tirto.id - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Anggota Komisi I DPR-RI Fayakhun Andriadi menerima suap sebesar 911.480 dolar AS.
Suap tersebut diberikan oleh Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah untuk memuluskan upaya penambahan anggaran Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI.
"Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa uang tersebut diberikan agar terdakwa selaku anggota Komisi I DPR-RI mengupayakan alokasi (plotting) penambahan anggaran Badan Keamanan Laut Republik Indonesia untuk proyek pengadaan satelit monitoring dan drone," kata jaksa KPK Ikhsan Fernandi saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/8/2018).
Di dalam dakwaan jaksa KPK, disebutkan bahwa saat kunjungan kerja Komisi I DPR-RI ke kantor Bakamla, Fayakhun bertemu dengan Ali Fahmi Habsyi yang mengaku sebagai staf khusus Kepala Bakamla. Ali meminta Fayakhun mengupayakan usulan penambahan alokasi anggaran Bakamla di APBN Perubahan 2016.
Pada pertemuan berikutnya, Ali Habsyi mengatakan pada Fayakhun bahwa pihaknya akan menyiapkan fee sebesar 6 persen dari total nilai proyek untuk memuluskan rencana penambahan anggaran itu.
Pada bulan sebelumnya atau Maret 2016, Ali Habsyi rupanya telah bertemu dengan Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah. Dia menawarkan kepada Fahmi sejumlah proyek di lingkungan Bakamla.
Untuk itu, Fahmi diminta mengikuti arahan dari Ali Habsyi. Selain itu, Ali Habysi pun meminta fee sebesar 15 persen dari nilai pagu anggaran proyek tersebut.
Setelah bertemu Ali Habsyi, Fayakhun aktif berkomunikasi dengan Fahmi Darmawansyah. Pada 29 April 2016, Fayakhun pernah mengatakan pada Fahmi bahwa komisi I merespons positif pengajuan tambahan anggaran dari Bakamla sebesar Rp3 Triliun. Di dalam pengajuan anggaran itu, terdapat alokasi untuk proyek pengadaan satelite monitoring dan drone senilai Rp850 Milyar. Proyek pengadaan itu dijanjikan akan dikerjakan perusahaan milik Fahmi Darmawansyah.
"Terdakwa juga mengatakan akan “mengawal” usulan alokasi tambahan anggaran di Komisi I DPR [proses penganggaran] untuk proyek-proyek di Bakamla RI dengan syarat Terdakwa mendapatkan komitmen fee dari Fahmi Darmawansyah untuk pengurusan tambahan anggaran tersebut," kata jaksa Ikhsan.
Fayakhun pun mengatakan pada Fahmi Darmawansyah bahwa dirinya sudah meminta kepada Ali Habsyi untuk memasukkan proyek satelite monitoring dan drone ke dalam usulan tambahan anggaran Bakamla. Namun, Fayakhun meminta kenaikan fee sebesar 1 persen sehingga totalnya menjadi 7 persen dari nilai proyek. Fahmi pun menyetujui permintaan Fayakhun.
Penyerahan uang lalu dilakukan secara bertahap sebanyak dua kali transfer melalui 4 nomor rekening yang berbeda. Transfer pertama dilakukan Fahmi pada 4 Mei 2016 sebesar 300 ribu dolar AS dan tahap selanjutnya 627.756 dolar AS.
"Selanjutnya terdakwa memerintahkan Agus Gunawan untuk mengambil uang tersebut secara tunai. Agus Gunawan lalu mengambil uang di rekening tersebut melalui bantuan dari Lie Ketty secara bertahap dan kemudian diserahkan Agus Gunawan kepada Terdakwa," ujar jaksa Ikhsan.
Atas perbuatannya tersebut, jaksa KPK mendakwa Fayakhun Andiadi telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom