tirto.id - Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira meminta, pemerintah memperketat aturan penerbitan golden visa. Kriteria, syarat dan masa kerja penerima golden visa harus jelas untuk mengantisipasi penyalahgunaan.
"Kejadian di Inggris misalnya, golden visa diakhiri pada tahun 2022 karena kekhawatiran disalahgunakan untuk praktik intelijen Rusia atau penggelapan dana antar negara," ujarnya kepada Tirto, Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Menyoal investasi, Bhima mengatakan, perlu adanya batas bawah nilai investasi di angka 80 sampai 100 juta dolar AS.
"Soal investasi perlu ada batas bawah nilai investasi 80-100 juta dolar AS . Sehingga benar benar selektif dan ada kewajiban misalnya masuk ke sektor tertentu dengan jangka waktu 10-15 tahun minimum. Safeguard nya harus jelas," jelasnya.
Lebih lanjut Bhima mengatakan, banyak negara telah menerapkan skema visa khusus baik dalam rangka menarik investor maupun untuk menarik talenta tertentu.
Dalam konteks golden visa di Indonesia, memang diperuntukkan bagi keahlian tertentu yang belum tersedia di dalam negeri.
"Ada juga kasus dimana WNI telah berganti kewarganegaraan menjadi WNA kemudian memiliki keahlian khusus dan ingin kembali ke Indonesia. Jadi pemerintah bisa memfasilitasi ya," ucap Bhima.
Bhima menyebut bahwa gap talenta digital di Indonesia yang mencapai 9 juta tenaga kerja pun membuka ruang untuk pekerja asing.
"Toh selama ini banyak perusahaan startup Indonesia mempekerjakan pekerja di Bangalore, India hingga yang terdekat di Singapura dan Malaysia," jelasnya.
Menurut Bhima jika talenta tadi dibawa ke Indonesia, maka perputaran uang bisa lebih banyak dilakukan di Indonesia. Hal ini juga sekaligus dapat membantu perekonomian dalam negeri.
"Kalau talenta tadi bisa dibawa ke Indonesia, maka setidaknya perputaran uang akan lebih banyak dihabiskan didalam negeri, meski ada sebagian yang di remitansi keluar," tandasnya.
Sebelumnya, Pemerintah saat ini sedang melakukan harmonisasi peraturan terkait golden visa. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim aturan ini bisa selesai satu hingga dua minggu mendatang.
Luhut menuturkan, golden visa nantinya diperuntukan untuk warga negara asing (WNA) yang memiliki intelektual tinggi. Seperti peneliti hingga orang yang berpengaruh masuk dalam kriteria.
"Ada kriterianya orang-orang yang punya kapasitas intelektual yang tinggi, punya 'researchers', yang dari 'top university', orang-orang yang berpengaruh seperti (CEO) ChatGPT, Sam Altman," kata Luhut dikutip dari Antara, Selasa (1/8/2023).
Luhut menjelaskan, orang-orang yang berpengaruh, seperti CEO OpenAI yang populer dengan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) ChatGPT, Sam Altman, masuk dalam kategori pemegang golden visa. Dia juga menuturkan, Presiden Joko Widodo akan memberikan golden visa kepada Sam Altman karena sering berkunjung ke Indonesia.
"Presiden tadi juga, karena dia mau dan sering ke Indonesia, ya kita kasih," kata Luhut.
Penerbitan golden visa untuk investor yang mau berinvestasi ke tanah air ini sedang diharmonisasikan lintas kementerian dan lembaga oleh Kemenko Kemaritiman dan Investasi yang dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan. Revisi peraturan pemerintah (PP) untuk kebijakan golden visa ditargetkan selesai pada satu pekan ke depan.
"Sekarang harmonisasi jadi lagi kita susun mengenai golden visa, saya kira mungkin dalam satu atau dua minggu ini selesai. Satu minggu lah," kata Luhut.
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan PP kebijakan golden visa dalam tahap finalisasi dan akan terbit usai ditandatangani Presiden Joko Widodo. Golden visa merupakan strategi terbaru dari Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk menggaet para investor asing ke Indonesia.
Para pemegang golden visa nantinya mendapatkan izin tinggal di Indonesia selama 5 tahun atau 10 tahun. Layanan golden visa itu dinilai menguntungkan Indonesia karena pemegang visa tersebut merupakan para investor yang menanamkan modalnya secara riil di Indonesia.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang