Menuju konten utama

Cegah Keguguran dengan Operasi Ikat Rahim

Operasi ikat rahim atau cervical cerclage menjauhkan risiko keguguran dan bayi lahir prematur.

Cegah Keguguran dengan Operasi Ikat Rahim
Cervical Cerclage. Foto/Wikipedia

tirto.id - Selama ini, operasi ikat rahim biasa dilakukan untuk orang yang sedang dalam program Keluarga Berencana (KB). Namun ternyata, di beberapa kasus, dokter menyarankan operasi ini untuk mencegah keguguran dan bayi lahir prematur. Aldila Jelita adalah salah satu yang melakukannya.

Pada Januari 2017 lalu, istri Indra Bekti ini menjalani operasi pengikatan mulut rahim. Operasi pengikatan mulut rahim yang dilakukan oleh Aldila tersebut dinamakan cervical cerclage. Dilansir dari Bintang, sang suami membeberkan alasan Dhila—panggilan akrab Aldila—melakukan operasi tersebut untuk keselamatan buah hatinya.

“Tadi kasih semangat untuk bunda Dhila sebelum dioperasi, memasang pengikat mulut rahim jam 20.00 karena bunda berawal dari infeksi saluran kemihnya sehingga membuat mulut rahim menjadi melunak, jadi membuat rahimnya harus diikat dengan benang khusus agar bayinya yang berumur 21 minggu tetap bertahan, mohon doanya,” tulis Indra Bekti dalam akun Instagramnya.

Apa itu Cervical Cerclage?

Dikutip dari The Asian Parent, cervical cerclage merupakan prosedur yang dilakukan untuk mencegah keguguran atau bayi lahir prematur. Dalam prosedur ini, leher rahim yang merupakan bagian paling bawah dari uterus dan memanjang ke vagina, akan dijahit hingga rapat selama kehamilan.

Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan, dr. Kathleen Juanita Gunawan Soenario, SpOG mengatakan tindakan cervical cerclage tersebut dilakukan ketika terjadi ketidakmampuan pada serviks. Menurut Kathleen, jika ada gangguan di mulut rahim ibu hamil, dokter akan mendiagnosis adanya kecenderungan untuk keguguran berulang atau lahir prematur berulang. Terutama di usia kehamilan sekitar 20 minggu.

"Untuk mencegahnya kita bisa lakukan cerclage di serviksnya, supaya dia tetap menutup,” ungkap dr. Kathleen.

Situs American Pregnancy memaparkan prosedur cervical cerclage tersebut dilakukan jika serviks perempuan berisiko terjadi pembukaan saat terjadi tekanan karena kehamilan. Lemahnya leher rahim tersebut mungkin disebabkan karena ibu hamil pernah mengalami keguguran pada trimester kedua, prosedur cone biospy atau prosedur LEEP, serta serviks yang rusak karena aborsi.

Kathleen menyampaikan tindakan cervical cerclage berbeda dengan operasi ikat rahim untuk perempuan dalam program Keluarga Berencana (KB).

“Kalau untuk KB itu kan saluran telurnya yang kita ikat, jadi kita buntukan supaya tidak hamil, karena saluran telur itu paling sering menjadi tempat pertemuan sel sperma dengan telurnya, untuk bisa hamil. Kalau ini [cervical cerclage] kan di mulut rahim, jadi mulut rahim itu kan bagian dari rahim yang masuk ke vagina, jadi di bawah,” tutur dr. Kathleen.

Kapan Cervical Cerclage Perlu Dilakukan?

Kathleen juga menerangkan bahwa tindakan cervical cerclage biasa dilakukan pada trimester dua kehamilan. Prosedur itu dilakukan biasanya pada dua kasus. Pertama untuk yang punya riwayat bayi lahir prematur, atau di usia 16-20 minggu. Jika ada riwayat dua hingga tiga kali berulang, maka pencegahan berupa cerclage akan dilakukan saat usia kandungan mencapai 12-14 minggu.

"Jadi, meskipun belum ada keluhan, tetap kami jahit dulu," ujarnya.

Infografik Cervical Cerclage rev

Cerclage juga bisa dilakukan pada perempuan di usia kehamilan tua. Biasanya dalam kondisi ini terlihat adanya pembukaan di mulut rahim, tapi belum terjadi kontraksi.

Namun, cerclage juga tidak selalu berhasil dalam mencegah kelahiran prematur. Pada 2004, Meekai S To dan lima koleganya menuliskan hasil penelitian, “Cervical Cerclage for Prevention of Preterm Delivery with Short Cervix: Randomised Controlled Trial” (PDF). Dalam studinya, mereka melakukan penelitian terhadap 47.123 perempuan dengan kehamilan tunggal yang menjalani perawatan antenatal (program sebelum kelahiran) secara rutin pada 12 rumah sakit yang berada di Inggris, Brasil, Afrika Selatan, Slovenia, Yunani, dan Chili.

Dalam penelitian ini, mereka juga melibatkan perempuan yang memiliki panjang serviks 15 mm atau kurang, karena mereka yang termasuk dalam kategori tersebut memiliki risiko kelahiran prematur lebih tinggi. Hasilnya menunjukkan bahwa jahitan cerclage pada perempuan dengan serviks pendek dan usia kehamilan 22-24 minggu, hanya berhasil pada kurang dari 1/3 responden. Sisanya masih melahirkan bayi prematur.

Tak hanya itu. Dikutip The Sydney Morning Herald, seorang profesor kebidanan dan kandungan dari University of Adelaide, Jeffrey Robinson, mengatakan bahwa memasukkan jahitan memiliki risiko keguguran, terutama jika memecahkan selaput. Lalu, ada pula risiko infeksi atau pendarahan.

“Bahkan anestesi umum selama kehamilan berisiko untuk diri sendiri, dan temuan ini tentu akan mendorong saya untuk tidak memasukkan jahitan ke dalam serviks pendek, yang dikenal dengan ultrasound,” kata Robinson.

Cervical cerclage memang dapat mengurangi risiko bayi lahir prematur atau keguguran. Namun, American Pregnancy menuliskan bahwa prosedur ini tetap memiliki risiko seperti kontraksi prematur, cervical dystocia (ketidakmampuan serviks untuk melebar secara normal saat persalinan), pecahnya selaput, infeksi serviks, laserasi serviks jika persalinan terjadi sebelum cerclage dihilangkan, serta adanya risiko terkait anestesi seperti mual dan muntah.

Baca juga artikel terkait KEHAMILAN atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Widia Primastika
Editor: Nuran Wibisono