Menuju konten utama

Daftar Nama Khalifah yang Memimpin Bani Abbasiyah dan Periodenya

Berikut ini daftar 37 nama-nama khalifah yang memimpin Bani Abbasiyah dan tokoh-tokoh penting pada masa tersebut.

Daftar Nama Khalifah yang Memimpin Bani Abbasiyah dan Periodenya
Peta wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. wikimedia commons/AbdurRahman AbdulMoneim

tirto.id - Nama-nama khalifah yang memimpin Bani Abbasiyah terdiri dari 37 penguasa. Daftar 37 nama khalifah Bani Abbasiyah itu dimulai dari Abu Abbas As Saffah yang berkuasa pada 750-754 masehi.

Abu Abbas As Saffah atau Abu al-Abbas Abdullah bin Muḥammad al-Saffaḥ adalah pendiri Bani Abbasiyah sebagai sebuah dinasti kekhalifahan. Khalifah Bani Abbasiyah pertama ini memiliki garis keturunan yang terhubung langsung dengan paman Nabi Muhammad SAW, yakni Abbas bin Abdul-Muththalib.

Periode Kekhalifahan Abbasiyah berkuasa adalah selama 5 abad, dari tahun 750 M hingga 1258 M (132-656 hijriyah). Sejarah Bani Abbasiyah berkuasa ini dikenang sebagai periode keemasan peradaban Islam, yang ditandai oleh pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan.

Daftar Nama Khalifah Bani Abbasiyah

Berikut ini daftar 37 nama-nama khalifah yang memimpin Bani Abbasiyah yang berkuasa selama sekitar lima abad:

  1. Abu al-Abbas as-Saffah (750-754 M atau 132-136 H)
  2. Abu Ja’far Al Mansur (754-775 M atau 136-158 H)
  3. Al-Mahdi (775-785 M atau 158-169 H)
  4. Al-Hadi (785-786 M atau 169-170 H)
  5. Harun al-Rashid (786-809 M atau 170-193 H)
  6. Al-Amin (809-813 M atau 193-198 H)
  7. Al-Ma'mun (813-833 M atau 198-218 H)
  8. Al-Mu'tasim (833-842 M atau 218-227 H)
  9. Al-Watsiq (842-847 M atau 227-232 H)
  10. Al-Mutawakkil (847-861 M atau 232-247 H)
  11. Al-Muntasir (861-862 M atau 247-248 H)
  12. Al-Musta'in (862-866 M atau 248-252 H)
  13. Al-Mu'tazz (866-869 M atau 252-255 H)
  14. Al-Muhtadi (869-870 M atau 255-256 H)
  15. Al-Mu'tamid (870-892 M atau 256-279 H)
  16. Al-Mu'tadid (892-902 M atau 279-289 H)
  17. Al-Muktafi (902-908 M atau 289-295 H)
  18. Al-Muqtadir (908-932 M atau 295-320 H)
  19. Al-Qahir (932-934 M atau 320-322 H)
  20. Ar-Radhi (934-940 M atau 322-329 H)
  21. Al-Muttaqi (940-944 M atau 329-333 H)
  22. Al-Mustakfi (944-946 M atau 333-334 H)
  23. Al-Muti' (946-974 M atau 334-363 H)
  24. Al-Ta'i' atau Ath-Tha'i Lillah (974-991 M atau 363-381 H)
  25. Al-Qadir (991-1031 M atau 381-422 H)
  26. Al-Qa'im (1031-1075 M atau 422-467 H)
  27. Al-Muqtadi (1075-1094 M atau 467-487 H)
  28. Al-Mustazhir (1094-1118 M atau 487-512 H)
  29. Al-Mustarshid (1118-1135 M atau 512-529)
  30. Al-Rashid (1135-1136 M atau 529-530 H)
  31. Al-Muqtafi (1136-1160 M atau 530-555 H)
  32. Al-Mustanjid (1160-1170 M atau 555-566 H)
  33. Al-Mustadi' (1170-1180 M atau 566-575 H)
  34. Al-Nasir (1180-1225 M atau 575-622 H)
  35. Al-Zahir (1225-1226 M atau 622-623 H)
  36. Al-Mustansir (1226-1242 M atau 623-640 H)
  37. Al-Musta'sim (1242-1258 M atau 640-656 H).

