tirto.id - Menteri Keuangan periode 2013-2014 Mohammad Chatib Basri mengatakan pemerintah perlu mengantisipasi dampak pandemi Corona atau COVID-19 pada dunia usaha. Ia memperkirakan dalam beberapa bulan ke depan banyak perusahaan akan kesulitan membayar kredit dan dampaknya bisa merembet ke tenaga kerja dan sektor keuangan.
“Ketiga adalah banyak perusahaan di bawah tekanan keuangan. 3-6 bulan lagi akan banyak perusahaan yang tidak bisa membayar kredit,” ucap Chatib dalam siaran live di akun Youtube Perpustakaan Kementerian Keuangan, Selasa (21/4/2020).
Chatib menyatakan saat perusahaan kesulitan membayar kredit, bank mau tak mau harus menyetop pinjamannya. Saat pinjaman berhenti, maka perusahaan harus memikirkan caranya untuk bertahan seperti efisiensi sampai bisa berlanjut terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Mereka (bank) kan, tidak mau kreditnya macet,” ucap Chatib.
Chatib bilang solusi pada situasi ini mau tidak mau harus mendorong bank agar tetap menyalurkan kreditnya. Hal ini sejalan dengan imbauan pemerintah yang meminta bank dan lembaga keuangan tetap menyalurkan kredit. Termasuk imbauan agar lembaga keuangan melakukan restrukturisasi pinjaman.
Hanya saja ia menyatakan langkah ini tidak mudah dilakukan. Pasalnya, bank juga tengah berhati-hati dalam menyalurkan pinjamannya karena industri perbankan tergolong ketat. Jika ada kredit macet, perbankan tentu khawatir kalau mereka akan terkena dampaknya.
Agar perbankan tidak ragu, menurutnya pemerintah perlu campur tangan. Hal ini katanya sudah dijawab melalui Perppu No. 1 tahun 2020 yang dikeluarkan dalam rangka menangani pandemi yaitu melakukan tambahan modal atau penjaminan ke perbankan.
“Ini ada di dalam perppu bisa dalam bentuk penempatan, investasi pemerintah, guarantee dalam bentuk belanja. Jadi bisa melalui mekanisme belanja atau mekanisme pembiayaan karena kalau itu diberhentikan akan repot,” ucap Chatib.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti