Menuju konten utama

Darurat Penculikan Perempuan dan Perbudakan Seksual

Dua kisah penculikan dan motif yang sepintas mirip menghasilkan kesimpulan penting: perdagangan manusia dan perbudakan seksual makin marak.

Darurat Penculikan Perempuan dan Perbudakan Seksual
Jamie Chung memerankan Eden di film 'EDEN' (2012) besutan Megan Griffiths. FOTO/Centripetal Films

tirto.id - Hyun Jae mungkin tak pernah menyangka jika malam itu merupakan malam yang meninggalkan kenangan kelam bagi hidupnya. Niat Jae untuk menghabiskan waktu bersama temannya berujung tragedi; Jae diculik dan hendak dijual sebagai protistusi.

Gambaran di atas merupakan garis besar kisah film berjudul Eden. Film yang diproduksi pada 2012 itu disutradarai oleh Megan Griffiths dan naskahnya ditulis Richard B. Philiips. Eden dibintangi Jamie Chung, Matt O’Leary, serta Beau Bridges. Cerita di Eden terinspirasi kisah nyata Chong Kim yang mengalami kejadian serupa pada pertengahan 1990.

Eden menyoroti perjuangan Jae (Jamie Chung) untuk meloloskan diri dari lingkaran setan berwujud penculikan, perdagangan manusia, serta bisnis prostitusi. Mengambil latar New Mexico di tahun 1994, Eden berusaha memaparkan betapa mengerikannya kejahatan manusia.

Tokoh antagonis dalam film ini terdapat pada sosok Vaughn (Matt O’Leary), seorang pimpinan kelompok setempat serta aparat korup yang tak segan menghabisi nyawa manusia bernama Bob (Beau Bridges). Keduanya bekerjasama untuk memastikan bisnis yang dipegang berjalan dengan baik tanpa halangan.

Baca juga: Melawan Pelecehan Seksual Atas Buruh Perempuan

Selama jalannya film, penonton akan disuguhkan kompleksitas kejahatan yang ironis (pembunuhan, kekerasan, pemerkosaan) sekaligus melihat betapa gigihnya Jae melawan para kriminal demi keselamatan hidupnya. Terlebih saat Jae tertangkap karena hendak meloloskan diri dari "tugas" pertamanya dan harus berendam di bak penuh es sebagai hukuman.

Film ini banyak menuai respons positif. Los Angeles Time menyebutkan bahwa Eden adalah film yang “menggambarkan bagaimana martabat manusia ditelanjangi layaknya kulit kayu.” Sementara The New York Times menyatakan Eden “memiliki visinya sendiri dalam menyampaikan pesan kemanusiaan.” Tak ketinggalan,The Guardian memuji akting Chung yang disebutnya “bermain dengan karakter kuat.”

Tak hanya itu, Eden juga memenangkan beberapa penghargaan di South by Southwest (SXSW) Film Festival 2012, Seattle International Film Festival 2012, dan di ajang San Diego Film Festival.

Walaupun banyak dipuji, Eden tak luput dari kritik soal kebenaran cerita Chong Kim. Jurnalis Elizabeth Nolan Brown menyatakan pembuat film hanya mengandalkan keterangan pihak ketiga tanpa mengecek ulang cerita dari Kim. David Schamader, jurnalis The Stranger menjelaskan meski Eden menjadi film terbaik yang pernah dibuat di kancah Seattle, namun latar ceritanya penuh omong kosong.

Baca juga: Pedofilia: Sisi Gelap Media Sosial

Sedangkan dalam halaman Facebook-nya, organisasi anti-perdagangan manusia Breaking Out mengumumkan bahwa setelah melakukan menyelidiki Kim selama bertahun-tahun, menyimpulkan “tidak menemukan kebenaran atas ceritanya.”

Masih dalam rilis sama, Breaking Out menambahkan telah menemukan banyak kebohongan dan yang paling mengerikan: memanfaatkan kondisi tertentu untuk menghasilkan uang. Atas dasar itu, Breaking Out akan mengupayakan langkah hukum.

Kim pun menanggapi tuduhan Breaking Out. Menurut Kim, dirinya tidak menghargai tindakan Breaking Out yang menyebarkan berita kebohongan tentangnya. Selain itu, Kim akan mengirimkan tuntutan formal kepada Breaking Out.

Penculikan Model Asal London

Kisah mirip seperti yang tersaji di Eden terjadi baru-baru ini. Beberapa waktu lalu seorang model asal Inggris bernama Chloe Ayling diculik oleh dua pria tak dikenal.

