tirto.id - Debat pamungkas Pilgub Jatim 2018, Sabtu malam (23/6/2018) berlangsung dalam tensi yang lebih tinggi dibandingkan dua debat sebelumnya. Hal ini tidak lepas penampilan kedua pasangan kandidat, Khofifah Indar Parawansa-Emil Listianto Dardak dan Syaifullah Yusuf (Ipul)-Puti Guntur, yang lebih agresif dalam membantah argumen satu sama lain.
Jika biasanya Khofifah-Emil benar-benar gencar menyerang saat sesi tanya jawab antar kandidat, maka semalam dilakukan di seluruh sesi, kecuali di sesi penyampaian visi-misi dan pernyataan penutup. Salah satunya serangan yang dilancarkan Khofifah dalam sesi tanya jawab antara panelis dengan masing-masing kandidat.
Khofifah yang berkesempatan menanggapi, menyebut solusi yang diungkapkan Ipul bagi peningkatan pelayanan publik di Jatim di era revolusi industri 4.0 melalui perubahan budaya birokrasi dan administrasi ke arah kolaborasi masih belum menjawab inti pertanyaan panelis.
“Ada hal strategis yang disampaikan oleh panelis dan saya rasa itu belum terespons sama sekali dari Gus Ipul. Bahwa sekarang kita akan memasuki industri 4.0 yang membutuhkan konektivitas dan kecepatan belum direspon Gus Ipul,” kata Khofifah yang kemudian disambut sorak sorai pendukungnya.
Tak cuma itu, agresivitas Khofifah-Emil juga tercermin dari pernyataan-pernyataan mereka yang lebih tajam dari sebelumnya. Mereka bukan lagi sekadar mengkritik program dan gagasan yang ditawarkan Ipul-Puti, melainkan juga melontarkan pernyataan bernada mendiskreditkan pribadi lawannya.
Dalam sesi tanya jawab antar kandidat cagub, Khofifah menyebut pasangan Ipul-Puti masih belum paham betul tahapan-tahapan pembenahan akuntabilitas pengelolaan anggaran kabupaten/kota di Jatim agar mendapat opini disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Rasanya paslon nomor 2 harus banyak belajar kembali tentang bagaimana proses mengembalikan dan pansus harus disiapkan. Anggaran negara dari rakyat, mestinya untuk rakyat, akuntabilitasnya semua harus terukur," kata Khofifah.
Pernyataan tersebut dilontarkan Khofifah untuk menanggapi kembali jawaban Ipul atas pertanyaannya perihal teknis pengelolaan akuntabilitas anggaran berbasis kerakyatan di saat masih banyak kabupaten/kota di Jatim mendapat opini disclaimer dari BPK.
Ipul menyatakan guna membuat seluruh kabupaten/kota memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), provinsi menjadi penengah, termasuk dengan pendampingan, pembinaan, dan mengambilalih masalah-masalah tertentu bila diperlukan.
Emil juga melakukan hal yang sama. Ia menyebut Puti tidak bisa membedakan antara laboratorium sains dengan laboratorium kriya atau balai kriya yang menjadi programnya sebagai Bupati Trenggalek.
“Itu dia kalau orang tidak paham definisi laboratorium kriya. Dipikir itu laboratorium untuk biologi, gitu loh. Ada tempat untuk eksperimen atau apa. Bukan. Laboratorium kriya itu kalau bahasa anak mudanya ngulik. Mempertemukan pengrajin di desa dengan yang di kota besar,” kata Emil.
Pernyataan ini dilontarkan Emil sebagai jawaban atas pertanyaan Puti perihal cara sinkronisasi program guna meningkatkan pelayanan publik di daerah, sekaligus sebagai tanggapan atas pernyataan anak Guntur Soekarnoputra itu bahwa balai kriya tidak selaras dengan upaya sinkronisasi pelayanan publik.
Ipul Tak Tinggal Diam
Menghadapi gencarnya serangan dari Khofifah-Emil, Ipul tak tinggal diam. Ia beberapa kali menanggapi argumen Khofifah dengan keras. Di antaranya perihal penyelesaian maladministrasi pelayanan publik di Jatim. Ia menganggap solusi yang ditawarkan mantan Menteri Sosial itu melalui Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) bukanlah inovasi pelayanan publik sebagaimana pertanyaan panelis.
“Sebenarnya apa yang disampaikan Bu Khofifah juga bukan sesuatu yang baru. Di Jatim, yang seperti itu sudah jalan,” kata Ipul.
Sebaliknya, Ipul menilai yang dibutuhkan masyarakat di Jatim adalah kemudahan untuk menyampaikan keluhan dan kebutuhannya kepada pemerintah. Bukan sekadar kecepatan dan keterjangkauan akses pelayanan publik.
“e-Complain, misalnya, menjadi sangat diperlukan hari ini agar masyarakat bisa berpartisipasi dalam meningkatkan pelayanan. Apa yang disebut tadi pelayanan cepat, sebenarnya sudah ada, dilakukan provinsi, kabupaten, dan kota. Masalah utamanya sekarang mengintegrasikan antara data provinsi, kabupaten, kota, dan tentu data dari pusat," tegas Ipul.
Sikap keras Ipul semacam ini belum pernah dilakukan dalam dua debat sebelumnya. Ia selalu cenderung memberikan tanggapan sekadarnya tanpa berpretensi menyerang balik kepada Khofifah-Emil. Bahkan ketika ia mendapatkan serangan berkaitan kinerjanya selama dua periode menjadi orang nomor dua di Jatim.
Biasanya, Ipul akan mudah mengalihkan serangan Khofifah-Emil dengan kemampuan retorikanya yang khas. Salah satu caranya adalah dengan mengiyakan saja kritikan dari Khofifah-Emil dan mengajak mereka bersama-sama mencari solusi bagi Jatim, siapapun yang akan terpilih. Sehingga serangan yang diarahkan kepadanya secara tidak langsung berbalik kepada Khofifah-Emil.
Gaya retorika semacam itu hanya keluar sekali saja dari Ipul dalam debat semalam. Itupun saat Khofifah memberikan pujian terhadap kinerja Soekarwo sebagai gubernur Jatim saat ini dalam meningkatkan pelayanan publik. “Terima kasih, yang terakhir tadi mengapresiasi kinerja Pak Gubernur, dan itu wakilnya saya,” ujar Ipul yang disambut teriakan bangga pendukungnya.
Tema Debat Jadi Sebab Tensi Tinggi
Direktur Eksekutif Alvara Strategic Hasanudin Ali menilai agresivitas kedua pasangan calon disebabkan tema debat tentang pelayanan publik. Menurutnya, tema tersebut penting guna memengaruhi opini publik terkait siapa yang lebih berkualitas antara Khofifah-Emil dan Ipul-Puti untuk memimpin Jatim lima tahun mendatang ketimbang soal ekonomi dan infrastruktur yang menjadi tema dua debat sebelumnya.
“Wajar kalau kemudian Khofifah sangat menyerang. Bagaimanapun Ipul petahana yang masih dianggap lebih berpengalaman melayani masyarakat Jatim,” kata Hasanudin kepada Tirto, Sabtu (23/6/2018).
Terlebih, kata Hasanudin, saat ini perolehan elektabilitas kedua kandidat di sejumlah lembaga survei terpaut sangat tipis dengan selisih mendekati margin of error. Sehingga, debat kandidat semalam sangat penting untuk memantapkan suara pemilih, terutama calon pemilih yang sampai saat ini masih belum menentukan sikap.
“Dalam survei kami, masih ada 11 persen yang belum menentukan pilihan. Angka itu besar untuk selisih yang tipis,” kata Hasanudin.
Akan tetapi, Hasanudin menilai penampilan agresif kedua pasangan calon semalam berpotensi juga memberikan kerugian elektoral. Utamanya kepada Khofifah-Emil yang saat ini lebih unggul dalam mayoritas survei elektabilitas. Menurutnya, publik dapat menilai pasangan penantang tersebut terlalu berhasrat menjatuhkan Ipul-Puti dan kehilangan simpati dari warga Jatim yang saat ini sudah mendukung mereka.
“Seharusnya Khofifah-Emil lebih berhati-hati dalam melontarkan pernyataan. Mereka sudah unggul. Tinggal dijaga saja suaranya,” kata Hasanudin.
Dalam hal ini, Hasanudin juga mengkritik gagasan kedua pasangan kandidat dalam debat. Ia menilai gagasan yang mereka sampaikan terlalu mengawang-awang jika dimaksudkan untuk menggaet simpati publik di sisa waktu yang sempit sebelum pemilihan 27 Juni nanti.
Menurut Hasanudin, seharusnya kedua pasangan calon bisa lebih fokus terhadap penyelesaian permasalahan bantuan pelayanan publik yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Misalnya, kata dia, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bantuan pendanaan.
“Kalau teknis-teknis birokrasi itu konsumsi pimpinan daerah dan kelas menengah saja. Rakyat kecil lebih butuh solusi pelayanan kesehatan, pendidikan, dan semacam itu,” kata Hasanudin.
Editor: Ivan Aulia Ahsan