Menuju konten utama
Periksa Data

Di Balik Tren Kenaikan Elektabilitas AMIN

Selain efek underdog, Wasisto dari BRIN menilai, kenaikan elektabilitas AMIN juga bisa jadi dipicu oleh visi misi AMIN yang ia sebut “anti-mainstream”.

Di Balik Tren Kenaikan Elektabilitas AMIN
Header Periksa Data AMIN. tirto.id/Fuad

tirto.id - Masa kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 telah dimulai 28 November lalu. Ketiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) kini berebut suara dengan berbagai cara.

Yang menarik, ada sedikit perubahan dalam hasil survei terkini dari pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (AMIN). Survei-survei terdahulu kerap merekam bahwa AMIN berada di posisi terbawah di polling elektabilitas, dibanding kedua pasangan calon lainnya, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka dan Ganjar Pranowo - Mahfud MD.

Survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada periode 16 hingga 18 Oktober 2023, misalnya, merekam bahwa AMIN berada di posisi paling buncit. Saat itu, elektabilitas AMIN berada di angka 19,6 persen, di bawah Prabowo - Gibran di 35,9 persen dan Ganjar - Mahfud di 26,1 persen.

Anies bahkan sempat bilang pada Jumat (6/10/2023), bahwa ia tak lagi percaya dengan hasil survei yang kerap menunjukkan elektabilitas dirinya di bawah dua bakal capres lain.

Namun, beberapa survei menunjukkan bahwa ada tren kenaikan elektabilitas AMIN baru-baru ini.

Hasil survei teranyar Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA periode 6 – 13 November 2023, misalnya, mengungkap bahwa elektabilitas AMIN tampak merangkak naik menjadi 20,3 persen, dari periode Oktober 2023 sebesar 17,2 persen.

Lebih jauh, jajak pendapat LSI Denny JA, yang dilakukan melalui wawancara tatap muka terhadap 1.200 responden, juga menunjukkan, pendukung AMIN dari segmen terpelajar alias lulusan D3 ke atas semakin gemuk.

Secara lebih rinci, proporsi pemilih AMIN dari kelompok tersebut meningkat dari 31,9 persen pada Oktober 2023 menjadi 45,5 persen pada November 2023.

Kenaikan elektabilitas AMIN juga disumbang dari pemilih yang tadinya memproyeksikan Ganjar - Mahfud. Menurut catatan LSI Denny JA, dari total responden yang berniat mencoblos pasangan Ganjar - Mahfud, sebanyak 40,2 persen beralih ke AMIN dan sisanya, 50,4 persen, berpindah ke pasangan Prabowo - Gibran.

Tak hanya terekam dalam laporan LSI Denny JA, meningkatnya elektabilitas AMIN juga ditangkap hasil survei Poltracking Indonesia selama 28 Oktober – 3 November 2023. Elektabilitas AMIN, dari level 18,4 persen pada September 2023 meroket menjadi 24,4 persen di survei terbaru.

Peningkatan elektabilitas AMIN sendiri sejalan dengan tren keterpilihan Anies sebagai capres yang juga menunjukkan kenaikan. Masih menurut Poltracking, elektabilitas Anies diketahui sempat turun di Juli 2023, sebelum kemudian mengalami peningkatan sejak deklarasi capres-cawapres awal September lalu.

Angka kenaikan elektabilitas Anies tercatat sebesar 5,8 poin, dari 19,9 persen pada September 2023, menjadi 25,7 persen pada November. Ini adalah peningkatan terbesar ketimbang nilai kenaikan elektabilitas capres lain.

Adapun elektabilitas Prabowo tercatat naik 2,8 poin, dari 38,9 persen menjadi 41,7 persen. Sebaliknya, elektabilitas Ganjar melorot menjadi 31 persen pada November 2023 dari dua bulan sebelumnya sebesar 37 persen.

Sebuah lembaga survei, Indonesia Political Opinion (IPO), bahkan melaporkan bahwa berdasasrkan survei mereka yang dilangsungkan pada 10-17 November 2023, elektabilitas AMIN disebut telah menyalip Ganjar - Mahfud. Elektabilitas AMIN ada di angka 34,1 persen, dibanding Ganjar - Mahfud 27,1 persen.

Laporan yang didasarkan pada survei terhadap 1.400 responden itu juga membeberkan, jika tanpa pasangan cawapres, Anies pun mengungguli posisi Ganjar. Lebih spesifik, elektabilitas Anies mencapai 32,7 persen, sementara Ganjar 28,3 persen.

Namun, perlu diketahui bahwa IPO belum termasuk di lembaga survei yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pertanyaannya, apa faktor yang melatarbelakangi fenomena ini?

Efek Underdog?

Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, berpendapat bahwa fenomena melonjaknya elektabilitas AMIN merupakan efek underdog. Hal itu juga seolah membalikkan opini publik yang beranggapan tingkat keterpilihan AMIN mandek.

“Jadi kalau dalam teori politik itu, mereka yang itu dipersepsikan akan tidak maju lagi atau mungkin di posisi bawah itu bisa membalikkan fakta. Artinya punya efek kuda hitam yang tidak bisa terduga-duga. Tapi ketika lawan politik itu lengah mereka bisa mengambil kesempatan, itu kalau secara konseptual seperti itu,” terang Wasisto lewat sambungan telepon, Selasa (28/11/2023).

Data Poltracking menunjukkan, peta persebaran kekuatan elektabilitas AMIN pada akhirnya unggul di pemilih sejumlah partai Islam seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Selain itu pemilih Partai NasDem juga cenderung memilih AMIN, mengingat partai tersebut merupakan pengusung Anies, bersama PKB dan PKS.

Sedikit memberi gambaran, persentase pemilih PKB yang berlabuh ke AMIN lebih dari separuh, menyentuh 51 persen. Sementara pemilih PKB yang mencoblos Prabowo - Gibran sebesar 27,5 persen dan yang memilih Ganjar - Mahfud hanya 17,6 persen.

Tirto sebelumnya telah melaporkan bagaimana wajah Anies dalam pilpres kali ini “berubah”. Dengan menggandeng Cak Imin yang notabene merupakan Ketua Umum PKB, Anies tampak ingin menggaet kelompok Islam moderat, alih-alih kelompok Islam konservatif, seperti yang ia lakukan saat pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017 silam.

Visi Misi AMIN Ambil Sikap Berbeda

Selain efek underdog, Wasisto dari BRIN menilai, kenaikan elektabilitas AMIN juga bisa jadi dipicu oleh visi misi AMIN yang ia sebut “anti-mainstream”, dibanding dua paslon lain yang menitikberatkan pada keberlanjutan program Presiden Jokowi.

“Kalau AMIN kan cenderung mengambil sikap yang berbeda, dia cenderung merespons permasalahan pemilih muda ya, misal soal hunian, soal kesehatan mental, soal peluang beasiswa, pekerjaan, jadi itu dijelaskan secara gamblang,” ujarnya kepada Tirto, Selasa (28/11/2023).

Memang, visi misi AMIN diketahui paling sedikit menyebutkan Jokowi dan program-programnya. Hasil penelusuran Tirto terhadap kata kunci “Joko Widodo” di dokumen visi-misi AMIN menunjukkan kata tersebut hanya muncul satu kali.

Berbeda secara signifikan dengan Prabowo - Gibran yang mencantumkan “Joko Widodo” sebanyak 17 kali dan Ganjar - Mahfud yang menyinggung kata tersebut 2 kali.

AMIN dalam dokumen visi-misinya bahkan sama sekali tak memaparkan perihal Ibu Kota Nusantara (IKN). Pengembangan food estate yang menjadi salah satu program ketahanan pangan yang dicanangkan di era Jokowi dan masuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) 2020 – 2024 juga hanya diketahui bakal dilanjutkan oleh paslon Prabowo-Gibran.

Berkaitan dengan program Jokowi, AMIN paling tidak membahas soal hilirisasi alias melakukan eskpor komoditas yang tadinya dalam bentuk mentah atau bahan baku menjadi ekspor barang setengah jadi atau jadi.

Pasangan itu menyebut akan mendorong hilirisasi dan kebutuhan industri (reindustrialisasi), dengan target kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari 18,34 persen pada 2020 menuju 22 – 23 persen di 2029 mendatang.

Sebaran kata kunci dalam dokumen visi-misi AMIN banyak diwarnai oleh kata “Indonesia”, “program”, “adil”, “makmur”, “masyarakat”, “kesehatan”, “ekonomi”, “pendidikan”, “negara” dan “meningkatkan”.

Sayangnya, meski disebut Wasisto AMIN telah merespons permasalahan pemilih muda, elektabilitas AMIN di kalangan Gen Z berusia kurang dari 27 tahun justru merosot. Temuan itu diungkap survei Indikator Politik yang berlangsung 27 Oktober – 1 November 2023.

Laporan Indikator merekam, elektabilitas Anies saat disimulasikan tanpa cawapres (16 – 20 Oktober 2023) berada di level 22,7 persen, kemudian menukik turun menjadi 17,3 persen saat bersanding dengan cawapresnya Cak Imin (27 Oktober – 1 November 2023).

Kendati begitu, elektabilitas Anies ketika menggandeng Cak Imin justru tampak meningkat di kelompok Milenial umur 27 – 42 tahun. Selama 27 Oktober – 1 November 2023, angka elektabilitas AMIN mencapai 27 persen, naik 3,2 poin dari periode survei sebelumnya tanpa pasangan, yang mencatat angka 23,8 persen.

Capaian elektabilitas AMIN pada akhir Oktober – awal November itu juga setara dengan level keterpilihan Ganjar - Mahfud di kalangan Milenial, yang sama-sama berada di angka 27 persen. Ini juga menandakan elektabilitas Ganjar yang merosot di kelompok usia pemilih Milenilal saat berpasangan dengan Mahfud MD.

Wasisto menyatakan elektabilitas pasangan capres-cawapres ini masih berpotensi mengalami kenaikan dan penurunan, bergantung pada strategi masing-masing paslon.

“Tergantung bagaimana pengolahan isu dan masalah oleh masing-masing paslon. Yang kedua, positioning politik dari paslon itu sendiri. Karena dua hal itu yang akan menjadi parameter ya untuk melihat paslon yang bersangkutan itu bisa terus merangkak naik atau justru stagnan,” terangnya.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Politik
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty