tirto.id - Berita duka kembali datang dari lapangan hijau. Kiper Persela Lamongan Choirul Huda meninggal setelah mengalami cedera dada akibat benturan dengan sesama pemain di pertandingan hari Minggu (15/10/2017).
Dokter Yudistiro Andri Nugroho, Spesialis Anastesi, Kepala unit Instalasi Gawat Darurat RSUD dokter Soegiri Lamongan mengatakan, benturan itu menyebabkan trauma yang berakibat henti napas dan henti jantung.
Menurut analisis awal yang dilakukan tim dokter, Choirul Huda mengalami benturan di dada dan rahang bawah. Ada kemungkinan trauma dada, trauma kepala, dan trauma leher.
"Choirul Huda mengalami trauma benturan dengan sesama pemain, sehingga terjadi apa yang kami sebut henti napas dan henti jantung. Di dalam tulang leher itu ada sumsum tulang yang menghubungkan batang otak. Di batang otak itu ada pusat-pusat semua organ vital, pusat denyut jantung dan napas. Mungkin itu yang menyebabkan Choirul Huda henti jantung dan henti napas," kata Yudistiro, dalam keterangan pers.
Yudistiro juga menyatakan bahwa sesampainya Huda di UGD, pihak medis langsung melakukan pemasangan pipa napas. Dengan pemasangan pipa napas itu, diharapkan akan memompa oksigen ke otak dan jantung.
Menurut dokter, pompa jantung dan otak itu dilakukan selama satu jam tidak ada respons dan refleks tanda-tanda kehidupan normal. Penjaga gawang andalan kesebelasan berjuluk "Laskar Joko Tingkir" itu dinyatakan meninggal dunia pada pukul 17.15 WIB.
Baca juga:
- Kiper Persela Choirul Huda Meninggal karena Cedera Dada
- Tak Perlu Jadi Superman untuk Menolong Korban Henti Jantung
Kematian saat berolahraga tidak hanya ditemukan pada para atlet yang memang rutin melakukan latihan fisik. Seperti kita tahu, tokoh-tokoh lain seperti politikus Adjie Massaid dan Burhanuddin Napitupulu, serta pelawak dan pemain film Benyamin Sueb juga meninggal karena masalah jantung setelah berolahraga.
Dua pertanyaan muncul: bukankah jantung akan lebih kuat ketika kita rajin berolahraga? Atau adakah yang salah dengan pernyataan olahraga sebagai cara manusia untuk menjadi sehat dan berumur panjang?
Baca juga: Rajin Olahraga Mendongkrak Kepuasan Bercinta
Tim dari University of Illinois di Chicago melakukan riset dan melakukan pembandingan pola olahraga selama 25 tahun penelitian. Penelitian ini juga membandingkan olahraga laki-laki kulit putih dan kulit hitam. Penelitian tersebut menemukan hasil yang sangat mengejutkan, 86 persen responden kulit putih lebih mungkin mengalami penumpukan plak di arteri jantung pada usia paruh baya.
Olahraga dan latihan tingkat tinggi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan tekanan pada arteri, yang kemudian menyebabkan klasifikasi arteri koroner lebih tinggi, yang juga dikenal dengan istilah coronary artery calcification (CAC).
“Tingkat latihan yang tinggi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan tekanan pada arteri, yang menyebabkan CAC lebih tinggi. Kehadiran dan jumlah CAC merupakan tanda penyakit yang signifikan,” kata Dr. Jamal Rana, seorang ahli jantung di Kaiser Permanente di Oakland.
Namun, dia juga menambahkan, "Ini tidak menyarankan siapa pun untuk berhenti berolahraga."
Baca juga: Apa yang terjadi Jika Kita Berhenti Olahraga?
Paul Thompson, M.D., direktur kardiologi pencegahan di Rumah Sakit Hartford di Connecticut sekaligus peneliti yang mempelajari kematian dan latihan mendadak, mengatakan 10 persen serangan jantung yang dirawat di rumah sakitnya berhubungan dengan olahraga.
Studi Dr. Thompson dan yang lainnya juga menunjukkan kemungkinan kematian mendadak terjadi sekali dalam 15.000-18.000 kegiatan olahraga per tahun.
“Tingkat kematian karena olahraga lebih tinggi pada orang-orang yang berolahraga lama dan keras dibanding laki-laki yang berolahraga dalam waktu pendek dan keras,” kata Thompson.
Oleh karena itu, mengukur kondisi tubuh diri sendiri saat berolahraga adalah hal yang perlu dilakukan. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan peningkatan risiko kematian saat melakukan latihan fisik.
Pada saat olahraga berat dilakukan akan terjadi kram otot jantung ataupun kejang arteri koroner, terlebih jika awal olahraga langsung dengan latihan berat dan tanpa pemanasan. Kram otot jantung dan kejang arteri ini berkontribusi pada kurangnya pasokan oksigen ke jantung, yang bisa menyebabkan henti jantung.
Terjadinya henti jantung juga sering didahului oleh kondisi dehidrasi, ketidakseimbangan potasium dan magnesium, serta kadar mineral lainnya dalam darah.
Baca juga: Tionghoa di Dunia Olahraga Indonesia
Olahraga Tetap Penting
Meskipun banyak terjadi kematian setelah berolahraga, bukan berarti olahraga menyebabkan kematian. Ada faktor lain yang harus Anda perhatikan betul.
"Orang yang memiliki risiko kematian akibat olahraga adalah orang dengan penyakit jantung koroner yang kadang tidak terdeteksi gejalanya," kata Barry Franklin, Ph.D., kepala rehabilitasi jantung di Beaumont Hospital.
Olahraga melindungi jantung kita dengan dua cara. Pertama, olahraga dapat meningkatkan tekanan darah diastolik, yang mengatur kembalinya darah ke arteri koroner.
Kedua, kebanyakan dari kita cenderung menahan napas sebentar ketika berolahraga. Hal ini meningkatkan tekanan darah secara dramatis dan berguna untuk mencegah munculnya aneurismaatau pelebaran pembuluh darah abnormal terlokalisasi, yang disebabkan oleh melemahnya dinding pembuluh darah. Karenanya, oksigen tetap bisa mengalir dengan normal ke seluruh tubuh.
Selain itu, penarikan napas singkat dapat memberikan semacam tekanan balik pada dinding arteri yang menetralkan kenaikan tekanan darah, sehingga aneurisma dapat dihindari.
“Dengan kata lain, tubuh Anda tampaknya dirancang untuk melindungi dirinya sendiri selama latihan fisik atau berkegiatan berat. Sehingga, seharusnya tidak perlu khawatir dengan kematian ketika mengerjakan latihan fisik atau pekerjaan berat,” lanjut Franklin.
Jadi, apa yang harus dilakukan? Makan makanan sehat, periksa kondisi kesehatan (jantung) Anda, dan jangan terlalu ngoyo saat berolahraga.
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Maulida Sri Handayani