Menuju konten utama

Daftar Varian Baru Corona Hasil Mutasi 2020-2021 dan Sebarannya

Setidaknya terdapat 5 varian baru virus corona hasil mutasi pada 2020 dan 2021 yang dinilai oleh WHO layak diwaspadai.

Daftar Varian Baru Corona Hasil Mutasi 2020-2021 dan Sebarannya
Ilustrasi corona virus. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Penularan virus corona (Sars-CoV-2) yang memicu persebaran penyakit Covid-19 secara global pada 2020 hingga tahun ini membawa dampak signifikan, baik di sektor kesehatan, ekonomi, sosial dan lain sebagainya.

Pandemi Covid-19 sejauh ini telah menyebabkan hampir 100 juta orang terkena infeksi Sars-CoV-2 (nama resmi virus corona penyebab Covid-19), dengan 2 juta lebih di antaranya meninggal dunia.

Di sisi lain, perkembangan mutasi virus corona juga menyita perhatian banyak praktisi kesehatan dan negara. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun konsisten memantau perkembangan mutasi virus Sars-CoV-2 untuk mengantisipasi dampaknya.

Mutasi virus ini tercatat sudah terjadi sejak awal 2020. Selama tahun 2020, setidaknya terdapat 4 varian baru virus corona hasil mutasi di beberapa negara yang menjadi sorotan WHO. Keempatnya menyita perhatian banyak pihak, termasuk ilmuwan, sebab dikhawatirkan memicu dampak serius.

Siaran resmi WHO menunjukkan bahwa keempat varian baru corona itu terdeteksi pertama kali di beberapa negara, termasuk Inggris, Denmark, dan Afrika Selatan.

Sementara pada Januari 2021, setidaknya ada satu varian baru corona yang masuk dalam radar WHO karena dikhawatirkan akan memperparah pandemi. Berikut daftar varian baru virus corona, yang merupakan hasil mutasi pada tahun 2020-2021 yang disorot oleh WHO.

Varian Corona Mutasi D614G

Varian SARS-CoV-2 dengan substitusi D614G dalam gen yang mengkode protein spike diketahui sudah muncul sejak akhir Januari atau awal Februari 2020. Artinya varian baru ini sudah menyebar saat awal pandemi.

WHO menyatakan mutasi D614G menggantikan strain SARS-CoV-2 awal yang semula diidentifikasi di Cina, hanya beberapa bulan usai kemunculannya. Pada Juni 2020, hasil mutasi D614G terpantau sudah menjadi strain yang dominan dalam peredaran virus corona di dunia.

Varian virus corona D614G terbukti lebih menular daripada strain awal SARS-CoV-2. Meski begitu, varian D614G tidak memicu gejala infeksi yang lebih parah ataupun berdampak kepada efektivitas tes untuk diagnosa Covid-19, perawatan, dan vaksin.

Laporan WHO menunjukkan, hingga 17 Januari 2021, sebaran mutasi D614G masih dominan di populasi virus corona secara global.

Hasil pelacakan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, seperti dilansir Satgas Penanganan Covid-19, juga menunjukkan mutasi D614G banyak ditemukan di Indonesia, sejak April 2020 lalu.

Untuk diketahui, protein spike adalah bagian di permukaan virus corona yang berbentuk seperti paku-paku. Bagian ini memungkinkan virus corona bisa masuk ke dalam sel inang, sehingga dapat menginfeksi tubuh, karena punya kecenderungan mudah terikat pada ACE2.

Sementara ACE2 merupakan reseptor, berupa enzim yang menempel di permukaan sel beberapa organ, seperti paru-paru, arteri, jantung, ginjal, dan usus. Artinya, ACE2 adalah pintu masuk virus corona ke sel beberapa organ saat menginfeksi tubuh manusia.

Adapun mutasi, varian, dan strain memiliki perbedaan meski kerap disebut secara bergantian saat menggambarkan epidemiologi Covid-19. Mutasi merujuk kepada proses perubahan aktual dalam urutan genetik. Jika menghasilkan virus dengan urutan genetik berbeda, hasil perubahan itu disebut varian. Sedangkan varian juga disebut strain apabila memiliki karakteristik yang berbeda.

Varian Corona VOC 202012/01

Pada 14 Desember 2020, pihak berwenang Inggris melaporkan kepada WHO bahwa mereka telah mendeteksi varian baru virus corona yang disebut B117 atau SARS-CoV-2 VOC 202012/01 (Varian of Concern, tahun 2020, bulan 12, varian 01).

