tirto.id - Partai Demokrat dapat dianggap tidak sepakat dengan kampanye damai. Anggapan itu muncul karena partai berlambang Mercy tersebut tidak menandatangani deklarasi yang diteken di Monas, Minggu (23/9/2018) pagi. Deklarasi itu diteken bersama ketua umum atau pengurus parpol serta calon presiden-wakil presiden Joko Widodo Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Bisa dianggap tidak bersepakat, atau bisa dianggap karena secara administratif tidak hadir," ujar Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari di kantornya, beberapa jam setelah deklarasi.
Penyelenggara deklarasi kampanye damai adalah KPU. Deklarasi itu menjadi penanda bahwa masa kampanye telah dimulai hingga 13 April tahun depan.
Meski tak ikut, akan tetapi menurut Hasyim, Demokrat tak bakal dikenai sanksi.
"Secara administratif tidak ada sanksinya, karena deklarasi ini [hanya] penegasan dan peneguhan dari kebersediaan berkampanye melaksanakan pemilu dengan asas-asas pemilu: langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil," ujarnya.
Bukan tanpa sebab Demokrat tak tanda tangan. Semua terjadi karena insiden parade atau pawai rombongan peserta pemilu sebelum momen tanda tangan. Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan untuk walkout.
Dia kecewa dengan penyelenggara acara. Menurutnya ada banyak ketentuan yang dilanggar—terutama pada keberadaan relawan serta pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Wakil Sekjen Demokrat Andi Arief menyebut, secara spesifik SBY marah lantaran merasa diprovokasi saat kendaraan yang ditumpanginya melewati massa Projo (Pro Jokowi, kelompok relawan yang lahir tahun 2014).
Tak Perlu Deklarasi Kampanye Damai
Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyebut partainya tak perlu deklarasi kampanye damai. Meski begitu, katanya, Demokrat akan tetap menjaga ketentraman selama masa kampanye.
"Kami protes atas ketidakadilan dan ketidakdamaian deklarasi tersebut. Bagaimana mau damai jika ada provokasi tak beretika yang dilakukan pendukung Jokowi? Kami tak perlu deklarasi yang cuma seremonial," ujar Ferdinand.
Sebenarnya Demokrat tak tanda tangan bukan hanya karena kepergian SBY. Partai itu tak hadir saat penandatanganan deklarasi karena Sekjen Demokrat Hinca Panjaitan terlambat sampai di panggung utama.
Hinca terlambat lantaran diminta SBY menggantikannya memimpin parade.
"Belum kami masuk di situ [panggung utama tempat deklarasi], acara sudah selesai. Kami tak bisa tanda tangan," ujar Hinca.
Ia mengaku telah memprotes keras KPU, terutama ketuanya Arief Budiman.
Mengenai ini, Arief Budiman mengatakan kalau keberadaan relawan di luar parade resmi tidak bisa diatur lembaganya. "Tidak bisa membatasi," ujar Arief. Dia cuma memastikan sudah mengontrol semua peserta parade yang ada dalam barisan.
Anggapan bahwa tanpa tanda tangan pun Demokrat akan berkampanye damai juga muncul dari kubu lawan. Direktur Program Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Aria Bima, yakin menteri pada era Megawati Soekarnoputri ini pasti menginginkan kampanye yang tak bikin orang-orang ribut.
"Saya tahu betul Demokrat dan Pak SBY ingin situasi damai," ujar Bima di Posko Pemenangan Jokowi-Ma'ruf, Jakarta.
Meski begitu, Bima menggarisbawahi kalau peristiwa tersebut harus tetap jadi catatan para kandidat dan penyelenggara pemilu.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino