Menuju konten utama

Celah Cuan Bisnis Kue Lebaran di Tengah Bahan Baku yang Mahal

Di Indonesia, aneka kuliner lekat dengan jamuan 'tradisi’ saat Lebaran seperti nastar hingga kue kastengel.

Celah Cuan Bisnis Kue Lebaran di Tengah Bahan Baku yang Mahal
Produk kue lebaran Yunita. (tirto.id/Faesal Mubarok)

tirto.id -

Menjelang Lebaran 2024, bisnis kuliner memang tidak pernah padam. Dari tahun ke tahun, bisnis di subsektor kuliner menunjukkan tren peningkatan. Di Indonesia, aneka kuliner lekat dengan jamuan 'tradisi’ saat lebaran seperti nastar hingga kue kastengel.

Yunita, seorang penjual sampingan kue Lebaran, mengaku selalu mencari momentum untuk menjajakan dagangannya. Dia yang tidak berprofesi utama sebagai pedagang itu menjelaskan kalau modal yang dikeluarkan untuk mempersiapkan bahan-bahan kue tersebut hanya sekitar Rp1 juta.

Meski tak menggelontorkan modal besar, dia mengaku menjelang Lebaran H-10 ini sudah mengantongi 90 bungkus kue Lebaran yang dipesan langsung melalui aplikasi daring WhatsApp.

“Tahun pertama bisa jual sekitar 60-an bungkus lebih. Alhamdulillah Lebaran tahun ini sudah 90 bungkus, maunya bisa tembus rekor 100 bungkus,” ucap Yunita.

Dia menuturkan, menjalankan bisnis kue Lebaran tak diproyeksikan seberapa besar untung yang bakal diterima. Namun, selagi tidak merugi dia akan tetap berjualan sampingan yang tentu bisa diolah ketika waktu senggang di rumah.

Di sisi lain, meski terlihat gampang untuk menjalankan bisnis kue lebaran di momentum yang tepat, Yunita mengakui bahwa tetap menemui kendala.

Pertama, dia melihat bahwa pemasaran dan pengetahuan konsumen terkait kue lebaran masih sedikit. "Kue ini segmented ya, dikenal di orang Betawi saja, karena memang kue khas Betawi sih ya, jadi pas saya jual kue ini banyak yang kurang familiar,” kata dia.

Kedua, harga bahan pokok yang terus merangkak naik. Beberapa penjual memutuskan untuk menaikkan harga jual kue ke konsumen lantaran bahan-bahan baku untuk membuat kue mulai mahal menjelang Lebaran.

“Sudah ada kalkulasi kalau bahan baku akan naik jelang Ramadhan dan Lebaran,” ucap Yunita.

Ditemui terpisah, Minah, salah satu reseller kue lebaran di Pasar Mampang, Jakarta Selatan, menjelaskan kalau tahun ini semua kue yang dititipkan ke tokonya mengalami kenaikan harga.

Reseler Kue Lebaran

Bahan pokok di Pasar Mampang, Jakarta Selatan. tirto.id/Faesal Mubarok
Dia mengakui kalau kenaikan harga bahan baku kue seperti telur ayam hingga tepung terigu mengalami lonjakan harga yang signifikan.

"Seperti biasa orang kalau mau beli itu nanya berapa? Saya bilang Rp50 ribu, kok mahal banget? Memang segitu standarnya, memang bahan-bahan semua naik jadinya pengaruh ke kuenya,” ucap Minah.

"Waktu tahun lalu Rp45 ribu sekarang Rp50 ribu,” imbuhnya.

Selain itu, dia mengeluhkan penjualan kue di tahun ini turun drastis. Sebagai reseller, dia juga memutuskan untuk menurunkan stok titipan kue di tokonya.

"Penjualan gini-gini saja sepi. Kalau tahun lalu sih tinggal dikit lah,” ujarnya.

Diketahui, berdasarkan data panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Senin, 1 April 2024, harga sejumlah komoditas memang tergolong masih tinggi. Tercatat, telur ayam ras mengalami kenaikan 0,10 persen menjadi Rp31.120 per kilogram (kg).

Komoditas lain seperti gula konsumsi juga kembali naik 0,06 persen menjadi Rp17.880 per kg. Tepung terigu naik 0,76 persen menjadi Rp10.620 per kg, dan terpung terigu kemasan non curah Rp13.470 per kg.

Di sisi lain, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menghadiri Apel Siaga Pagi Pengamanan Pasokan dan Harga Pangan Menjelang Idulfitri 2024 di Gudang Perum Bulog, Jakarta, Senin, 1 April 2024.

Dalam apel tersebut, Zulkifli menyampaikan bahwa kondisi harga barang kebutuhan pokok jelang Lebaran 2024 sudah mulai turun dan pasokan juga tersedia juga terbilang banyak.