WHO menyatakan varian VOC 202012/01 berisi 23 substitusi nukleotida dan tidak terkait secara filogenetik dengan virus SARS-CoV-2 yang beredar di Inggris pada saat varian itu terdeteksi.

Bagaimana dan dari mana varian VOC 202012/01 berasal tidak jelas. Varian B117 tersebut semula ditemukan menyebar di kawasan Inggris bagian tenggara. Namun, hanya dalam beberapa pekan, varian ini menggantikan peredaran garis keturunan lain virus corona di London, dan Inggris bagian tenggara.

Pada 26 Desember 2020, varian VOC 202012/01 telah diidentifikasi dari pengambilan sampel rutin dan pengujian genomik yang dilakukan di seluruh wilayah Inggris Raya.

Penemuan epidemiologi, pemodelan, filogenetik dan klinis awal menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 varian VOC 202012/01 telah meningkatkan penularan Covid-19.

Meski lebih mudah menular, studi pendahuluan di Inggris juga menunjukkan bahwa varian ini tidak berpengaruh pada tingkat keparahan gejala akibat Covid-19, atau terjadinya infeksi ulang.

Namun, mutasi lain di varian VOC 202012/01, dengan delesi di posisi 69/70del terindikasi mampu mengurangi efektivitas kinerja tes PCR dengan target gen S. Karena sebagian besar tes PCR yang digunakan di seluruh dunia menggunakan banyak target, dampak itu tidak terlalu dikhawatirkan.

WHO mencatat, hingga 30 Desember 2020, varian VOC-202012/01 telah dilaporkan menyebar di 31 negara dari enam regional. Lantas, per 17 Januari 2021, varian ini ditemukan sudah menyebar di 58 negara.

Kemunculan varian baru virus corona asal Inggris yang diyakini lebih menular tersebut mendorong banyak negara membatasi kunjungan warga asing.

Pemerintah Indonesia, dengan alasan yang sama, telah membatasi kunjungan warga asing dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat sejak akhir Desember 2020 hingga 8 Februari 2021.

Penyebaran varian VOC 202012/01 memang terbukti cepat. Data laporan WHO menginformasikan bahwa varian asal Inggris itu telah menyebar ke 70 negara di enam regional per 25 Januari 2021. Transmisi lokal varian VOC 202012/01 juga sudah ditemukan di beberapa negara Eropa.

Varian Corona 501Y.V2

Pada 18 Desember 2020, Pemerintah Afrika Selatan mengumumkan telah mendeteksi varian baru virus corona (SARS-CoV-2) yang menyebar dengan cepat di tiga provinsi.

Otoritas kesehatan Afrika Selatan menamai varian ini 501Y.V2, karena mutasi N501Y. Meski varian corona VOC 202012/01 dari Inggris juga memiliki mutasi N501Y, analisis filogenetik menunjukkan bahwa 501Y.V2 dari Afrika Selatan adalah strain yang sama sekali berbeda.

Mengutip keterangan WHO, pada 16 November 2020, pemerintah Afrika Selatan sudah mendapati bahwa varian 501Y.V2 telah mendominasi populasi virus corona di provinsi Eastern Cape, Western Cape, dan KwaZulu-Natal.

Sementara data genom sequencing menunjukkan varian 501.V2 dengan cepat menggantikan garis keturunan lain yang beredar di Afrika Selatan. Studi pendahuluan juga menunjukkan bahwa varian tersebut memicu viral load (jumlah virus dalam darah) yang lebih tinggi dari strain corona lain.

Semua bukti menunjukkan bahwa 501Y.V2 lebih menular, meskipun sejumlah faktor lainnya terkait transmisi virus masih diselidiki. Sekalipun demikian, belum terdapat bukti bahwa varian ini memicu penyakit yang lebih parah.

Pada 30 Desember, varian 501Y.V2 dari Afrika Selatan telah dilaporkan menyebar ke empat negara lain. Sementara pada 17 Januari 2021, sesuai dengan catatan WHO, varian ini sudah menyebar di 22 negara.

Merujuk laporan WHO terbaru, persebaran varian corona 501Y.V2 dari Afrika Selatan menjangkau 31 negara, berdasarkan data yang dirilis pada 25 Januari 2021.

Varian Corona Cluster 5

Pada Agustus dan September 2020, varian baru corona yang berhubungan dengan infeksi Covid-19 pada sejumlah hewan cerpelai (keluarga musang) ternak ditemukan North Jutland, Denmark.

