Menuju konten utama

Cegah Gratifikasi, BP Haji Libatkan Itjen Kemenag

Dalam masa transisi, BP Haji belum memperoleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Karenanya, mereka melibatkan Itjen Kemenag untuk melakukan pengawasan.

Cegah Gratifikasi, BP Haji Libatkan Itjen Kemenag
Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), Mochamad Irfan Yusuf. foto/istimewa

tirto.id - Inspektorat Jenderal Kementerian Agama (Itjen Kemenag) memberikan apresiasi kepada Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), Mochamad Irfan Yusuf, atas langkahnya melibatkan Itjen Kemenag dalam pencegahan gratifikasi saat resepsi pernikahan putranya digelar di Pasuruan, Minggu (22/11) lalu.

Gus Irfan, sapaannya, menyampaikan bahwa langkah kolaboratif ini ia ambil sebagai unjuk komitmen selaku pejabat negara. Gus Irfan menerangkan, pejabat negara sudah sepatutnya memberikan teladan dalam pengelolaan pemerintah yang bersih dan bebas korupsi.

"Sebagai pejabat negara, kami harus menjadi contoh. Pemberantasan korupsi dimulai dengan mengendalikan gratifikasi," ucap Gus Irfan saat ditemui di Jakarta, Jumat (27/12).

Gus Irfan menambahkan, BP Haji belum memperoleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Sebabnya, proses transisi masih berlangsung hingga saat ini. Atas dasar itulah Gus Irfan mengikutsertakan Itjen Kemenag untuk melakukan pengawasan.

“Dalam masa transisi ini, kami menyadari pentingnya pendampingan dari pihak yang kompeten untuk memastikan tata kelola yang baik. Oleh sebab itu, kehadiran Itjen Kemenag menjadi sangat penting untuk membantu kami,” ungkapnya.

Wakil Ketua Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Kemenag, Darwanto, menyebut apa yang dilakukan Gus Irfan penting untuk mencegah potensi gratifikasi, khususnya dalam penyelenggaraan acara keluarga yang melibatkan pejabat negara.

“Gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas yang mencakup uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, perjalanan wisata, hingga fasilitas lain," jelasnya.

Darwanto mengatakan, upaya pengendalian terhadap penerimaan gratifikasi menjadi penting. Karenanya, dirinya mengingatkan ketentuan maksimal nilai per pemberian adalah sebesar satu juta rupiah, terkecuali berasal dari hubungan keluarga dan tidak memiliki konflik kepentingan.

Darwanto menekankan, setiap penerimaan gratifikasi wajib dilaporkan kepada Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan.

“Pelaporan ini bukan hanya untuk memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas pejabat negara dalam menjaga integritas,” pungkas Darwanto.

(INFO KINI)

Penulis: Tim Media Servis