Menuju konten utama
Uji Formil Putusan MK

Denny Indrayana Minta MK Batalkan Putusan Usia Capres-Cawapres

Dalam petitumnya, Denny Indrayana meminta putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia capres-cawapres dalam UU Pemilu dibatalkan.

Denny Indrayana Minta MK Batalkan Putusan Usia Capres-Cawapres
Personel Brimob Polri berjaga di gedung Mahkamah Konstitusi jelang hasil putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Jakarta, Selasa (7/11/2023). Menjelang hasil putusan MKMK tentang sengketa dugaan pelanggaran etik terhadap hakim Mahkamah Konstitusi, gedung MK dijaga ketat oleh petugas keamanan untuk mengantisipasi kericuhan. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

tirto.id - Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, mengajukan uji formil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres-cawapres dalam Undang-Undang Pemilu. Salah satu petitum pengajuan uji formil itu meminta putusan tersebut dibatalkan.

Petitum itu dibacakan oleh kuasa hukumnya, Mochtadin, saat sidang perdana uji formil putusan nomor 90 di MK. Gugatan yang diajukan Denny teregistrasi dengan nomor 145/PUU-XXI/2023.

Mochtadin membacakan pokok permohonan atau petitum dan permohonan turunan atau provisi. Ia menyebutkan ada tiga petitum dalam gugatan nomor 145.

Pertama, yakni mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Kedua, meminta putusan 90 dibatalkan. Terakhir, memuat hasil putusan gugatan nomor 145 dalam berita Negara Republik Indonesia.

"[Petitum kedua], menyatakan pembentukan Putusan 90/PUU-XXI/2023 yang memaknai Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 6109, bertentangan dengan UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Mochtadin.

Sementara itu, Mochtadin menyampaikan lima provisi dalam gugatannya. Pertama, mengabulkan permohonan provisi pemohon. Kemudian, menunda berlakunya ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu.

Lalu, menangguhkan tindakan atau kebijakan yang berkaitan dengan Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Provisi keempat, meminta pemeriksaan gugatan 145 dilakukan secara cepat tanpa meminta keterangan MPR/DPR, Presiden, DPD dan pihak terkait lain.

Provisi terakhir, meminta hakim MK Anwar Usman tidak mengiktui proses pemeriksaan, pengadilan, dan perumusan gugatan 145.

Denny Indrayana sebelumnya menyebutkan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai dalam Putusan 90 mengandung cacat formil. Sebab, keputusan nomor 90 terbukti mengandung konflik kepentingan.

Hal ini terbukti dari diberhentikannya Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. Tak hanya itu, Denny menyebutkan Anwar Usman turut melanggar Pasal 17 ayat (5) dan (6) UU Kekuasaan Kehakiman. Pasalnya, Anwar Usman justru ikut menangani perkara yang secara tidak langsung melibatkan keponakannya, yakni Gibran Rakabuming.

"Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang lahir dari Putusan 90/PUU-XXI/2023 ini telah mengubah wajah demokrasi kita, bahkan telah diputus mengandung konflik kepentingan," sebut Denny.

"Ini adalah ikhtiar kami untuk mewujudkan restorative constitutional justice, mengembalikan pemilu sesuai dengan konstitusi yang seharusnya," imbuhnya.

Putusan Nomor 90 merupakan muara persoalan di MK. Putusan gugatan itu dianggap memuluskan jalan bagi Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres pada Pilpres 2024.

Persoalan ini tak lepas kaitannya dengan Anwar Usman, yang merupakan ipar Presiden Joko Widodo dan paman Gibran. Anwar akhirnya diberhentikan dari jabatan Ketua MK melalui putusan Majelis Kehormatan MK.

Baca juga artikel terkait PUTUSAN MK atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Hukum
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Gilang Ramadhan