Menuju konten utama

Daun Ajaib itu Bernama Kelor

Daun kelor di dunia telah dikenal sebagai miracle tree karena kandungan gizinya luar biasa. Di Indonesia, kelor masih dilekati citra sebagai semak penghalau setan.

Daun Ajaib itu Bernama Kelor
Pohon Kelor. FOTO/Istock

tirto.id - Sebagai panganan populer yang dijual di ritel-ritel, yoghurt dapat dinikmati dalam berbagai rasa, original, atau buah-buahan. Tapi, bagaimana rasanya jika yoghurt terbuat dari daun kelor?

Di Polanharjo, Klaten, Yusuf mendirikan warung makanan tradisional dan organik. Warungnya itu diberi nama Katapusur, menyediakan beragam olahan pangan yang sama sekali tak umum. Siang itu, cuaca Klaten cukup panas, Warung Katapusur telah diserbu pembeli yang ingin mencicip kesegaran yoghurt kelor.

Yusuf menuangkan olahan yoghurt orisinalnya ke dalam blender. Ia lalu menambahkan beberapa sendok bubuk berwarna hijau ke dalamnya, bubuk kelor. Tak butuh waktu lama, yoghurt kelor sudah tersedia dalam gelas-gelas pelanggan ukuran sedang.

Rasanya tak jauh beda dengan matcha, teh hijau yang juga sedang ngetren digunakan sebagai perasa makanan. Selain dicampur dengan yoghurt, warung Katapusur juga menyediakan varian makanan dari kelor lain, yakni selai.

“Saya sih bisa mengklaim yoghurt kelor ini satu-satunya yang ada di Indonesia. Kenapa dipilih kelor? Karena tanaman ini adalah superfood, murah, dan kalau populer, bisa menyejahterakan petani kita,” kata Yusuf kepada wartawan Tirto.

Nutrisi Kelor

Moringa oleifera atau yang lebih kita kenal sebagai kelor memang tak banyak diketahui khasiatnya. Jikapun digunakan, pemanfaatan kelor tak jauh dari citranya yang melekat dengan cerita-cerita mistis, yakni sebagai penangkal ilmu hitam atau penangkal setan. Namun, ternyata, tumbuhan ini sudah dikenal sebagai salah satu sumber pangan penuh nutrisi. Bahkan, ia disebut sebagai The Miracle Tree karena kandungan nutrisinya.

Tanaman kelor aslinya berasal dari India sub-Himalaya, Pakistan, Bangladesh dan Afganistan. Pohon ini sudah lama dimanfaatkan oleh orang Romawi kuno, Yunani dan Mesir selama berabad-abad sebagai obat tradisional dan industri. Negara-negara lain seperti India, Ethiopia, Filipina, dan Sudan juga mengategorikan tanaman ini sebagai tanaman penting. Organisasi Trees for Life, Church World Service and Educational Concerns for Hunger Organization juga telah menganjurkan kelor sebagai nutrisi alami untuk daerah tropis karena daunnya tumbuh rimbun di saat musim kemarau ketika bahan makanan lain langka.

Di Filipina misalnya, daun kelor terkenal dikonsumsi sebagai sayuran dan meningkatkan jumlah air susu ibu (ASI) pada ibu menyusui. Sampai-sampai daun ini disebut dengan julukan mother’s best friend karena mengandung unsur zat gizi mikro yang sangat dibutuhkan oleh ibu hamil, seperti beta (B3), kalsium, zat besi, fosfor, magnesium, zink, dan vitamin C. Dengan kandungan nutrisi yang tinggi, kelor di Filipina lumrah dijadikan alternatif untuk meningkatkan status gizi ibu hamil.

Kualitas ini membuat pohon kelor menjadi kandidat pangan untuk melawan malnutrisi. Petugas kesehatan dari Church World Service juga telah memanfaatkan makanan bergizi tinggi ini untuk memulihkan dan mencegah malnutrisi. Dokter Lowell Fuglie, perwakilan Afrika Barat Church World Service menggunakan kelor sebagai bahan dasar untuk program nutrisi di Afrika.

Untuk anak usia 1-3, sekitar 100 gr daun kelor segar cukup untuk memenuhi kebutuhan kalsium harian, 75% zat besi dan setengah kebutuhan proteinnya, sejumlah besar kalium, vitamin B, tembaga dan asam amino esensial. Hanya sebanyak 20 gram daun kelor cukup memberi kebutuhan vitamin A dan C anak.

"Satu sendok makan bundar (8 g) bubuk daun akan memenuhi sekitar 14% protein, 40% dari Kalsium, dan 23% zat besi dan hampir semua kebutuhan vitamin A untuk anak berusia 1-3 tahun. Enam sendok memenuhi hampir semua kebutuhan besi dan kalsium wanita selama kehamilan dan menyusui.”

Penelitian Khawaja Tahir Mahmood berjudul “Moringa oleifera: a Natural Gift-A Review” menyatakan bahwa daun kelor mengandung vitamin C setara vitamin C dalam 7 jeruk. Kelor juga bermanfaat untuk kesehatan mata karena kandungan vitamin A yang setara dengan 4 wortel. Kalsiumnya setara dengan kalsium dalam 4 gelas susu, kalium setara dengan yang terkandung dalam 3 pisang, dan protein setara dengan protein dalam 2 yoghurt.

Infografik Khasiat Kelor

Mahmood dalam penelitiannya bahkan mendorong negara-negara miskin untuk mempromosikan penanaman dan penggunaan kelor. Sebab dengan pemanfaatan penuh, masalah malnutrisi kelaparan, kemiskinan, penyakit dapat teratasi.

“Bukan malah menunggu bantuan makanan dari negara barat yang kaya. Jangan menghabiskan uang untuk impor bahan makanan, justru eksporlah kelor sebagai sumber devisa,” tulisnya.

Selain sebagai pangan fungsional, bagian daun, kulit batang, biji hingga akar dari tanaman kelor juga berfungsi sebagai obat herbal berkhasiat. Beberapa produk kesehatan telah dikembangkan dari bahan dasar kelor, misalnya sebagai antibiotik, antitripanosomal, hipotensi, antispasmodik, anti-luka, antiinflamasi, hipokolesterolemia, dan hipoglikemik.

Saat ini penelitian dan uji klinis tentang fungsi kelor sebagai obat mulai berkembang meskipun manfaat dan khasiatnya belum banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia. Penemuan terbaru adalah fungsi daun kelor sebagai farmakologis, yaitu antimikroba, antijamur, antihipertensi, antihyperglikemik, antitumor, antikanker, anti-inplamasi. Hal ini karena adanya kandungan diantaranya asam askorbat, flavonoid, phenolic, dan karatenoid.

Dari sekian banyak keajaibannya, satu-satunya kelemahan daun kelor adalah mempunyai sifat flatulensi, yakni dapat menyebabkan perut kembung. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan rafinosa, sukrosa, dan stakiosa. Mengurangi sifat flatulensi dapat dilakukan melalui proses fermentasi, di antaranya dengan bantuan bakteri Lactobacillus plantarum.

Selain mengurangi flatulensi, produk minuman yang terbuat daun kelor melalui proses fermentasi L. plantarum dan E. hirae dapat memperpanjang masa simpan minuman selama 30 hari pada penyimpanan suhu 4oC.

Baca juga artikel terkait OBAT HERBAL atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani