tirto.id - Presiden Joko Widodo bercerita saat ia memutuskan untuk tidak melakukan lockdown saat kasus COVID-19 di Indonesia meningkat drastis. Padahal, hampir di atas 50 persen masyarakat meminta lockdown.
Jokowi mengaku senang Indonesia tidak mengambil opsi lockdown karena menurutnya dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi.
"Awal-awal hampir mungkin 70 negara semuanya melakukan lockdown, di kabinet sendiri 80 persen minta lockdown, survei juga rakyat minta lebih dari 80 persen lockdwon," kata Jokowi, Rabu dalam acara sarasehan 100 ekonom pada acara Normalisasi Kebijakan Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia yang digelar Indef, Rabu (7/9/2022).
Jokowi berkelakar bila dirinya harus melakukan semedi untuk menentukan perlu tidaknya melakukan lockdown.
"Tapi saat itu saya semedi, saya endapkan betul apakah bener kita harus melakukan itu dan jawabannya saat itu saya jawab tidak usah lockdown!" kata Jokowi.
Kala itu, Jokowi takut membayangkan dampak ekonomi dan politik ketika pemerintah mengambil kebijakan lockdown. Kini, ia masih sulit membayangkan Indonesia menerapkan lockdown yang berujung pada gangguan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Ternyata betul, saya enggak bisa membayangkan kalau saat itu kita lockdown mungkin kita bisa masuk ke minus lebih dari 17 persen," kata Jokowi.
Jokowi juga mengatakan pandemi mengajarkan Indonesia menghadapi banyak guncangan. Pemerintah akhirnya bekerja sama dengan banyak pihak dalam menghadapi pandemi mulai dari pemerintah pusat hingga tingkat RT. Ormas pun bersatu padu dengan TNI-Polri dalam menghadapi pandemi.
Ia berharap konsolidasi dalam menghadapi pandemi bisa bertahan di masa depan. Ia beralasan, Indonesia akan menghadapi ancaman lain seperti perang, krisis energi dan krisis pangan. Kebersamaan tersebut penting karena situasi global yang tidak menentu.
"Saya meyakini landscape politik globalnya akan berubah bergeser, lanskap ekonomi juga akan berubah dan bergeser ke arah mana ini yang belum ketemu," kata Jokowi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto