tirto.id -
"Justru polisi seperti PR, public relation yang kemudian bukan justru mendatangi mbak Ratna mencari informasi yang secukupnya terkait dengan pengakuan mbak Ratna, tapi justru kemudian membuat narasi-narasi yang lain," kata Dahnil saat dihubungi, Rabu (3/10/2018).
Seharusnya, menurut Dahnil, langkah awal polisi adalah bertanya kepada Ratna sebagai korban dan orang-orang di sekitarnya, baru melakukan langkah-langkah lebih lanjut. Prosedur itu, menurut Dahnil, adalah bagian dari azas praduga tak bersalah kepada korban.
Terlebih, kata Dahnil, kasus ini tergolong bukan delik aduan, sehingga polisi semestinya memulai dengan meminta keterangan korban. Hal tersebut, menurutnya, adalah sebagai bentuk pembelaan hukum terhadap korban yang semestinya dilakukan kepolisian.
"Polisi seolah-olah aktif menegasikan Bu Ratna tanpa ada upaya meminta keterangan yang bersangkutan. Kemudian korban di media menyatakan beliau tidak mau melapor, segala macam, kan polisi juga bisa aktif mendatangi yang bersangkutan," kata Dahnil.
Hal itu, menurut Dahnil, berbeda dengan yang dilakukan pihaknya, ketika kemarin (2/10/2018) Prabowo Subianto, Amien Rais, Fadli Zon dan sejumlah tokoh koalisi Adil Makmur meminta keterangan dari Ratna selaku korban begitu mendengar kabar pengeroyokan ini.
"Posisi kami tentu dalam posisi berprasangka baik sejak awal terhadap pengakuan Bu Ratna. Ada perempuan 70 tahun beliau mengaku dianiaya, tentu manusia normal tanpa berprasangka buruk macam-macam pasti tersentuh, kita bersimpati dan berempati," kata Dahnil.
Terkait kasus Ratna, polisi telah melakukan serangkaian penelusuran. Kemarin, Kadiv Humas Polri, Irjend (Pol) Setyo Wasisto melalui keterangan tertulisnya menyatakan, Polrestabes Bandung telah melakukan pengecekan nama Ratna di 23 Rumah Sakit di Bandung, guna menelusuri kejadian ini.
"Hasil pengecekan di Polrestabes Bandung dan 28 polsek jajaran dari tanggal 21 September sampai dengan 2 Oktober 2018. Tidak ada laporan polisi penganiayaan atas nama korban Ratna Sarumpaet," kata Setyo.
23 rumah sakit yang sudah dicek itu, menurut Setyo, adalah Rs Hasan sadikin, Rs. Muhammadiyah, Rsud Ujung berung, Rs. Hermina Arcamanik, Rs. Hermina Pasteur, Rs. Halmahera, Rs. Sariningsih, Rs. Dr. Salamun, Rs. Adven, Rs. Boromeus, Rs. Santosa gardujati, Rs. Kebon jati, Rs. Rajawali, Rs. Santoyusup, Rs. Al islam, Rs. Santosa jl kopo, Rs. Melinda 1, Rs. Ibu & Anak antap, Rs. Limijati, Poliklinik BMS, Rs. Rotinsulu, Puskesmas Nihil, dan Rs. Melinda 2.
Selain itu, Setyo mengungkapkan, jajarannya juga telah melakukan penyelidikan dan koordinasi dengan pihak Bandara Husein Sastranegara Bandung.
Namun, menurut Setyo, nama Ratna tetap tak ditemukan dalam manifest penumpang pesawat di Bandara Husein Sastranegara pada 21 September 2018. Hasil itu, setelah dilakukan pengecekan terhadap penerbangan dari maskapai, Garuda, Citilink, Nam Air, Xpres Air dan Air Asia.
Sementara, berdasarkan draf Laporan Hasil Penyelidikan Polda Metro Jaya yang diterima menyatakan, gawai Ratna terdeteksi berada di Jakarta sejak tanggal 20 sampai 24 September 2018.
Hal ini berbeda dengan keterangan Dahnil dan sejumlah pihak lainnya sebelumnya bahwa, Ratna mengalami pengeroyokan di Bandung pada 21 September 2018.
Ditemukan pula daftar transfer uang ke RS Khusus Bedah Bina Estetika dari rekening Ratna sebanyak tiga kali, pada 20, 21 dan 24 September 2018 yang menguatkan dugaan warganet bahwa yang bersangkutan tidak mengalami luka akibat dikeroyok, tapi hasil dari operasi kecantikan.
Sampai saat ini, Ratna belum bisa dihubungi dan ditemui untuk dikonfirmasi mengenai kejadian yang menimpanya. Namun, rencananya sore ini ia akan melakukan konferensi pers di rumahnya.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri