Menuju konten utama
Ritual mengantar arwah suku Da

Ritual Mengantar Arwah Suku DA

Penganut Hindu Kaharingan suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah memiliki puncak ritual kematian yang disebut tiwah.

Ritual Mengantar Arwah Suku DA
Anggota keluarga mendiang membersihkan tulang belulang jenazah. ANTARAFOTO/ Auliya Rahman
2025/03/08/tiwah-09.jpg
Anggota keluarga mendiang Dillie Djinu menabur emas di tulang kepala jenazah. ANTARAFOTO/ Auliya Rahman
2025/03/08/tiwah-03.jpg
Anggota keluarga mendiang memasukan tulang belulang yang telah dibersihkan kedalam peti kecil. ANTARAFOTO/ Auliya Rahman
2025/03/08/tiwah-02.jpg
Basir (rohaniawan) melakukan ritual di hadapan jenazah. ANTARAFOTO/ Auliya Rahman
2025/03/08/tiwah-05.jpg
Sejumlah warga menabuh alat musik tradisional saat prosesi ritual penombakan hewan kurban. ANTARAFOTO/ Auliya Rahman
2025/03/08/tiwah-06.jpg
Anggota keluarga mendiang menombak seekor kerbau. ANTARAFOTO/ Auliya Rahman
2025/03/08/tiwah-04.jpg
Sejumlah Basir (rohaniawan) melakukan ritual di Sandung Ngabe Soekah. ANTARAFOTO/ Auliya Rahman
Penganut Hindu Kaharingan suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah memiliki puncak ritual kematian yang disebut tiwah. Upacara tiwah bertujuan untuk mengantar arwah menuju surga, umat Hindu Kaharingan menyebutnya 'lewu tatau'. Hajatan besar itu membutuhkan sumber daya dan waktu cukup lama. Kali ini, upacara tersebut dilakukan secara massal, terdapat tiga puluh jenazah yang akan di-tiwahkan.

Upacara tiwah ini adalah rukun kematian terakhir bagi umat Hindu Kaharingan yang wajib dilakukan. Tiwah massal ini dilaksanakan sinergi antara Pemkot Palangka Raya dengan Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan dan keluarga yang mengikuti upacara tiwah

Ritual Tiwah dilaksanakan oleh sanak keluarga dan kerabat untuk keluarga mereka yang sudah mendahului, biasanya orang tua. Tiwah menjadi bakti sanak keluarga dan ungkapan cinta kasih pada orang tua yang telah melahirkan mereka di dunia. Umat Hindu Kaharingan meyakini terlahirnya manusia di muka bumi tercipta atas tiga unsur.

“Kita hidup di dunia mempunyai tiga unsur yakni dari Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa) meliputi telinga, hidung, mata, dan perasaan, entitas dari ibu, yang meliputi darah, daging, pupus, dan bulu, serta entitas dari bapak yang meliputi tulang, urat, otak, dan sumsum” ungkap Basir Jono.

Mendekati rangkaian puncak ritual, umat Hindu Kaharingan menjalankan upacara penggalian kubur jenazah, untuk diambil tulang belulang yang merupakan entitas terwujudnya manusia dari bapak. Tanah mulai digali, sesekali isak tangis kerabat mengiri penggalian kubur, suasana ritual begitu terasa sakral dan berjalan khidmat, hingga saatnya penggalian sampai pada tulang belulang.

Basir (rohaniawan) turun ke lubang kubur melakukan ritual dengan lantunan doa di hadapan tulang jenazah. Setelah itu, tulang ditaruh di permukaan, satu persatu tulang dibersihkan oleh keluarga menggunakan air, untuk ditaruh sementara di dalam peti kecil sebelum dipindahkan ke dalam sandung (rumah abadi).

Rentetan ritual menghantarkan pada acara tabuh (puncak) yang dilakukan di halaman rumah Murni Dille Djinu dengan men-tiwahkan bapaknya Dillie Djinu. Di halaman rumah itu terdapat sangkai raiya tempat menyimpan bendera kain dan persembahan untuk Ranying Hatalla Langit. Sangkai Raya dikelilingi sapundu (patung yang diukir berbentuk manusia) untuk mengikat hewan kurban, seperti sapi dan kerbau.

Pada ritual tabuh itu hewan kurban yang diikat di sapundu ditusuk menggunakan tombak oleh para keluarga dari masing-masing pemilik jenazah, seraya meneriakkan seruan “hulululu.... hooooh...” dan iringan musik tradisional. Hewan kurban ditombak sampai tersungkur ke-tanah hingga mati.

Setelah acara tabuh selesai, tulang yang ada di peti kecil di atas kubur tersebut diambil untuk dikemas ke dalam alat musik tradisional “gong” untuk dibawa ke Sandung Ngabe Soekah.

Sebelum dimasukan ke dalam sandung itu, dilakukan prosesi ritual dengan lantunan doa dan tabuhan katambung (gendang khas Dayak) oleh para Basir. Tulang di dalam gong dibuka, para keluarga mengusap tengkorak kepala menggunakan minyak wangi dan menabur emas. Lalu, tulang tersebut digendong oleh Murni mengelilingi sandung diikuti bersama keluarga, kemudian, tulang ditaruh di dalam sandung.

Murni merasa berlega hati atas terlaksananya ritual kematian tingkat akhir. Keluarga mereka dapat menyelenggarakan rukun kewajiban kepada almarhum Dillie Djinu yang meninggal dunia enam tahun yang lalu.

“Kami bersyukur upacara tiwah berjalan dengan khidmat. Sejak empat tahun bapak saya meninggal dunia, kita sudah mempersiapkan upacara tiwah ini dapat terselenggara tidak lewat dari enam tahun supaya tulang belulang beliau masih utuh” ungkap Murni anak ke-delapan dari Dillie Djinu.

Foto dan
Teks : Auliya Rahman
Baca juga artikel terkait RITUAL atau tulisan lainnya dari Qurrota Ayun

Oleh: Qurrota Ayun