tirto.id - Revitalisasi Monumen Nasional (Monas) yang menjadi program Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menjadi polemik. Pemantiknya, proyek yang mulai dikerjakan sejak November 2019 ini belum mendapatkan izin alias ilegal, sehingga terpaksa harus dihentikan DPRD DKI.
Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi (Sekda Pemprov) DKI Jakarta Saefullah mengklaim revitalisasi Monas sudah sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1995 [PDF].
Ia mengklaim, dalam proyek revitalisasi Monas ini, Gubernur DKI Anies Baswedan bertugas sebagai Ketua Badan Pelaksana. Hal itu sesuai dengan Pasal 6 Keppres 25/1995.
Kemudian pada Pasal 7 poin a, tugas Badan Pelaksana mempunyai tugas: rencana pemanfaatan ruang, sistem transportasi, pertamanan, arsitektur dan estetika bangunan, pelestarian bangunan bersejarah, dan fasilitas penunjang.
“Dalam melaksanakan tugasnya, gubernur bertanggung jawab kepada presiden melalui komisi pengarah. Nah, pekerjaan ini yang namanya pelaporan itu, bisa formal, bisa informal, bisa di mana saja,” kata dia di Gedung Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Jumat (24/1/2020).
Akan tetapi, upaya Anies menguasai Monas melalui program revitalisasi sepertinya tak berjalan mulus. Sebab, Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) Setya Utama mengatakan bila revitalisasi kawasan Monas belum mengantongi izin dari Komisi Pengarah.
Padahal dalam Keppres 25 Tahun 1995, ada pembentukan Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. Ketua Komisi Pengarah merangkap anggota adalah Menteri Negara Sekretaris Negara (Mensesneg).
Sementara Anies sebagai gubernur DKI sesuai dengan aturan tersebut ditempatkan sebagai Sekretaris Komisi Pengarah merangkap anggota.
Pada Pasal 5 Keppres, disebutkan tugas dari Komisi Pengarah antara lain: Memberikan pendapat dan pengarahan kepada Badan Pelaksana dalam melaksanakan tugasnya; Memberikan persetujuan terhadap perencanaan beserta pembiayaan, pembangunan, Taman Medan Merdeka yang disusun oleh Badan Pelaksana; Melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
Ketua DPRD Jakarta Prasetyo Edi Marsudi dan Sekda DKI Saefullah pun mengecek ke lokasi revitalisasi Monas, pada Selasa, 28 Januari 2020. Setelah melakukan peninjauan, kedua belah pihak sepakat revitalisasi Monas dihentikan.
Prasetio menegaskan revitalisasi dihentikan karena harus mendapatkan rekomendasi terlebih dahulu dari Mensesneg sebagai ketua Komisi Pengarah.
Direktur Utama PT Bahana Prima Nusantara Muhidin Shaleh mengaku telah memberhentikan proyek revitalisasi Monas itu. Namun, ia belum mengetahui sampai kapan proyek itu akan kembali berlanjut.
“Hanya berhenti sementara, kelanjutan kami belum tahu," kata dia.
Ia mengklaim sejauh ini proyeks revitalisasi sudah hampir rampung, sekitar 88 persen. Dia pun optimistis pada 15 Februari 2020 akan merampungkan revitalisasi Monas sesuai yang diharapkan oleh Pemprov DKI.
Monas Usai Proyek Revitalisasi Terhenti
Setelah proyek dihentikan, reporter Tirto mencoba melihat kondisi revitalisasi Monas. Lokasi itu bersebelahan dengan lapangan parkir Ikatan Restoran dan Taman Indonesia (IRTI) atau seberang Balai Kota DKI Jakarta.
Sayangnya, proyek tersebut tidak bisa dilihat secara langsung lantaran ditutup dengan seng setinggi dua meter dengan dibalut spanduk bergambar Monas. Spanduk itu juga terdapat tulisan "Mohon maaf atas ketidaknyamanan anda. Sedang ada proyek revitalisasi Monas".
Sejumlah awak media yang coba masuk untuk melihat lokasi pun tak diizinkan oleh petugas keamanan.
Salah satu petugas keamanan yang saat itu tengah berjaga mengatakan harus meminta izin terlebih dahulu kepada Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Citata) Pemprov DKI dan DPRD DKI Jakarta.
"Maaf mas kami hanya menjalankan perintah," kata dia kepada reporter Tirto di lokasi, Rabu (29/1/2020).
Presenter TV One bernama Rima dan kameramennya juga tidak diizinkan masuk oleh petugas keamanan itu. Padahal ia mengaku telah mengantongi izin dari unit pengelola Monas untuk melakukan peliputan perihal kondisi revitalisasi Monas usai proyeknya dihentikan.
Ia mengatakan perizinan itu didapatkan dengan syarat mengirim surat ke pihak pengelola Monas melalui email dan memberikan foto kartu pers. Setelah itu diberikan stempel dari pengelola Monas.
"Tapi ternyata pas masuk ke wilayah revitalisasi ini, pintunya sudah digembok, dirantai. Ada penjaganya di pos, tapi alasannya tidak diperbolehkan untuk masuk. Kalau mau melalui DPRD DKI Jakarta," kata dia sambil menunjukkan bukti perizinan.
Rima dan kameramennya mengaku sangat menyayangkan dengan sikap petugas keamanan Monas itu.
"Iya, berbelit-belit saja. Padahal sudah dapat izin dari Monas, tapi malah diperbelit," tutur dia.
Akhirnya mereka memilih untuk melakukan siaran yang lokasinya persis di depan gerbang proyek revitalisasi Monas yang digembok itu.
