Menuju konten utama

Gebug Ende Seraya

Tradisi Gebug Ende Seraya adalah tradisi sakral masyarakat Desa Seraya untuk memohon hujan kepada Sang Pencipta. Tradisi ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta diakui Hak Kekayaan Intelektual (HKI) oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). ANTARA/ Nova Wahyudi & Nyoman Hendra Wibowo

Gebug Ende Seraya
Dua pemuda saling serang dan memukul menggunakan kayu rotan saat tradisi Gebug Ende Seraya di Desa Seraya, Karangasem, Bali, Jumat (14/10/2022). - ANTARA FOTO/ Nyoman Hendra Wibowo
2022/10/15/antarafoto-tradisi-gebuk-ende-seraya-14102022-lmo-1_ratio-16x9.jpg
Ritual Gebug ende dimulai dengan permohonan agar permainan berlangsung dengan lancar dan dapat memberikan kemakmuran bagi masyarakat. - ANTARA FOTO/ Nova Wahyudi
2022/10/15/antarafoto-tradisi-gebuk-ende-seraya-14102022-lmo-6_ratio-16x9.jpg
Gebug Ende dilaksanakan setelah penyineban (hari terakhir) Usaba Kaja saat sasih kapat atau bulan keempat menurut perhitungan penanggalan Bali. - ANTARA FOTO/ Nova Wahyudi
2022/10/15/antarafoto-tradisi-gebug-ende-seraya-bali-141022-9_ratio-16x9.jpg
Permainan dipimpin dan diawasi oleh seorang wasit. Biasanya diawali dengan pertandingan yang dilakukan oleh anak-anak laki-laki lalu berlanjut oleh laki-laki dewasa. - ANTARA FOTO/ Nyoman Hendra Wibowo
2022/10/15/antarafoto-tradisi-gebug-ende-seraya-bali-141022-3_ratio-16x9.jpg
Gebug Ende dipercaya sebagai tradisi sakral masyarakat Desa Seraya untuk memohon hujan kepada Sang Pencipta. Pada umumnya ritual ini dilaksanakan pada saat musim kemarau dan dilakukan setelah pulang dari berladang. - ANTARA FOTO/ Nyoman Hendra Wibowo
2022/10/15/antarafoto-tradisi-gebuk-ende-seraya-14102022-lmo-7_ratio-16x9.jpg
Aturannya para pemain tidak boleh memukul dari bagian paha ke bawah sedangkan di atas itu mau memukul bagian manapun diperbolehkan. Permainan akan dihentikan jika salah satu pemain ada yang terdesak, mengalami luka dan sering kena pukul. - ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
2022/10/15/antarafoto-tradisi-gebuk-ende-seraya-14102022-lmo-5_ratio-16x9.jpg
Meskipun saat bertarung mereka saling memukul tak ada dendam apalagi permusuhan, setelah pertandingan selesai para pemuda ini akan saling bersalaman dan menjalani rutinitas seperti biasa. - ANTARA FOTO/ Nova Wahyudi
Sejumlah pemuda saling beradu pukul menggunakan tongkat rotan di Pura Puseh Lan Bale Agung, Desa Seraya, Karangasem, Bali, Jumat (14/10/2022).

Mereka bukan berkelahi tapi tengah melakukan sebuah tradisi yang biasa dilakukan oleh para laki-laki baik anak-anak hingga dewasa yang dikenal dengan sebutan 'Gebuk Ende'

Selain tradisi permainan rakyat, Gebug Ende dipercaya sebagai tradisi sakral masyarakat Desa Seraya, Karangasem, Bali untuk memohon hujan kepada Sang Pencipta.

Biasanya ritual ini dilakukan pada saat musim kemarau dan dilakukan setelah pulang dari berladang.

Gebug Ende berasal dari kata gebug dan ende. Gebug artinya memukul dan alat yang digunakan adalah rotan dengan panjang sekitar 1,5 hingga 2 meter. Sedangkan alat untuk menangkisnya disebut dengan Ende. Ende dibuat dari kulit sapi yang dikeringkan selanjutnya dianyam berbentuk lingkaran.Sesuai dengan asal daerahnya.

Gebug Ende juga dikenal dengan sebutan Gebug Seraya, sebuah atraksi para jawara gebug di Desa Seraya, bukan hanya sekedar untuk menunjukan ketangkasan. Namun dibalik itu ada nilai sakral yang sangat dikeramatkan warga setempat.

Gebug Ende atau Gebug Seraya jarang dipertunjukan didepan umum, karena gebug ende merupakan salah satu kesenian sakral yang dikeramatkan. - ANTARA/ Nova Wahyudi & Nyoman Hendra Wibowo
Baca juga artikel terkait BALI atau tulisan lainnya

Editor: R. Berto Wedhatama