tirto.id - Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri menanggapi desakan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang meminta Dewas KPK untuk meneruskan bukti dugaan Gratifikasi mantan Komisioner KPK, Lili Pintauli. Ali mengatakan hal tersebut bukan wewenang Dewas.
"Perlu kami luruskan, ranah tugas Dewas sudah sangat jelas yaitu bukan masalah dugaan pidana yang dilakukan insan KPK namun dugaan pelanggaran etik," kata Ali Fikri, Rabu (13/7/2022).
Ali Fikri mengatakan bahwa Undang-Undang KPK Pasal 37 B ayat (1) huruf e menyatakan bahwa Dewas KPK bertugas menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK.
Sehingga, Dewas hanya bisa memproses etik para insan KPK. Sementara Lili, sudah mengundurkan diri dari jabatan pimpinan KPK sehingga sudah tidak lagi termasuk sebagai insan KPK.
Atas dasar aturan tersebut juga, persidangan dapat dilakukan jika terperiksa masih berstatus sebagai pegawai maupun pimpinan KPK. "Dugaan perbuatan dilakukan pasti pada saat terperiksa sebagai bagian dari KPK," jelas Ali.
Ali berharap ke depan tidak ada lagi pihak-pihak yang salah memahami tugas Dewas yang tertuang dalam undang-undang.
"Jangan sampai justru penegakan etik oleh Dewas menabrak norma hukum jika tetap melanjutkan sidang etik padahal yang bersangkutan tidak memenuhi unsur subjek persidangan karena sudah bukan lagi berstatus insan komisi," tutur dia.
Sebelumnya, ICW mendesak Dewan Pengawas KPK tetap melanjutkan sidang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh eks Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
ICW beralasan pengunduran diri Lili terbukti tidak berpengaruh terhadap penyelenggaraan sidang yang secara formal telah digelar sejak 5 Juli 2022.
Selain itu, ICW juga mendesak Dewas KPK untuk meneruskan bukti-bukti yang telah terkumpul terkait dugaan pelanggaran kode etik dan gratifikasi kepada aparat penegak hukum.
"Dewan Pengawas harus meneruskan bukti-bukti awal yang telah dimiliki kepada aparat penegak hukum jika ada dugaan kuat adanya gratifikasi yang dianggap suap," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Selasa 13 Juli 2022.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky