Menuju konten utama

Titip Rahim: Evolusi Niat Baik Jadi Profesi Sampingan Era Modern

Fenomena surrogate mother atau 'titip rahim' merebak setelah banyak selebriti papan atas dunia memilih metode ini untuk mendapat anak.

Titip Rahim: Evolusi Niat Baik Jadi Profesi Sampingan Era Modern
Header Side Job Surrogate Mother. tirto.id/Fuad

tirto.id - Salah satu tujuan utama dalam berkeluarga adalah memiliki keturunan. Meskipun memang, pada akhirnya hal tersebut merupakan pilihan dari masing-masing pasangan. Ada yang memilh untuk memiliki anak dan ada juga yang tidak.

Bagi yang bercita-cita memiliki anak, terkadang ada beragam faktor yang dapat menyebabkan pasangan menghadapi kesulitan dalam menggapainya. Salah satu faktornya adalah infertilitas.

Berbagai metode kesehatan telah diupayakan untuk bisa membantu pasangan agar dapat memiliki anak. Salah satunya adalah surrogate mother atau ibu pengganti. Melalui perkembangan ilmu bioetik, surrogate mother ini menjadi salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh pasangan yang mengalami masalah reproduksi.

Pada intinya, peran dari surrogate mother adalah menjadi ibu pengganti selama proses pembuahan sampai melahirkan. Perempuan yang bersedia menjadi surrogate mother akan ditanamkan embrio hasil fertilisasi in vitro (di luar rahim) antara sel telur istri dan sperma suaminya. Dalam hal ini pihak penyewa rahim dan pemilik rahim harus menjalin kesepakatan (gestational greement) terlebih dahulu.

Menurut Handbook of Gestational Surrogacy yang diterbitkan oleh Cambridge University, surrogacy merupakan praktik yang sudah lama dilakukan, yakni sekitar 2.200 tahun sebelum masehi.

Kemudian pada abad ke-20, tepatnya tahun 1978, seiring dengan berkembangnya ilmu medis dan kesehatan, dimulailah praktik fertilisasi in vitro. Proses ini berhasil melahirkan bayi dari proses surrogacy untuk pertama kali, dan diberi nama Louise Brown.

Belakangan, praktik ini naik pamor setelah banyak selebriti papan atas Hollywood, seperti Priyanka Chopra dan Nick Jonas, Kim Kardashian, hingga Cameron Diaz diketahui mengambil alternatif surrogacy. Alhasil, minat untuk menjadikan ibu pengganti sebagai side hustle atau bahkan profesi merebak.

Keputusan mengambil tindakan surrogacy tentunya harus dipertimbangkan matang-matang. Secara garis besar, kualifikasi seorang surrogate mother terbagi menjadi dua: secara psikis dan fisik. Namun, secara umum syarat mutlaknya adalah pernah melahirkan paling tidak satu kali.

Selain kualifikasi fisik dan mental, calon ibu pengganti mesti bersedia melakukan konsultasi secara rutin dengan dokter dan psikolog. Mereka juga harus membangun kedekatan dengan pasangan dan menginformasikan perkembangan kehamilan secara rutin.

Tidak hanya itu, terdapat banyak risiko yang juga harus dipertimbangkan. Dilansir dari Souhtern Surrogacy risiko yang dihadapi ibu pengganti termasuk risiko kesehatan dan risiko emosional. Terkait risiko kesehatan, potensinya akan sama seperti yang dialami oleh ibu hamil, diantaranya gestational diabetes, kerusakan organ reproduksi, darah tinggi, keram, pendarahan, infeksi, hingga keguguran.

Sementara itu dari sisi emosional, sang ibu bisa mengalami depresi, perasaan kebingungan, tekanan dari pasangan yang memiliki anak, serta kesulitan terbangunnya komunikasi yang baik dengan calon orang tua. Itulah kenapa di setiap klinik akan disediakan konseling bagi para ibu pengganti.

Jadi Komoditas dan Industri

Bagi sebagian orang, praktik ini bisa menjadi alternatif dalam mendukung kehidupan. Meskipun banyak yang memulai secara sukarela, namun tak sedikit yang memberikan tarif (komersial).

Dari sisi ekonomi memang cukup menggiurkan. Menurut Conceive Abilities, salah satu agensi ibu pengganti, diperkirakan bagi calon ibu pengganti pertama bisa memperoleh bayaran sampai 72 ribu dolar AS, setara Rp1,1 miliar tergantung dengan di mana dia hidup dan gaji saat ini (asumsi kurs Rp15.600/USD).Hal tersebut sudah mencakup bonus sebesar 10 ribu dolar AS.

Referensi lain juga mengatakan bahwa kompensasi yang diberikan kepada surrogate mother bisa mencapai 5 ribu dolar AS, atau setara Rp780 juta.

Tingginya peminat mendorong tindakan surrogacy berkembang menjadi sebuah industri. Dilansir dari Forbes, surrogacy komersial secara global memiliki nilai 129 miliar dolar AS pada tahun 2032. Pangsa pasarnya meroket jika dibandingkan dengan valuasi pada tahun 2022 (14 miliar dolar AS).

Hal ini didukung dari semakin tingginya kasus infertilitas, kekhawatiran akan kesehatan, dan juga kekhawatiran akan cuti melahirkan yang dapat merusak karir.

Infografik Side Job Surrogate Mother

Infografik Side Job Surrogate Mother. tirto.id/FUad

Seperti diketahui, selain surrogacy alternatif memiliki anak bisa melalui opsi bayi tabung. Namun menurut Nova IVF Fertility analisa metode bayi tabung tidak 100% berhasil. Bahkan beberapa pasangan mungkin harus menjalani tiga kali proses baru bisa berhasil.

Meskipun surrogacy juga memiliki risiko gagal, bagi pasangan yang sudah berusia 30 tahun ke atas, opsi ini lebih patut dipertimbangkan. Pasalnya dapat meminimalisir masalah sistem reproduksi dan infertilitas.

Surrogate Mother di Dunia

Secara global, negara-negara cenderung memiliki perspektif yang beragam dalam memandang tindakan surrogacy ini. Studi yang berjudul The future of surrogacy: a review of current global trends and national landscapes’ menunjukkan bahwa melarang surrogacy secara global bukanlah sebuah solusi yang baik.

Studi tersebut merekomendasikan PBB untuk merancang panduan atau petunjuk khusus atas praktik surrogacy agar bisa menjadi solusi secara global. Meskipun memang tidak menutup kemungkinan akan ada negara-negara yang menentang hal tersebut.

Di Indonesia hal ini belum mendapatkan perhatian secara khusus. Tidak ada payung hukum khusus yang melindungi praktik ini. Sebuah artikel menarik berjudul “Surrogate Mother Menurut Hukum di Indonesia” menyampaikan bagaimana posisi pelaksanaan praktik surrogacy di Ibu Pertiwi.

Berdasarkan hukum kesehatan yang ada, proses kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri sah, yaitu melalui bayi tabung. Dari hukum perdata pun surrogate mother ini tidak dipandang legal untuk dilakukan.

Di lain pihak, di negara lain tindakan ini sangat mungkin dilakukan. Beberapa negara yang melegalkan surrogacy adalah Georgia dan Yunani, baik secara komersial ataupun altruistic. Altruistic surrogacy adalah praktik surrogacy tanpa tarif (fee) kepada ibu penggantinya atau secara sukarela.

Sementara di Meksiko, Kolombia, Argentina, Guatemala, Britania Raya, Kanada, dan Australia hanya diperbolehkan untuk altruistic surrogacy.

Beberapa wilayah di Asia juga memperbolehkan praktik ini, seperti Laos, India dan Thailand. Berbeda dengan India dan Thailand yang hanya mengizinkan surrogacy oleh warga lokal dan telah menikah, Laos tidak memiliki larangan apapun.

Lalu negara-negara yang melarang praktik surrogacy secara penuh adalah Bulgaria, Perancis, Jerman, Italia, Portugal, Kamboja, dan Spanyol.

Kisah-Kisah Surrogate Mother

Ingin membantu kakaknya untuk memiliki anak adalah tujuan utama dari Ash Semione menjadi surrogate mother. Setelah melakukan riset mendalam, akhirnya Ia memutuskan untuk mengandung anak dari saudaranya itu.

Dirinya memperoleh kompensasi sebesar 55 ribu dolar AS dan tunjangan bulanan selamam proses kehamilan. Namun, Semione mengaku itu bukanlah tujuan utama dirinya setuju menjadi ibu pengganti.

Di satu sisi, Semione tidak memungkiri kalau kompensasi yang diterima sangat membantu. Ia bisa memperbaiki rumah, melunasi hutangnya, dan bahkan menabung. Setelah berhasil, ia memutuskan banting setir dari bidang keuangan yang selama ini dijalani untuk menjadi seorang surrogacy outreach specialist yang memiliki peran untuk menyuarakan surrogacy.

Lain cerita dengan Sunshine Hanson. Ia memang sengaja mencari side hustle untuk menambah pendapatannya sebagai Guru Bahasa Inggris. Ia merasa menjadi surrogate mother tidak akan mengganggu pekerjaan utamanya sebagai guru.

Kompensasi yang diberikan di luar dari dugaan. Ia mendapatkan sekitar 28 ribu dolar AS sebagai kompensasi dasar, dan 10 ribu dolar AS sebagai tambahan mengandung anak kembar. Bahkan, sejak keberhasilan untuk pertama kali, ia mencoba lagi sampai ketiga kalinya dan mendapatkan 75 dolar AS per kehamilan.

Dengan pendapatan tersebut, ia dan suaminya memutuskan untuk membangun bisnis, membayar hutang pendidikan dan kartu kredit, bahkan menjadi tabungan pensiun. Di samping dari pendapatan yang tinggi, ia memberikan catatan risiko kesehatan yang harus ditanggung oleh sang ibu.

Baca juga artikel terkait SIDE JOB atau tulisan lainnya dari Arindra Ahmad Fauzan

tirto.id - Bisnis
Penulis: Arindra Ahmad Fauzan
Editor: Dwi Ayuningtyas