Seperti dilansir The Guardian, kejadian terjadi pada bulan Juli di Italia ketika Chloe menghadiri sesi pemotretan. Menurut pengakuan Chloe, dirinya dibius dan diangkut ke sebuah desa terpencil dekat Turin.

Sesaat setelah sampai tempat penahanan, penculik mengatakan bahwa Chloe akan dijual sebagai budak seks dengan harga 270 ribu poundsterling di sebuah situs gelap. Selain itu, mereka mengaku berasal dari sindikat bernama Black Death dan sudah bekerja selama lima tahun dengan menghasilkan pundi-pundi uang haram sebanyak 11 juta poundsterling.

Dalam penyekapan Chloe, pelaku mengirimkan pesan kepada agen Chloe, harian The Daily Mirror, The Sun, serta seorang jurnalis yang bekerja di Channel 4. Dalam pesan yang dikirimkan lewat e-mail, pelaku menyertakan foto Chloe dengan keterangan “dijual ke mafia Rusia.”

Mulanya, The Sun tidak memperhatikan pesan tersebut. Sedangkan juru bicara Channel 4 mengaku telah dihubungi kepolisian dan meminta penculikan Chloe tidak disebarluaskan selama proses investigasi masih berlangsung.

Namun, niatan para penculik menyurut tatkala mendengar Chloe memiliki anak berusia dua tahun. Bagi Black Death, adalah kesalahan jika menjual perempuan berstatus ibu sebagai budak seks. Walhasil, setelah ditahan lebih dari lima hari, Chloe akhirnya dibebaskan melalui Konsulat Inggris di Milan dengan syarat membayar Black Death 39 ribu poundsterling dalam waktu satu bulan ke depan.

Publik sempat meragukan keterangan Chloe. Mengutip The Independent, keraguan publik muncul karena Chloe tertangkap kamera CCTV saat berbelanja sepatu dengan pelaku. Akan tetapi Chloe membantahnya. Chloe berdalih dirinya melakukan apa yang diminta penculik dan ia tidak ingin membuat dirinya dalam bahaya. Keraguan publik juga didasari betapa mudahnya Chloe meloloskan diri.

Baca juga: Memutus Rantai Perdagangan Wanita dan Anak

Pihak Kepolisian Italia seperti dikutip media lokal menyatakan pelaku penculikan itu bernama Lukasz Pawel Herba. Menurut polisi, Herba merupakan “sosok berbahaya dengan mythomania.”

Mythomania adalah keadaan psikologis di mana membuat pribadi melakukan kebohongan demi kebohongan. Polisi juga mengatakan, Herba menderita leukemia dan membutuhkan uang untuk menjalani perawatan. Selain itu, Herba ditekan oleh sekelompok orang Rumania agar menculik Chloe.

infografik penculikan chloe ayling

Perbudakan seks dan perdagangan manusia merupakan masalah genting yang harus dipecahkan. Badan Kejahatan Nasional (NCA) menyatakan bahwa kejahatan ini makin marak. Untuk mengurangi aksi-aksi serupa, NCA telah menyiapkan 300 personel untuk memburu pelaku perbudakan atau perdagangan manusia di Inggris.

Berdasarkan catatan yang dihimpun pada Mei dan Juni, NCA telah menangkap 111 tersangka dan mengamankan sekitar 130 korban. Sementara itu, sebanyak 25 kasus masih dalam tahap pengusutan.

Menanggapi laporan NCA, komisioner independen anti-perbudakan Kevin Hyland menyebutkan perbudakan manusia harus dilawan sekeras mungkin. Ia menyatakan akan mengupayakan perlindungan menyeluruh untuk korban. Hyland juga menjelaskan bahwa kampanye anti-perbudakan yang dilangsungkan NCA dapat menggerakan kesadaran masyarakat sekitar.

Sementara itu, National Referral Mechanism (NRM)—lembaga Inggris yang mengidentifikasi korban perdagangan manusia—mencatat dalam setahun terakhir terdapat 1.400 korban tindak kejahatan sejenis.

Kepala Human Trafficking Foundation Kate Roberts menjelaskan bahwa penyelesaian kasus perdagangan manusia atau perbudakan seksual tak cukup mengandalkan data dan laporan yang ada, karena pada dasarnya lingkup perdagangan manusia maupun perbudakan seksual lebih besar dari yang dibayangkan.

Baca juga artikel terkait PERDAGANGAN MANUSIA atau tulisan lainnya dari M Faisal Reza Irfan

tirto.id - Hukum
Reporter: M Faisal Reza Irfan
Penulis: M Faisal Reza Irfan
Editor: Windu Jusuf