Periodisasi Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah

Setelah menggulingkan Kekhalifahan Dinasti Umayyah pada tahun 750 M, pemerintahan Daulah Abbasiyah selama 5 abad berhasil menjangkau wilayah yang amat luas. Wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah meliputi seluruh Jazirah Arab, Persia, Afrika Utara, sebagian Asia Kecil (kini wilayah Turki), Asia Tengah, hingga perbatasan India. Wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah itu saat ini menjadi bagian dari 30-an negara.

Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan salah satu periode paling berpengaruh dalam sejarah Islam. Era ini ditandai dengan kemajuan politik dan ekonomi dunia Islam yang melahirkan kota-kota besar yang maju, terutama Baghdad sebagai pusat kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Kota-kota itu menjadi pusat kemakmuran, kebudayaan, sekaligus ilmu pengetahuan yang maju.

Namun, tidak semua bagian dari periode Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah merupakan era keemasan. Karena itu, para sejarawan membagi masa Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah ke dalam 4 periode.

Merujuk pada rumusan para ahli sejarah Islam, periodisasi Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut:

1. Periode Pertama Daulah Abbasiyah (750-847 M)

Periode pertama ini diawali dengan naiknya Abu Abbas As-Saffah menjadi khalifah pertama Dinasti Abbasiyah pada tahun 750 M (132 Hijriyah). Periode awal ini berlangsung hingga masa kekuasaan khalifah Al-Watsiq berakhir pada tahun 847 M (232 H). Al-Watsiq merupakan khalifah Bani Abbasiyah kesembilan.

Periode pertama ini diawali dengan masa konsolidasi kekuasaan yang berlangsung pada era Abu Abbas As-Saffah dan khalifah kedua Daulah Abbasiyah, yakni Abu Ja’far Al Mansur. Setelah itu, Daulah Abbasiyah dengan cepat mampu berkembang hingga mencapai puncak kejayaan pada masa khalifah Harun Al-Rasyid (khalifah Bani Abbasiyah kelima). Masa keemasan Daulah Abbasiyah ini sering disebut The Golden Age of Islam.

Pada masa kekhalifahan Harun Al-Rasyid, Kota Baghdad segera menjadi pusat kemajuan dan ilmu pengetahuan. Pada era ini, banyak ilmuwan muslim bermunculan. Setelah terjadi perebutan kekuasaan di antara putra Harun Al-Rasyid di era Khalifah Al-Amin, kemajuan Daulah Abbasiyah semakin memuncak ketika Al-Ma'mun berkuasa.

Khalifah Al-Ma'mun dikenal sebagai penguasa yang cerdas dan gemar mendalami ilmu pengetahuan. Perpustakaan yang jadi pusat penelitian intelektual masa itu, Baitul Hikmah yang didirikan pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid semakin maju dan menjadi lembaga formal di era Khalifah Al-Ma'mun.

Secara keseluruhan ada 9 khalifah Dinasti Abbasiyah yang berkuasa pada masa periode pertama, yakni:

  • Abu al-Abbas as-Saffah
  • Abu Ja’far Al Mansur
  • Al-Mahdi
  • Al-Hadi
  • Harun al-Rashid
  • Al-Amin
  • Al-Ma'mun
  • Al-Mu'tasim
  • Al-Watsiq.

2. Periode Kedua Daulah Abbasiyah (847 M-945 M)

Periode kedua ini berlangsung sejak era kekuasaan khalifah Dinasti Abbasiyah kesepuluh, yakni Al-Mutawakkil (847-861 M hingga keluarga Buwaihi mulai menguasai pemerintahan.

Pada masa pemerintahan Al-Mutawakkil, pengaruh orang-orang Turki menguat. Upaya Al-Mutawakkil untuk menggerus pengaruh orang-orang Turki pada militer Daulah Abbasiyah bahkan berujung pada pembunuhan sang khalifah.

Para pengganti Al-Mutawakkil dianggap sebagai khalifah yang lemah dan tidak mampu mengimbangi pengaruh orang-orang Turki yang terus menguat.

Nur Ahmad Fadhil Lubis dalam Ensiklopedi Tematik Dunia Islam (2004) mencatat ada 13 khalifah Daulah Abbasiyah yang silih berganti naik takhta pada periode kedua ini yaitu:

  • Al-Mutawakkil
  • Al-Muntasir
  • Al-Musta’in
  • Al-Mu’taz
  • Al-Muhtadi
  • Al-Mu’tamid
  • Al-Mu’tadhid
  • Al-Muktafi
  • Al-Muqtadir
  • Al-Qahir
  • Al-Radhi
  • Al-Muttaqi
  • Al-Muktafi.

