tirto.id - Penyanyi Celine Dion masuk daftar orang yang makin berumur semakin gaya. Usianya kini 49 tahun dan punya gaya penampilan baru yang bikin dia terlihat lebih berani, ceria, dan muda. Kesan klasik elegan yang dulu sempat tersirat dari gaya penampilannya, perlahan memudar.
Jepretan kamera para paparazzi di Paris, kota tempat tinggal Dion, sempat menunjukkan penyanyi ini jalan-jalan mengenakan piama biru hasil kolaborasi Supreme dan Louis Vuitton. Piama itu cukup mengejutkan karena biasanya koleksi Supreme x LV tertuang dalam warna merah menyala. Piama Dion ialah koleksi terbatas Supreme x LV. Ia melengkapi busana dengan memakai sepatu hak runcing dan tas bernuansa biru.
Pada kesempatan lain, Dion bergaya dengan mengenakan sweater Vetements bergambar wajah Kate Winslet dan Leonardo di Caprio seperti pada poster film Titanic. Demna Gvasalia, direktur kreatif lini model Prancis itu merancang sweater khusus untuk Dion. Di musim panas tahun lalu, ia tampil mengenakan kaus hitam bergambar macan dengan jaket panjang cokelat berbahan kulit buaya keluaran label fesyen Balmain.
Tampilan Dion mulai berubah saat ia merekrut Law Roach sebagai pengarah gaya pribadi. Selain Dion, klien Roach lain ialah selebritas Zendaya, Ariana Grande, dan Demi Lovato. Roach membuat Dion semakin dekat dengan ranah adibusana atau couture. Dion jadi tamu ajang peragaan busana Paris Couture Week. Di beberapa peragaan, dia duduk di kursi paling depan. Kadang ia duduk di sebelah Anna Wintour, pemimpin redaksi majalah Vogue. Dion pun sempat membintangi iklan kampanye busana Giambatista Valli.
Selain Roach, Dion punya Pepe Munoz, penari latar yang juga jadi pengarah gayanya. Sabtu lalu (7/7) Dion ke Sentul dalam rangka tur Celine Dion Live 2018. Untuk tur tersebut, Munoz dan Dion memilih ragam busana yang tidak bikin para penonton merasa mereka sedang menyaksikan penampilan idola zaman dulu. Tubuh Dion yang masih kencang dibalut beberapa jenis baju, seperti terusan mini dari aksen rumbai-rumbai mengilap, stelan jas kuning menyala dengan bordir ukiran era art nouveau, dan terusan panjang merah muda terang. Semua karya label mode Schiaparelli.
Desainer Eksentrik
Tidak mudah mempertahankan karakter desain Schiaparelli. Ia bisa dibilang sebagai penemu. Temuan itu di antaranya adalah shocking pink, bra yang menyatu pada baju renang; penggunaan resleting pada kategori baju adibusana, celana kulot agar wanita mudah bergerak saat bekerja, stelan berupa terusan dan jaket dengan warna senada, syal bulu, dan wrap dress.
Elsa Schiaparelli : A Biography (2014) karya Meryle Secrest menyatakan bahwa Elsa Schiaparelli, pendiri label Schiaparelli, ialah desainer sukses pada masa sebelum Perang Dunia. Pada tahun 1926, karya sweater rajut Schiaparelli telah menarik minat konsumer asal Amerika Serikat. Baju hangat yang awalnya ia rajut sendiri itu ialah produk busana pertama Schiaparelli.
Dalam perjalanannya, Schiaparelli mulai mendesain busana sesuai dengan kegemarannya, yakni menciptakan sesuatu dengan pendekatan eksperimental. Pada masa krisis, ia menciptakan busana multifungsi lewat terusan satu kancing yang bisa dimodifikasi menjadi beberapa model. Bentuk sederhana dari terusan itu ialah wrap dress.
