tirto.id - Periode pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat rencananya akan diperpanjang hingga enam minggu. Hal tersebut terungkap dalam bahan paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat menjelaskan skema jaring pengaman sosial bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Senin (12/7/2021).
Rencana perpanjangan PPKM Darurat ini belum diumumkan secara resmi. Namun, penerapan rencan tersebut akan memicu potensi dampak ekonomi salah satunya bertambahnya jumlah pengangguran. Hal ini diungkapkan oleh Bhima Yudhistira Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios).
“Banyak perusahaan yang mungkin enggak sanggup lagi, karena udah PPKM darurat dan dia juga harus menutup tempat usahanya. Keputusan pahit yang akan dilakukan adalah pengurangan jumlah karyawan. Rekrutmen yang sudah mulai dilakukan pada Januari sampai bulan Juni itu, bisa jadi dibatalkan rencananya. Itu efeknya mungkin akan ke tenaga kerja yang menengah ke bawah ini,” jelas dia kepada Tirto, Selasa (13/7/2021).
Selain itu, masyarakat di kelas bawah juga akan semakin tertekan. Terlebih masyarakat Indonesia yang mengandalkan penghasilan harian sudah tidak bisa lagi bertahan.
“Kondisinya tentu akan berat, buat masyarakat menengah ke bawah itu kondisinya semakin berat. Karena situasi sekarang yang upahnya harian kemudian juga buruh lepas ya, itu yang khawatirnya akan memicu terjadinya gelombang orang kota ke desa [ruralisasi]. Karena enggak bisa lagi bertahan di perkotaan ya. Maka mereka memutuskan untuk pulang,” jelas dia.
Maka dari itu pemerintah perlu mempertebal jaring pengaman sosial kepada masyarakat kelas bawah, untuk memastikan masyarakat tetap bisa bertahan selama masa PPKM darurat.
“Khawatirnya akan ada gelombang kemiskinan yang meningkat. Kemudian enggak akan menutup kemungkinan banyak yang jatuh kelaparan. Jaminan sosial juga kita sangat kecil. Realisasinya juga masih kecil ya kalau enggak salah baru 30-40 persen untuk total PEN,” jelas dia.
Relokasi anggaran untuk kebutuhan jaminan sosial harus ditambah, bukan hanya kebutuhan di sektor kesehatan.
“Kita harus dorong relokasi anggaran yang ekstrem ya ke perlindungan sosial. Kemarin kan PPKM-nya gini, PPKM darurat pengumumannya lebih cepat dari turunnya Bansos. Nah, itu juga susah juga jadi PPKM-nya gak efektif. Sementara, pekerjaannya banyak yang hilang,” jelas dia.
Senada dengan Bhima, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan ketidakpastian perekonomian di semester II 2021 akan terjadi, akibat kenaikan kasus harian yang memaksa pemerintah melakukan PPKM Darurat. Menurutnya, semakin lama PPKM Darurat dilakukan, akan cukup sulit bagi pemerintah untuk mengejar target penerimaan negara di akhir 2021.
Oleh sebab itu, penurunan kasus harian dan percepatan vaksin masih harus menjadi fokus utama pemerintah guna dapat menangkap kembali momentum pemulihan ekonomi yang sudah cukup baik di semester I 2021.
“Ada faktor penghambat tentunya adalah kenaikan angka kasus COVID yang memaksa pemerintah membatasi kembali mobilitas masyarakat dengan implementasi PPKM Darurat. Namun, untuk pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara yang lebih baik ke depannya, PPKM Darurat sebenarnya menjadi langkah yang sudah tepat,” jelas dia.
Faisal mengatakan masih ada faktor pendorong penerimaan negara agar tetap tumbuh. Salah satunya adalah dari kegiatan perdagangan internasional, sejalan dengan pemulihan ekonomi global terus terakselerasi.
“Jadi external demand dapat meminimalisir potensi penurunan penerimaan negara akibat demand domestik yang diperkirakan akan melemah karena PPKM Darurat. Percepatan vaksinasi juga dapat menjadi katalis positif untuk dapat melandaikan kurva kasus COVID,” jelas dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri