Menuju konten utama
Zudan Arif Fakrulloh:

"Data e-KTP Enggak Diumbar ke Publik"

Wawancara dengan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil soal sengkarut pengadaan e-KTP.

Zudan Arif Avatar

tirto.id - Megaproyek pemindaian identitas diri sudah berjalan kurang lebih 4 tahun. Hingga saat ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), melalui Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil), masih bisa menerima warga yang ingin merekam datanya, namun tak bisa mendapatkan e-KTP. Diperkirakan sekitar 20 Maret, ada 7 juta blanko e-KTP yang siap disebar.

Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh menegaskan data yang direkam dalam e-KTP bersifat rahasia. Hanya akan dibuka sesuai kebutuhan personal maupun masyarakat luas. Dia memastikan detail data, misalnya rekam cacat fisik atau mental, status perkawinan, perceraian, riwayat perpindahan, status dalam keluarga, pengakuan pengesahan anak, dan sebagainya, tak diumbar ke publik.

“Data e-KTP enggak diumbar ke publik, ada perlindungan rahasia data pribadi. Jadi kalau data umum, kan, boleh untuk kantor pajak, misalnya, untuk kantor polisi juga boleh. Itu sesuai kebutuhan mereka. Kalau mereka buka rekening atau SIM, kan, harus dibuka datanya, tapi tidak diumbar untuk masyarakat. Itu dibuka untuk kepentingan personal sendiri, kalau ke rumah sakit untuk berobat, kan, datanya harus dibuka untuk kepentingan dia,” ujarnya kepada Tirto melalui sambungan telepon, Kamis (9/3/2017).

Di sisi lain, dalam hal eksekusi di lapangan, Zuldan mengakui tak bisa mengantisipasi adanya kelalaian ataupun calo dalam proses mengurus e-KTP di kecamatan atau kelurahan. Sebab keduanya masuk dalam ranah pemerintahan kabupaten atau kota terkait.

“Kalau Dispendukcapil itu kemarin yang terjadi pelanggaran hanya di Garut. Itu sudah kita pecat kepala dinasnya. Sudah diberhentikan,” tegasnya.

Berikut perbicangan lengkap Zuldan dengan reporter Tirto, Dieqy Hasbi Widhana, pada Kamis sore (9/3). Wawancara dilakukan melalui sambungan telepon karena Zudan sedang berada di luar kota.

Kelanjutan tagihan PT Biomorf Lone Indonesia, subkontraktor untuk konsorsium proyek KTP elektronik bagaimana? Mereka mengaku belum dibayar Rp 48 miliar oleh konsorsium untuk pekerjaan utama serta Rp 540 miliar untuk pekerjaan tambahan dan perawatan sistem KTP elektronik selama dua tahun?

Sudah tidak ada tagihan. Sudah lunas itu. Itu tidak ada tagihan. Jadi saya jelaskan ya, PT Biomorf tidak pernah sekali pun menagih kepada pemerintah. kabar dari mana tagihan itu? Tidak pernah ada itu. Jadi selama saya 1,5 tahun jadi Dirjen, tidak ada sekalipun tagihan dari PT Biomorf.

Bagaimana kelanjutan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan sistem algoritma yang akan mengecek kegandaan data biometrik e-KTP? Sebab bila sistem Biomorf Middleware tak aktif, bagaimana nasib e-KTP?

Enggak apa-apa, kalau bisa dipakai akan kita pakai. Itu bagus untuk kemandirian teknologi. Kita gunakan karya bangsa sendiri. Itu kalau sudah bisa.

Kapan sistem dari BPPT bisa dieksekusi?

Itu sedang proses pengkajian. Kita kan kerjasama terus dengan BPPT untuk kemandirian teknologi. BPPT juga melakukan pendampingan terus dengan Dispendukcapil terkait teknologinya.

Sejauh ini bagaimana antisipasi mencegah adanya KTP ganda?

Sistemnya sudah berjalan sejak 2011 sampai sekarang. Sampai sekarang, kan, tidak ada KTP ganda. Semua yang tercatat tapi duplicate record, tidak bisa diterbitkan. Semua yang merekam sampai dua kali juga tidak bisa KTP-nya terbit.

Tanggapan anda terkait kasus e-KTP yang melibatkan legislatif, eksekutif, dan pengusahan yang menghasilkan korupsi tersebesar negara bagaimana?

Silakan saja. Itu kewenangannya KPK sebagai penegak hukum.

Apakah pekerjaan perekaman identitas untuk e-KTP terganggu kasus ini?

Enggak ada yang terganggu, kami jalan terus. Itu, kan, kasusnya mulai 2011, sudah 4 tahun yang lalu. Itu tidak ada pengaruhnya. Tapi kalaupun ada pengaruh apapun, kita proses jalan terus. Itu, kan, perekamannya di daerah. Jadi semua proses, program, dan kegiatan Disdukcapil di daerah berjalan seperti biasa.

Kalau di daerah, apa kendala yang dihadapi?

Para penduduk yang belum merekam. Kalau penduduk datang ke Dinas Dukcapil, segera selesai perekaman itu. Tapi penduduknya banyak yang belum mau datang. Kita rutin turun ke tingkat RT, RW, ke kampus-kampus, mal-mal, sekolah-sekolah, menjemput bola.