Produk tersebut sangat diminati sampai-sampai Schiaparelli tidak merasakan kesulitan bisnis ketika Eropa dilanda krisis ekonomi. Ia membuka cabang di London dan New York pada tahun 1932. Media-media seperti Time, TheNew Yorker, dan Vogue, menulis tentangnya. Beberapa di antara mereka menyebut Schiaparelli jenius.
Wanita ini pun mengawali tren kolaborasi antara desainer busana dan seniman. Praktik yang masih laris dilakukan sampai sekarang. Schiaparelli berteman dengan Salvador Dali. Ia mengajak Dali untuk mendesain busana. Hasilnya ialah Lobster Dress, gaun panjang bermotif lobster, dan skeleton dress, gaun panjang hitam dengan aksen seperti tulang rusuk manusia.
Bekerjasama dengan seniman membuat Schiaparelli jadi lebih berani. Ia menciptakan monkey fur shoes dan topi berbentuk sepatu hak terbalik. Schiaparelli berani membuat gaun musim panas tanpa lengan berwarna merah muda yang dipenuhi motif kupu-kupu warna warni.
Ia pernah diminta merancang busana untuk seorang aktris yang hendak tampil di televisi. Schiaparelli membuatkan gaun berwarna merah muda bermotif garis meliuk-liuk serupa dengan hiasan dekoratif zaman art nouveau. Padahal saat itu warna televisi masih hitam putih tapi ia tidak peduli. Schiaparelli jatuh hati dengan warna merah muda dan bahagia ketika ia menemukan palet merah muda terang yang ia sebut 'shocking pink'.
Karya Schiaparelli nampak mencolok bila dibandingkan dengan rekan sesama desainer. Ia disebut-sebut sebagai saingan Coco Chanel. Chanel menyebut Schiaparelli sebagai seniman Italia yang bisa membuat baju. Pada sebuah pesta, Chanel pernah menantang Schiaparelli untuk berdansa bersama. Ia kemudian menyudutkannya ke dekat lilin hingga baju Schiaparelli sempat terbakar.
Kalah Saing Karena Terlalu unik
Kepopuleran Schiaparelli akhirnya kalah dari orang yang sempat menantangnya itu. Selera busana para wanita di Paris berubah ke desain baju sederhana dan romantis seperti yang dibuat Christian Dior dan Chanel. Tak lama setelah nama Schiaparelli meredup, meletuslah Perang Dunia. Schiaparelli mengungsi ke Amerika Serikat dan kembali ke Paris pada tahun 1946. Ia tidak lagi sesukses dulu. Nyaris tak ada orang yang berminat dengan bajunya. Pada tahun 1969, Elsa menghibahkan busana karyanya untuk Philadelphia Museum of Art.
Nama Schiaparelli kemudian hilang dari ranah mode. Tahun 2006, pebisnis mode Diego Della Valle hendak membuka kembali label busana tersebut. Enam tahun setelahnya, Valle merekrut Farida Khelfa sebagai duta Schiaparelli. Tugasnya membantu mempromosikan Schiaparelli dan mencari direktur kreatif label.
Christian Lacroix ialah desainer pertama yang didekati. Ia diminta untuk membuat koleksi yang terinspirasi dari Schiaparelli. Ia mengambil kekhasan Schiaparelli seperti warna shocking pink, aksen bulu, dan sepatu eksentrik. Di tangan Lacroix, Schiaparelli terkesan lebih dramatis dan gelap.
Lacroix tidak direkrut jadi direktur kreatif label ini. Desainer yang terpilih ialah Marco Zanini, tapi ia tidak bertahan lama. Tahun 2015 Valle merekrut Bertrand Guyon. Dia yang kemudian merancang busana Dion untuk konsernya. Rok mini rumbai dengan lengan pink serupa dengan bentuk gaun pertama Schiaparelli. Motif ukiran art nouveau yang dibuat Schiaparelli untuk acara televisi juga dipertahankan. Demikian pula dengan shocking pink dan wrap dress. Yang tidak kembali ialah kesan penuh tak tik seperti yang pernah dilakukan Schiaparelli pada ekor gaun panjang yang bisa dijadikan selempang pada pundak.
Editor: Nuran Wibisono