tirto.id - Sejumlah organisasi buruh yang tergabung dalam Komite Politik Alternatif melakukan demonstrasi di depan Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) sekaligus mendeklarasikan diri untuk tidak mencoblos atau golongan putih (golput) dalam Pilpres 2019.
"Masyarakat lain ada yang memilih nomor satu atau dua, kami memiliki pilihan yang berbeda," kata Humas Komite Politik Alternatif, Herman Abdurrahman kepada reporter Tirto saat ditemui di depan Gedung KPU, Jakarta Pusat pada Jumat (8/3/2019).
Organisasi yang tergabung antara lain Partai Rakyat Pekerja (PRP), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), Kongres Politik Organisasi (KPO), Konfedarasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), serta Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN).
Alasan koalisi memilih golput dalam Pilpres 2019, kata Herman, karena menilai pemilu tidak mewakili kepentingan mereka sebagai rakyat.
"[Pemilu 2019] Tidak partisipatif. Di antara dua [kelompok] masyarakat yang memilih itu, ada masyarakat yang memandang bahwa pasangan nomor satu dan dua, serta partai-partai yang ada tidak mewakili kepentingan rakyat," ungkap Herman.
Sejumlah organisasi buruh itu melakukan demonstrasi di depan Gedung KPU sekitar pukul 10.30 WIB. Mereka menyuarakan permasalahan Pilpres yang dinilai tidak mewakili mereka sehingga memilih golput.
"Pemilu 2019," ujar orator.
"Bukan pemilu rakyat," balas massa demonstrasi.
Dalam demonstrasi tersebut, mereka juga menyampaikan sejumlah tuntutan. Pertama, mengecam intimidasi dan upaya kriminalisasi kaum golput.
"Kami meminta kepada KPU untuk menghentikan propaganda bahwa golput itu kriminal," ujar orator, Akbar, dalam demo tersebut.
Kedua, mendesak pemerintah dan DPR melakukan revisi atas aturan-aturan terkait partai politik dan pemilu.
Ketiga, menyuarakan kepada seluruh rakyat yang aspirasinya tidak diwakili dan yang tidak percaya dengan seluruh calon peserta pemilu.
"Sikap golput perlu dan harus dilakukan dengan memberikan kesadaran politik bagi rakyat yang dilanjutkan dengan tindakan membangun partai alternatif," tulis mereka dalam rilis.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Alexander Haryanto