Hal yang sama juga dirasakan oleh awak media lain. Salah satunya presenter Kompas TV, Valen. Karena tak diberikan akses masuk, akhirnya ia memilih untuk melakukan siaran langsung dari atas mobil pick up.
"Untung ada mobil ini, jadi kami bisa melihat kondisi yang ada di dalam seperti apa. Tapi ternyata tidak ada aktivitas pembangunan proyek," ujar dia usai melakukan siaran.
Saya pun mencoba mengikuti mereka dengan cara memantau proyek revitalisasi Monas dari atas mobil pick up dan bangku yang ada di sekitar kawasan revitalisasi.
Berdasarkan pantauan Tirto, tidak ada lagi pengerjaan proyek revitalisasi. Hanya sejumlah pekerja saja berlalu lalang di sekitar proyek dan beberapa mobil pengangkut yang tidak beroperasi.
Jika dilihat, revitalisasi Monas masih belum menyentuh angka 88 persen. Sebab proyek tersebut masih belum berbentuk bangunan. Hanya terlihat hamparan tanah merah yang luas bekas lindasan mobil.
Karena tercampur air akibat hujan yang terjadi beberapa hari lalu, tanah itu pun terlihat becek dan terdapat genangan.
Selain itu, terdapat tumpukan beton-beton, puing-puing dan bangunan yang telah berbentuk persegi panjang secara horizontal. Lalu juga terdapat pondasi yang terbuat dari besi tinggi menjulang ke atas.
Gagal Membangun Citra
Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Idris Ahmad menilai Anies gagal membangun citranya melalui revitalisasi Monas yang merupakan kawasan cagar budaya.
Pemprov DKI tidak mengantongi izin untuk membangun kawasan Monas dari pemerintah pusat. Sehingga ia mengatakan hal itu membuktikan jika Pemprov DKI tak serius dalam membangun Monas.
"Tadinya mau bikin beautifikasi, tapi tata aturan ditabrak, komunikasi buruk. Ini bukit ketidakseriusan gubernur mengelola Monas," kata Idris kepada reporter Tirto, Rabu (29/1/2020).
Selain itu, ia juga menyayangkan tindakan Pemprov DKI yang sembarangan menebang pohon untuk lahan revitalisasi.
Berdasarkan catatan Unit Pengelola Teknis (UPT) Monas, terdapat 191 pohon yang terdampak proyek revitalisasi di area selatan Monas. Sebanyak 7 pohon ditebang, 57 pohon dipindah ke area barat Monas, 14 pohon dipindah ke area timur Monas, dan 113 pohon dibawa ke tempat penampungan pohon milik Dinas Kehutanan DKI.
Sementara Sekda Pemprov DKI Saefullah mengatakan terdapat 85 pohon yang dipindahkan.
Atas perbuatannya itu, kata Idris, PSI menganggap Anies sangat ceroboh dalam mengelola lingkungan.
Oleh karena itu, Idris meminta agar Anies melakukan komunikasi yang baik dengan pemerintah pusat untuk mengurus perizinan revitalisasi Monas. Ia juga meminta agar Pemprov DKI memperhatikan dampak lingkungan ketika menebang pohon.
"Pak Anies juga harus turun ke bawa bersama jajarannya untuk memonitor pembangunan dan melalukan kerja-kerja yang lebih banyak,” kata dia.
Anggota DPRD DKI dari Fraksi PDIP Gembong Warsono juga meminta Anies agar izin terlebih dahulu kepada pemerintah pusat terkait proyek ini. Hal ini, kata dia, agar proyek revitalisasi Monas tidak dianggap "ilegal".
Gembong juga mengatakan Pemprov DKI harus koordinasi dengan DPRD. Pasalnya ketika alokasi anggaran disetujui DPRD, seharusnya Pemprov DKI memaparkan terlebih dahulu konsep revitalisasi tersebut.
Namun sayangnya, kata Gembong, sebelum berkoordinasi, revitalisasi Monas telah dilaksanakan.
"Pemprov memang lemah dalam koordinasi, kalau tidak lemah koordinasi ini tidak ada masalah," kata dia kepada reporter Tirto.
Oleh karena itu, politikus PDIP itu menyarankan ke depan ketika Pemprov DKI mengelola segala sesuatu, harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
"Perlu koordinasi dengan semua pihak, bukan hanya pemerintah pusat, sektor samping seperti pemerintah sekitar Jakarta [perlu koordinasi] agar berjalan dengan baik,” kata dia.
Pemprov DKI Telah Kirim Surat Izin
Terkait ini, Saefullah mengaku pihaknya telah melayangkan surat perizinan ke Mensesneg untuk proyek tersebut yang ditandatangani langsung oleh Gubernur DKI Anies Baswedan.
"Ini juga yanag pak gubernur sampaikan sudah kita sesuaikan kalimatnya dengan Keppres 25,” kata dia.
Dengan adanya Keppres 25/1995, kata dia, semakin memperjelas tugas dan fungsi dari Pemprov DKI dan pemerintah pusat. Sehingga jika pemprov ingin melakukan pembangunan di kawasan sekitaran Istana Negara, maka harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah pusat.
Jika nanti surat tersebut dibalas oleh Mensesneg berupa arahan revitalisasi Monas, kata dia, maka Pemprov DKI bakal menindaklanjuti hasil rekomendasi tersebut.
"Kami berharap surat dibalas secepatnya," ucap dia.
Saefullah mengatakan alasan Pemprov DKI getol untuk melakukan revitalisasi karena untuk akselarasi.
"Jadi bangunan harus cepat, masa harus berlama-lama. Ini selesai supaya dia berfungsi, kami mengejar fungsinya," kata dia.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz