain dilakukan secara manual alias turun langsung ke masyarakat akar rumput, mereka juga membuat aplikasi khusus bernama "Vote Invalidly" yang dapat digunakan untuk mengambil foto kertas pemilihan yang rusak dan mempublikasikannya ke akun sosial media. Hasilnya: total 6 persen suara dianggap rusak.

Namun, akibat merilis aplikasi tersebut, Komite Pemilihan Referendum mendenda MKKP sebesar 832.000 forints karena menerbitkan surat suara adalah tindakan ilegal di negara tersebut, kendati lewat identitas anonim. Mahkamah Agung kemudian mengurangi jumlah denda tadi menjadi 100.000 forints karena menilai penayangan surat suara secara anonim tidak melanggar kerahasiaan pemungutan suara, melainkan hanya menyalahgunakan kertas suara.

Dalam pemilihan parlemen 2018, perolehan suara MKKP meningkat menjadi 1,73 persen suara kendati tidak mendapat kursi. Sebuah upaya yang sama sekali tidak sia-sia bagi sebuah partai politik yang semula menjadikan humor sebagai basis pergerakannya.

Dengan berkaca dari MKKP, apakah pasangan Nurhadi-Aldo dapat melakukan terobosan yang sama? Melihat popularitas mereka yang terus meningkat dan bagaimana realitas politik kekinian di Indonesia, rasanya tidak terlalu mustahil jika kelak ada wakil rakyat dari Koalisi Indonesia Tronjal Tronjol Maha Asyik memperjuangkan legalisasi ganja di parlemen.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Eddward S Kennedy

tirto.id - Politik
Penulis: Eddward S Kennedy
Editor: Maulida Sri Handayani