tirto.id - Dosen Hukum Lingkungan Unika Atma Jaya, Kristanto P. Halomoan mempertanyakan dasar pembuatan Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.
Instruksi yang diterbitkan Gubernur DKI Anies Baswedan pada 1 Agustus 2019 tersebut memuat tujuh kebijakan untuk menangani polusi udara Jakarta.
"Yang kami tidak tahu adalah tujuh poin tersebut pertimbangannya apa. Apakah memang sudah berdasarkan data yang valid dan dikaji?" Ujar Kristanto saat ditemui di Pejaten, Jakarta Selatan, pada Jumat (2/8/2019).
Menurut dia, adanya kajian yang matang akan menentukan efektivitas instruksi tersebut dalam menekan tingginya polusi udara di Jakarta.
"Kalau melihat efektivitasnya, tergantung sampai mana dia [Instruksi Gubernur] dibuat dengan database yang benar-benar valid, maka seharusnya dia bisa diterapkan. Tapi jika itu dia hanya sebuah reaksi sesaat, saya rasa tidak akan menjadi solusi," ujar Kristianto.
Anies menerbitkan instruksi itu setelah banyak pihak mendesak Pemprov DKI serius menangani masalah polusi yang membuat kualitas udara Jakarta terus memburuk.
"Diperlukan pendekatan multiseklor yang memperketat pengendalian sumber pencemaran udara, mendorong peralihan gaya hidup masyarakat dan mengoptimalisasi fungsi penghijauan sehingga memerlukan sinergitas antara perangkat daerah," kata Anies dalam instruksi gubernur itu.
Penerbitan Instruksi Gubernur tersebut juga bertepatan dengan hari pelaksanaan sidang perdana gugatan citizen law suit yang diajukan sejumlah warga terkait buruknya kualitas udara Jakarta.
Tujuh pejabat negara menjadi tergugat dalam perkara ini, termasuk Presiden Joko Widodo dan Anies Baswedan.
Sementara berdasar Laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pada 2018, selama 196 hari udara Jakarta masuk kategori tidak sehat. Sedangkan selama 122 hari kualitas udara Jakarta di kategori sedang dan hanya 34 hari yang sehat.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Addi M Idhom