3. Periode Ketiga Daulah Abbasiyah (945 M-1055 M)

Periode kedua Daulah Abbasiyah ini disebut juga periode Buwaihi. Masa periode ketiga ini berlangsung sejak Bani Buwaihi berkuasa hingga munculnya Dinasti Saljuk.

Dinasti Buwayhiyah atau Bani Buwaihi merupakan para penguasa keturunan Abu Syuja' Buwaih dari Dailam (pedalaman Iran). Para pemimpin Bani Buwaihi amat berpengaruh sehingga berhasil mengendalikan kekuasaan di pemerintahan Daulah Abbasiyah selama tahun 934–1055 M.

Meskipun secara resmi wilayah kekuasaan Dinasti Buwaihiyah hanya mencakup Irak dan Persia Barat, pengaruhnya di Daulah Abbasiyah sangat kuat. Para khalifah Abbasiyah bahkan sekadar menjadi simbol karena kekuasaan sebenarnya dikendalikan oleh Bani Buwaihi. Uniknya, Bani Buwaihi menganut paham Syiah, sementara Dinasti Abbasiyah menjadi pengikut Sunni.

Terdapat 5 khalifah pada periode ketiga Daulah Abbasiyah ini, yaitu:

  • Al-Muktafi
  • Al-Muti
  • Al-Ta'i' (Ath-Tha'i Lillah)
  • Al-Qadir
  • Al-Qaim
Di sisi lain, ada 11 tokoh Bani Buwaihi yang memegang posisi kepala pemerintahan pada periode ketiga Daulah Abbasiyah, yakni:

  • Ahmad Mu’izz Ad-Daulah (Mulai 945 M)
  • Bakhtiar Izz Ad-Daulah (Mulai 967 M)
  • Adhud ad-Daulah (978-983 M)
  • Syams Am ad-Daulah (Mulai 983 M)
  • Syraf ad-Daulah (Mulai 987 M)
  • Baha ad-Daulah (Mulai 989 M)
  • Sultan ad-Daulah (Mulai 1012 M)
  • Musarrif a-Daulah (Mulai 1021 M)
  • Jalal ad-daulah (Mulai 1025 M)
  • Imadudin Abu Kalijar (Mulai 1044 M)
  • Malik ar-Rahim (1084-1055 M).

4. Periode Keempat Daulah Abbasiyah (1055-1258 M)

Periode keempat kekuasaan abbasiyah dikenal dengan istilah periode Saljuk. Periode ini dimulai ketika pemimpin dari Dinasti Saljuk menguasai pemerintahan Daulah Abbasiyah sejak tahun 1055 M (447 H). Masa ini berakhir ketika pasukan Mongol menghancurkan Baghdad dan meruntuhkan Daulah Abbasiyah pada 1258 M (656 H).

Dinastik Saljuk atau Bani Saljuk didirikan oleh orang-orang dari suku Ghuzz/Oghuz Turki. Nama Saljuk merujuk kepada salah satu pemimpin suku Oghuz yang bernama Saljuk bin Tuqaq (Duqaq).

Suku Oguz semula menempati wilayah utara laut Kaspia dan laut Aral. Namun, karena desakan penguasa Turkoman, orang-orang Oghuz bemigrasi ke Asia Tengah dan memeluk Islam ketika mendiami wilayah Jundi, dekat Bukhara.

Di sana, mereka dilindungi oleh Dinasti Samaniyah. Keturunan Saljuk bin Tuqaq kemudian merdeka setelah Dinasti Samaniyah dikalahkan Dinasti Ghazwaniyah.

Saat Tugril Beq (1038-1063) berkuasa, Dinasti Saljuk mengalahkan Dinasti Ghaznawiyah. Tugril lantas menjadi sultan yang mendapatkan pengakuan dari Kekhalifahan Abbasiyah.

Namun, pengaruh Dinasti Saljuk segera menguat di pemerintahan Abbasiyah. Akibatnya, Tugril Beq dan para penerusnya mampu mengendalikan kekhalifahan.

Para khalifah Abbasiyah pada periode keempat juga memiliki kekuasaan lemah. Tercatat ada 13 khalifah Bani Abbasiyah pada periode keempat (periode Saljuk), yakni:

  • Al-Qaim
  • Al-Muqtadi
  • Al-Mustazir
  • Al-Mustarsyid
  • Ar-Rasyid
  • Al-Muqtafi
  • Al-Mustanjid
  • Al-Mustadi
  • An-Nasir
  • Az-Zahir
  • Al-Mustansir
  • Al-Musta’sim.

Siapa Saja Tokoh Pada Masa Abbasiyah?

Dinasti Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-9 dan ke-10 M. Kemajuan pesat di berbagai bidang tidak lepas dari kepemimpinan khalifah Harun ar-Rasyid dan al-Ma'mun.

Era ini melahirkan banyak tokoh ilmuwan ternama seperti Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan Al-Farabi, dan masih banyak lagi. Di antara contoh tokoh cendekiawan muslim brilian dari masa Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut:

1. Ibnu Sina

Abu Ali al-Husain bin Abdullah bin Sina, dikenal di dunia Barat sebagai Avicenna, adalah seorang dokter dan filsuf ternama yang lahir di Afsyana, dekat Bukhara, pada tahun 980 M. Kehebatannya dalam bidang kedokteran mengantarkannya pada julukan "Bapak Kedokteran Modern" dari banyak ilmuwan.

Karya monumental Ibnu Sina, "al-Qanun fi at-Tibb" (Canon of Medicine), menjadi rujukan utama dalam dunia kedokteran selama berabad-abad. Buku ini memuat pengetahuannya yang luas tentang anatomi, fisiologi, penyakit, dan pengobatan, menjadikannya sumber ilmu yang tak ternilai bagi para dokter di seluruh dunia.

Kontribusi Ibnu Sina tak hanya terbatas pada "al-Qanun fi at-Tib". Ia juga menulis karya-karya lain dalam berbagai bidang, seperti filsafat, teologi, dan psikologi. Kejeniusannya mengantarkannya pada pengakuan sebagai salah satu ilmuwan paling berpengaruh dalam sejarah Islam dan dunia.

2. Al Khawarizmi

Al Khwarizmi memiliki nama lengkap Abu Ja'far Muhammad bin Musa Al-Khwarizmi. Dunia Matematika tak lepas dari nama Al-Khawarizmi, ilmuwan Muslim yang berkontribusi besar dalam pengembangan aljabar dan algoritma.

Karya Hisab al-jabr wa al-Muqabala (The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing) menjadi landasan penting dalam pengembangan kedua bidang tersebut. Dalam buku ini, Al-Khwarizmi menjabarkan pengetahuannya yang luas tentang bilangan asli, operasi matematika dasar (penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian), hingga penyelesaian persamaan linear dan kuadrat.

Kontribusi Al-Khawarizmi tak hanya berhenti di situ. Ia juga memperkenalkan konsep-konsep penting dalam aljabar, seperti variabel, koefisien, dan lainnya.

3. Ar Razi

Lahir di Teheran pada tahun 865 M, Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi, atau dikenal di dunia Barat sebagai Rhazes. Sejak muda, ia mendedikasikan dirinya untuk mendalami berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk filsafat, kimia, matematika, dan kesusastraan.

Kegigihannya dalam belajar mengantarkan ar-Razi pada banyak kontribusi monumental, terutama dalam bidang kedokteran modern. Ia tercatat sebagai orang pertama yang berhasil menjelaskan penyakit cacar dengan detail, membuka jalan bagi pemahaman dan penanggulangan penyakit tersebut yang lebih efektif.

4. Ibnu al Haitsam

Abu Ali al-Hasan bin al-Hasan bin Haitsam, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu al-Haitsam dan Alhazen di Barat, hidup pada tahun 965-1040 M. Ia lahir di Basra (Irak) dan meninggal di Kairo (Mesir).

Ibnu Al Haitsam tercatat sebagai ilmuwan Muslim yang berani mendobrak teori lama. Ia menentang pandangan kuno yang menyebutkan bahwa mata memancarkan cahaya untuk melihat benda. Melalui penelitiannya yang cermat, Ibnu al-Haitsam justru membuktikan bahwa cahaya lah yang dipancarkan benda dan kemudian diterima oleh mata.

Tak hanya itu, Ibnu al-Haitsam didapuk sebagai pelopor ilmu optik modern. Teori-teorinya yang revolusioner banyak menginspirasi para ilmuwan Barat di kemudian hari. Roger Bacon dan Johannes Kepler, misalnya, mengakui pengaruh Ibnu al-Haitsam dalam penciptaan mikroskop dan teleskop - instrumen penting yang membuka wawasan manusia tentang dunia mikro dan makro.

Baca juga artikel terkait SEJARAH ISLAM atau tulisan lainnya dari Ruhma Syifwatul Jinan

tirto.id - Edusains
Kontributor: Ruhma Syifwatul Jinan
Penulis: Ruhma Syifwatul Jinan
Editor: Addi M Idhom