Soal pengadaan blanko 7 juta keping, bagaimana perkembangan proses lelang?

Itu sudah. Pemenang lelangnya sudah ada. Diharapkan sekitar tanggal 20 Maret sudah terdistribusi. Sesuai target minggu ketiga.

Nanti yang mendisitribusikan langsung pemenang tendernya atau Dirjen Dukcapil?

Enggak, pemenang tendernya mengirim ke Dirjen Dukcapil. Nanti dari Dirjen Dukcapil didistribusi ke daerah-daerah.

Masih ada oknum yang memanfaatkannya dengan melakukan praktik pungutan liar sebesar Rp 50 ribu per e-KTP dengan dalih biaya administrasi. Kepala perwakilan Ombusdman Republik Indonesia (ORI) Papua, Sabar Olif Iwanggin, mengatakan mendapatkan laporan dari warga masyarakat di Kelurahan Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura. Tanggapan anda?

Itu pungutan liarnya di Disdukcapil, kecamatan, atau kelurahan? Kalau kelurahan, kan, bukan di bawah Disdukcapil. Kalau kelurahan dan kecamatan berada di bawah pemerintah kabupaten atau kota masing-masing. Kami tidak bisa menjangkau ke sana. Tapi kalau yang di Disdukcapil, kami langsung tindak. Kami akan langsung beri tindakan keras.

Sejauh ini model pengawasannya bagaimana kalau di Disdukcapil?

Kita lakukan pengawasan terus. Mulai pengawasan melekat, kita turun melakukan sidak, turun sebagai mistery shopper atau turun tanpa mereka ketahui. Saya juga turun tanpa mereka ketahui. Saya pernah turunnya ke Denpasar, Manado, Gorontalo, Surabaya, Sidoarjo mereka tidak tahu kalau saya datang.

Pernah kepergok langsung yang melakukan pelanggaran saat sidak atau turun tanpa diketahui?

Tidak ada. Kalau Dispendukcapil itu kemarin, kan, yang terjadi pelanggaran hanya di Garut. Itu sudah kita pecat kepala dinasnya. Sudah diberhentikan.

Kami memastikan kembali, benar server e-KTP ada di 3 tempat yaitu Kantor Pusat Kemendagri di Jalan Merdeka Utara sebesar 600 terabyte, di kantor Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Jalan TMP Kalibata, Jakarta ada 35 terabyte, dan server cadangan terdapat di Batam sebagai back-up data kapasitasnya 200 terabyte? Bukan di luar negeri?

Iyalah. Haha. Servernya ada di kantor. Ada tiga di Kalibata, Kemendagri, dan satu lagi di Batam. Server itu berat, alatnya berat, tidak bisa diangkat-angkat.

Senin, 10 Oktober 2016, ada hasil monitoring Ombudsman RI di 34 Provinsi. Hasilnya ada 17,5 juta penduduk tidak dapat pelayanan e-KTP. Apa itu benar ada 17,5 juta belum mendapat e-KTP?

Data Ombusman itu dari mana? Cek saja, saya tidak tahu data itu, mereka juga belum pernah mengirim surat pada kami. Itu valid tidak datanya? Jadi saya mempertanyakan validitas data Ombusman. Karena data kami tidak seperti itu.

Kalau data Dispendukcapil, berapa orang yang belum merekam e-KTP?

Data di kami yang sudah rekam dan belum dapat e-KTP sekarang hanya 4,5 juta. Penduduk yang belum merekam 6 juta. Tidak tahu data Ombudsman dari mana. Itu bisa dipertanggungjawabkan atau tidak saya juga enggak tahu itu. Sekarang sisa penduduk yang belum merekam tinggal 6 juta.

Target kapan selesai untuk mengejar kekurangan 4,5 juta dan 6 juta jiwa sedangkan Maret ini hanya menyelesaikan tender untuk pengadaan 7 juta keping blanko?

Saya inginnya segera selesai. Penduduk segera masuk Dispendukcapil untuk proses rekaman. Ya kalau mereka enggak mau melakukan perekaman, dicari-cari susah juga ya. Harus ada partisipasi aktif dari masyarakatnya.

Banyak ketakutan jika nantinya data perekaman e-KTP ternyata diumbar ke publik. Bagaimana Dispendukcapil menjaga keamanan database itu?

Kalau data itu, kalau data rahasia, kan, sekarang sudah digunakan oleh perbankan, BPJS, dan sebagainya. Data e-KTP enggak diumbar ke publik, ada perlindungan rahasia data pribadi. Jadi kalau data umum, kan, boleh untuk kantor pajak, misalnya, untuk kantor polisi juga boleh. Itu sesuai kebutuhan mereka. Kalau mereka buka rekening atau SIM, kan, harus dibuka datanya, tapi tidak diumbar untuk masyarakat. Itu dibuka untuk kepentingan personal sendiri, kalau ke rumah sakit untuk berobat, kan, datanya harus dibuka untuk kepentingan dia.

Berarti ada sanksi pidana bagi instansi yang mengumbar data personal tanpa persetujuan yang bersangkutan?

Itu ada pidananya, ada dendanya. Ada milyaran dendanya.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya

tirto.id - Indepth
Reporter: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Zen RS