Menuju konten utama

Di Balik Kekhawatiran WHO & Harvard Indonesia Masih Negatif Corona

Indonesia diminta meningkatkan pengawasan dan deteksi penyebaran virus Corona.

Di Balik Kekhawatiran WHO & Harvard Indonesia Masih Negatif Corona
Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang dievakuasi dari Wuhan, Hubei, China melakukan senam bersama prajurit TNI pada hari kesembilan di Hanggar Pangkalan Udara TNI AU Raden Sadjad, Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Senin (10/2/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/ama.

tirto.id - Wabah virus Corona yang berawal dari Wuhan, Cina sudah makin meluas hingga berjatuhan ribuan korban dan menyebar ke negara lain.

Dilansir dari situs update data peta online 2019-nCoV Global Cases dari John Hopkins CSSE, pada Selasa (11/2/2020) pukul 09.43 pagi, jumlah kematian akibat virus corona mencapai 1.016 di seluruh dunia.

Masih dari data yang sama, terdapat 43.099 kasus dari sedikitnya 27 negara yang terinfeksi. Hingga hari ini, Indonesia belum terdeteksi memiliki satu pun kasus positif corona. Fenomena itu menjadi perhatian sejumlah peneliti.

Lima peneliti dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, Harvard University melakukan riset terhadap penyebaran the 2019 Novel Coronavirus (2019-nCov) yang awalnya ditemukan pada Desember 2019 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan korelasi positif antara jumlah penumpang yang melakukan perjalanan udara dari Wuhan terhadap meningkatnya kasus corona di negara lain. Negara-negara yang memiliki penerbangan langsung dari Wuhan diperkirakan terdapat kasus corona dengan lebih dari penghitungan 95 persen interval prediksi (PI).

"Di Indonesia dan Kamboja, yang memiliki penerbangan langsung dari Wuhan selama wabah corona merebak, jumlah kasusnya berada di bawah batas 95 persen PI dan dilaporkan satu sampai nol kasus hingga kini," demikian ditulis dalam hasil riset tersebut.

Penelitian tersebut merekomendasikan Indonesia dan Kamboja untuk memperketat pengawasan dan pengendalian, untuk memastikan kasus corona terdeteksi.

Terlebih, Inggris juga sudah dilaporkan memiliki kasus positif corona sejak 31 Januari lalu dan hingga kini bertambah menjadi delapan kasus. Padahal jarak Inggris Raya ke daratan Cina hampir dua kali jarak Cina ke Indonesia.

“Mengerikan ketika kita menengok keluar jendela dan melihat orang-orang mondar-mandir menggunakan pakaian pelindung,” ujar Ben Swan, salah seorang warga Brigthon berusia 23 tahun kepada Guardian.

“Kau mendengar itu [soal Corona] di Cina. Itu sangat jauh dari sini. Dan menjadi mengerikan ketika kau melihatnya langsung di depan matamu.”

Tak hanya Harvard, Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga cukup khawatir lantaran hingga saat ini belum ada satupun kasus Corona terdeteksi di Indonesia. Hal ini mengingat Indonesia memiliki hampir 270 juta penduduk.

WHO meminta Indonesia untuk lebih meningkatkan pengawasan, deteksi kasus dan persiapan di fasilitas-fasilitas kesehatan jika nantinya ditemukan kasus positif.

Perwakilan WHO di Indonesia, Navaratnasamy Paranietharan mengatakan Kementerian Kesehatan sudah cukup baik dalam melakukan pencegahan termasuk di antaranya dengan deteksi dini suhu tubuh di tiap batas-batas internasional dan persiapan di sejumlah rumah sakit.

“Namun Indonesia tetap butuh memperluas area pengawasan,” ujar Navaratnasamy seperti dikutip The Sydney Morning Herald.

Menkes Klaim Indonesia Mumpuni

Menanggapi hasil penelitian itu, Menteri Kesehatan Terawan menyayangkan adanya anggapan ketidakmampuan suatu negara dalam menangani kasus tersebut. Kendati ia tidak membantah hasil studi peneliti Harvard University AS terkait keberadaan virus corona di Indonesia.

"Kalau ada orang lain mau melakukan survei, riset dan dugaan, ya silakan saja; tapi janganlah mendiskreditkan suatu negara. Itu namanya menghina itu,” kata Terawan usai rapat koordinasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di Gedung Grand Kebon Sirih Jakarta, Selasa (11/2/2020).

Setiap negara memiliki sistem dan metode yang tidak seragam dalam menangani suatu wabah. Namun, untuk meneliti suatu virus, Terawan mengatakan Indonesia memiliki laboratorium dan peralatan yang sudah berstandar internasional.

Dokter militer itu juga mempersilakan pihak-pihak luar, termasuk Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO) yang ingin menyaksikan bagaimana proses Kementerian Kesehatan meneliti virus corona.

"Tapi kalau disuruh compare ke negara lain itu ada yang namanya MTA, material transfer agreement; tidak boleh material itu dibawa ke luar, itu ada perjanjiannya. Mereka silakan kalau mau ke sini, silakan,” kata dia.

Penelitian terhadap virus corona dilakukan Kemenkes di Laboratorium BSL 3 (Biosafety Level 3). Laboratorium tersebut juga pernah digunakan untuk meneliti virus MERS (Middle East Respiratory Syndrome).

“Prinsipnya kami sangat transparan, silakan yang mau memeriksa Laboratorium BSL 3 kita. Wong negara lain sudah mengakui, WHO juga sudah mengakui; kalau ada yang mau survei, riset dan menduga, ya silakan saja, tapi jangan mendiskreditkan suatu negara," kata Terawan.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Restu Diantina Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Gilang Ramadhan