Varian baru corona yang disebut bernama "Cluster 5" oleh otoritas kesehatan Denmark tersebut, menurut WHO, memiliki kombinasi mutasi yang sama sekali baru.

Studi pendahuluan di Denmark menyimpulkan varian baru corona Cluster 5 berpotensi mengurangi kapasitas tubuh manusia dalam menetralisasi virus SARS-CoV-2. Maka itu, varian baru corona ini dikhawatirkan membuat kekebalan orang yang sudah terinfeksi terhadap Covid-19 menurun.

Hingga akhir 2020 lalu, studi untuk mengamati varian Cluster 5 masih dilakukan. Sampai dengan November 2020, pemerintah Denmark baru menemukan 12 kasus Covid-19 yang disebabkan oleh varian Cluster 5. Varian ini juga diperkirakan tidak menyebar luas.

Yang menarik adalah langkah antisipasi yang dilakukan pemerintah Denmark. Otoritas di negara Eropa itu memutuskan untuk memusnahkan 17-an juta ekor cerpelai untuk mencegah penyebaran varian Cluster 5. Cerpelai banyak diternak di Denmark untuk menyuplai bahan industri garmen dan bulu mata palsu.

Strategi tersebut bisa jadi efektif, tapi belakangan memunculkan polemik politik di Denmark. Pada awal Desember 2020, pemerintah Denmark mengakui kebijakan pemusnahan jutaan ekor cerpelai itu merupakan langkah gegabah dan tidak memiliki dasar hukum. Pernyataan itu diikuti langkah pengunduran diri dari Menteri Pangan dan Pertanian Denmark, demikian dilansir NBC News.

Varian Corona P.1

Varian terbaru hasil mutasi virus corona yang menjadi sorotan dalam laporan WHO di pertengahan Januari 2021, adalah strain bernama P.1. Varian ini diidentifikasi pertama kali pada 6 Januari 2021.

Mengutip laporan mingguan WHO yang terbit pada 20 Januari 2021, varian P.1 ditemukan beredar di kawasan Manaus, ibu kota negara bagian Amazonas, Brasil.

Varian P.1 termasuk dalam klade Nextstrain 20B, klade GISAID GR, dan garis keturunan Pangolin B.1.1.28, demikian keterangan WHO. Varian ini memiliki mutasi N501Y, E484K, K417T, serta delesi ORF1b (del11288-11296) di protein spike.

Meski informasi soal efek varian P.1 masih terbatas, WHO menyatakan strain baru tersebut punya perubahan asam amino seperti di varian VOC 202012/01 dan 501Y.V2.

Jadi, varian baru ini dinilai memiliki pula potensi meningkatkan penularan Covid-19 dan berdampak pada netralisasi antibodi, yang memicu infeksi ulang di kalangan eks pasien positif corona.

Berdasarkan data WHO yang dirilis pada 25 Januari 2021, varian P.1 ditemukan sudah menyebar di 8 negara, termasuk Brasil, AS, Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara Eropa. Varian tersebut ditemukan di antara pelancong asal Brasil.

Masih mengutip laporan WHO, studi awal di Kota Manaus menyimpulkan ada peningkatan proporsi kasus yang diidentifikasi sebagai varian P.1, dari 52,2 persen pada Desember 2020 menjadi 85,4 persen di bulan Januari 2021.

Data ini serta perkembangan jumlah kasus di Brasil, menurut WHO meningkatkan kekhawatiran bahwa varian P.1 membuat Covid-19 lebih menular, sekaligus memicu infeksi ulang. Meski begitu, WHO mengakui perlu studi lebih lanjut untuk membuktikan hal tersebut.

Penemuan varian P.1 di awal Januari 2021 mengkhawatirkan, karena bersamaan dengan lonjakan tinggi kasus Covid-19 di Kota Manaus.

Penambahan kasus yang melesat membuat sistem kesehatan di Kota Manaus ambruk untuk kedua kalinya selama pandemi, demikian mengutip New York Magazine. Padahal, beberapa ahli kesehatan sempat memperkirakan sudah ada kekebalan komunitas (herd immmunity) di Kota Manaus pada musim gugur 2020, setelah kawasan ini dihantam gelombang pertama penularan Covid-19.

Maka itu, para ilmuwan kini sedang meneliti kemungkinan varian P.1 berperan memicu gelombang kedua penularan Covid-19 di Kota Manaus.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH