tirto.id - Konstitusi merupakan sumber hukum dan norma paling utama dalam kegiatan bernegara. Maka itu, konstitusi menjadi dasar segala hukum perundang-undangan di banyak negara, termasuk Indonesia.
Dalam ilmu hukum ketatanegaraan, jenis konstitusi bisa dibedakan berdasarkan beberapa klasifikasi. Dari berbagai klasifikasi itu, diketahui ada banyak jenis konstitusi yang berlaku di dunia.
Merujuk pada modul Konstitusi dan Konstitusionalisme terbitan MK (Mahkamah Konstitusi) RI, salah satu klasifikasi itu membedakan dari segi bentuk kodifikasinya, yakni konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis.
Di Indonesia, dua jenis konstitusi itu sama-sama berlaku. Di antara keduanya, konstitusi tertulis memiliki fungsi lebih besar dalam kehidupan bernegara di Republik Indonesia.
UUD 1945 merupakan contoh konstitusi tertulis di Indonesia. Namun, ada juga sejumlah contoh konstitusi tertulis di Indonesia selain UUD 1945.
Contoh Konstitusi Tertulis di Indonesia
Contoh konstitusi tertulis di Indonesia adalah Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 atau UUD 1945. UUD 1945 merupakan hukum tertinggi di Negara Republik Indonesia.
UUD 1945 menjadi dasar hukum utama dalam penyelenggaraan negara serta rujukan bagi semua peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Dalam perannya, UUD 1945 mengatur organisasi negara, termasuk pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Selain itu, konstitusi ini juga menetapkan prosedur penyelesaian masalah pelanggaran yurisdiksi.
UUD 1945 mencakup prinsip-prinsip dasar yang menjadi pijakan bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Keberadaannya menjamin adanya kepastian hukum dan secara resmi dicantumkan dalam dokumen tertulis.
Namun, UUD 1945 juga bukan barang beku yang tidak berubah. Isi UUD 1945 pada masa lalu dengan yang berlaku saat ini tidak sama. UUD 1945 yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Dasar yang sudah mengalami 4 kali amandemen (perubahan) pada tahun 1999-2000.
Selain UUD 1945, sejumlah konstitusi tertulis lainnya pernah berlaku di Indonesia. Karena itu, ada beberapa contoh konstitusi tertulis di Indonesia selain UUD 1945.
Berikut ini sejumlah contoh konstitusi tertulis di Indonesia:
- UUD 1945 (UUD 1945 versi asli yang ditetapkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945)
- UUD RIS 1949 (UUD Republik Indonesia Serikat yang berlaku pada 27 Desember 1949 hingga 17 Agusutus 1950)
- UUDS 1950 (UUD Sementara Republik Indonesia yang berlaku pada 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959)
- UUD 1945 Pasca-Reformasi 1998 (UUD 1945 yang saat ini berlaku merupakan Undang-Undang Dasar NRI 1945 yang telah mengalami 4 kali amandemen, yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2022).
Perbedaan Konstitusi Tertulis dan Tidak Tertulis
Konstitusi tertulis adalah jenis konstitusi yang didokumentasikan di dalam suatu naskah resmi dan menjadi acuan bagi segala jenis hukum perundang-undangan suatu negara.
Karena bentuknya tertulis dan tertuang dalam dokumen resmi, konstitusi tertulis memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan pasti. Contoh negara yang punya konstitusi tertulis adalah Indonesia, Amerika Serikat, India, Jerman, Perancis, dan lain sebagainya.
Konstitusi tertulis umumnya berisi sejumlah ketentuan yang menjadi dasar pelaksanaan pemerintahan suatu negara. Konstitusi tertulis menguraikan kerangka dan tugas pokok penyelenggaraan negara serta pemerintahan.
Konstitusi tertulis juga memuat hal-hal yang bersifat mendasar di suatu negara, seperti ideologi, tujuan, asas, hak-hak asasi manusia atau hak warga negara, hingga prosedur untuk mengubah isi konstitusi itu.
Sebaliknya, konstitusi tidak tertulis mencakup nilai-nilai, norma hukum, dan tradisi yang dianggap ideal, tetapi tidak terdokumentasi dalam naskah resmi. Konstitusi tidak tertulis biasa disebut dengan istilah konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan.
Salah satu contoh konstitusi tidak tertulis di Indonesia adalah pidato kenegaraan Presiden RI pada setiap 16 Agustus yang merupakan kebiasaan ketatanegaraan di Indonesia.
Konstitusi tertulis memberikan kepastian hukum yang lebih tegas daripada jenis konstitusi yang tidak tertulis. Perbedaan konstitusi tertulis dan tidak tertulis mencakup beberapa aspek yang berkaitan dengan cara penyusunan, sifat, dan keberlakuan.
Berikut adalah penjelasan mengenai perbedaan konstitusi tertulis dan tidak tertulis:
1. Cara penyusunanPenyusunan konstitusi tertulis yakni dengan dikodifikasikan dalam naskah resmi, yang dapat berupa dokumen hukum tunggal atau rangkaian undang-undang dasar. Perumusan konstitusi tertulis melalui serangkaian sidang resmi lembaga tertinggi negara.
Sementara itu, konstitusi tidak tertulis memuat ketentuan-ketentuan terkait kenegaraan atau pemerintahan yang muncul karena kebiasaan atau kesepakatan umum. Aturan atau norma dalam konstitusi tidak tertulis biasanya terbentuk dari hasil musyawarah, tradisi, kebiasaan, atau perkembangan alamiah.
2. SifatKonstitusi tertulis berisi aturan-aturan pokok dan prinsip-prinsip dasar negara yang harus dijalankan oleh semua lembaga negara. Karena itu, konstitusi tertulis memiliki sifat yang lebih tetap, kaku, dan mengikat. Perubahannya memerlukan amandemen melalui proses yang ditentukan prosedurnya secara baku.
Sementara itu, konstitusi tidak tertulis bersifat lebih fleksibel dan dapat berubah seiring waktu sesuai dengan kebutuhan atau pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat.
Konstitusi tidak tertulis cenderung mengekspresikan norma-norma dalam masyarakat dan kebiasaan yang dapat berkembang secara organik.
3. Masa KeberlakuanKonstitusi tertulis memiliki keberlakuan yang jelas dan tegas sejak saat diresmikan atau disahkan. Perubahan atau amandemen konstitusi tertulis biasanya melalui prosedur yang diatur secara hukum, dan baru dilakukan ketika ada alasan kuat atau mendesak.
Di sisi lain, meski tidak tertuang dalam dokumen resmi, konstitusi tidak tertulis memiliki keberlakuan yang diakui dan dihormati oleh masyarakat.
Sifatnya yang tidak resmi tidak mengurangi kekuatannya jika diakui dan dijalankan oleh lembaga-lembaga pemerintahan. Selama norma-normanya diakui oleh masyarakat dan semua elemen negara, ketentuan atau norma konstitusi tidak tertulis akan tetap berlaku.
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Addi M Idhom