Dia juga memastikan, pihaknya terus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait serta pemerintah daerah untuk menyediakan bahan pokok dengan harga terjangkau bagi masyarakat.

“Dan sebagaimana juga saya hampir setiap pagi ke pasar, hampir setiap pagi, terutama Jawa Barat, Sumatra, kecenderungan harga sudah mulai turun,” ucap Zulkifli.

Membaca Perilaku Konsumen saat Ramadhan

Dari data Outlook Ekonomi Kreatif 2022, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, subsektor kuliner memiliki kontribusi besar terhadap tenaga kerja sektor ekonomi kreatif di Tanah Air, yakni menembus 55,03 persen dan memiliki pertumbuhan hingga 10,5 persen pada 2020.

Tak hanya itu, bisnis subsektor kuliner juga merupakan penyumbang terbesar dari Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi kreatif. Berdasarkan catatan pada 2020, bisnis tersebut menyumbang Rp455,44 triliun atau sekitar 41 persen dari total PDB ekonomi kreatif Indonesia, sebesar Rp1.134 triliun.

Melihat data tersebut, bisnis kuliner menempatkan posisi strategis untuk berkembang lebih lanjut. Terlebih, peluang mengembangkan bisnis kuliner, terutama kue lebaran, sangat terbuka lebar jika melihat momentum.

Celah cuan bisnis kue lebaran harus benar-benar dipertimbangkan dengan matang. Sebab, menjelang Hari Raya Idulfitri, tradisi melekat mencari kue lebaran untuk diberikan kepada keluarga atau kerabat terdekat menjadi sering dijumpai. Tradisi ini menjadi umpan menarik dalam memulai berbisnis kuliner.

Konsultan Bisnis dan Pakar Marketing, Yuswohady, memetakan ladang bisnis cuan selama Ramadhan hingga lebaran. Dia membagi consumer behaviour dalam empat fase, sebelum Ramadhan, selama Ramadhan, menjelang lebaran dan saat lebaran.

Dalam fase pertama, sektor industri yang mengalami peningkatan adalah retail dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Berdasarkan consumer behaviour, sebelum Ramadhan, menurut Yuswohady, konsumen cenderung akan menyiapkan kebutuhan bahan pokok untuk menyambut bulan suci.

Bahan Baku Kue Lebaran

Bahan pokok di Pasar Mampang, Jakarta Selatan. (tirto.id/Faesal Mubarok)
Selain itu, konsumen juga cenderung membeli perlengkapan peribadatan untuk menyambut Ramadhan, seperti sarung, peci, baju koko, dan mukena.

"Bisnis saat Ramadhan itu ada fase-fasenya, ada empat fase, sebelum puasa, selama puasa, menjelang lebaran, dan pasca Lebaran. Sebelum puasa, kecenderungannya perlengkapan-perlengkapan ibadah akan laris,” ucap Yuswohady kepada Tirto, Minggu (31/3/2024).

“Biasanya akan fear of missing out (FOMO), terutama ibu-ibu sebelum Ramadhan juga akan menyiapkan makanan, bahan pokok, sirup, kecap kemasan, itu di awal Ramadhan akan laris,” imbuhnya.

Fase kedua, sektor industri yang bergeliat adalah restoran, cafe dan UMKM. Menurut dia, di awal puasa, kecenderungan orang akan melakukan kegiatan buka bersama dan kebutuhan ngabuburit.

Resto dan cafe terproyeksi bakal dipadati untuk kegiatan buka bersama, juga berdasarkan consumer behaviour, sektor UMKM yang menjajakan makanan ringan seperti risol, es buah, hingga gorengan di pinggir jalan akan laris manis.

Fase ketiga, Yuswohady menuturkan, pertengahan Ramadhan, sekitar minggu kedua hingga menjelang lebaran, toko furnitur diproyeksi akan memiliki permintaan yang tinggi.

Kondisi demikian berkaitan erat dengan tradisi memperbaiki rumah dari segi estetika, seperti mengecat, mendekorasi dan sebagainya.

"Di pertengahan Ramadhan, minggu kedua, toko furnitur akan naik, seperti cat, barang-barang untuk renovasi rumah, ini berkaitan dengan tradisi saat lebaran,” ucapnya.

Fase keempat, saat lebaran dan setelah lebaran, berdasarkan consumer behavior, ladang cuan yang diprediksi bakal menguntungkan adalah berbisnis kue lebaran. Hal ini juga lantaran adanya tradisi membagikan kue untuk sanak saudara.

Tak hanya spesifik kue lebaran seperti nastar atau pun kastengel, namun juga jajanan khas daerah yang berpotensi juga akan memiliki permintaan yang naik.

"Mendekati lebaran, makanan-makanan kue, makanan khas daerah, makanan oleh-oleh, kue kering akan memiliki kecenderungan untuk naik,” ujar Yuswohady.

Baca juga artikel terkait LEBARAN 2024 atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Bisnis
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Maya Saputri