Menuju konten utama

BUMN Karya Banyak Skandal, Bukti Praktik GCG Sekadar Formalitas

Praktek GCG di BUMN sekadar formalitas karena diketemukan banyak aksi window dressing yang masuk dalam kategori penipuan akuntansi dalam laporan keuangan.

BUMN Karya Banyak Skandal, Bukti Praktik GCG Sekadar Formalitas
Pekerja menyelesaikan pembangunan proyek jalan tol Sigli-Banda Aceh (Sibanceh) Seksi VI di kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (6/10/2022). ANTARA FOTO/Ampelsa/foc.

tirto.id - Dugaan manipulasi laporan keuangan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Waskita Karya Tbk (Waskita) dan PT Wijaya Karya Tbk (Wika) telah membongkar fakta bahwa praktik tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) baru sekadar formalitas.

Pengawasan berlapis dari berbagai lembaga dan seabrek aturan GCG tidak ada artinya, jika pejabatnya bermental ABS (Asal Bapak Senang) dan korup.

Pejabat BUMN yang bermental ABS akan melakukan segala cara untuk menyenangkan “bosnya.” Salah satunya dengan memanipulasi laporan keuangan atau membuat laporan keuangan palsu.

Laporan keuangan dipoles sedemikian rupa agar terlihat bagus, padahal faktanya buruk.Tindakan tak berakhlak itu dipastikan bakal mewariskan tumpukan masalah kepada pejabat penggantinya.

Kasus perusahaan terbuka BUMN yang mempercantik laporan keuangan ini sudah berulang kali terjadi. Yang terbaru, Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI bersama Kementerian BUMN, Senin (5/6/2023), mengungkapkan adanya dugaan manipulasi laporan keuangan di Waskita dan Wika.

Sebagaimana dikutip dari Antaranews, pria yang akrab dipanggil Tiko ini mengatakan, laporan keuangan dua BUMN Karya itu tidak sesuai dengan kondisi riilnya. Laporan keuangannya menyatakan selalu untung, padahal arus kas (cash flow) perusahaan tidak pernah positif.

Berdasarkan laporan Keuangan publikasi Waskita konsolidasian tahun 2022, pendapatan usaha perseroan naik, kerugian tahun berjalan turun.

Perseroan membukukan pendapatan usaha tahun 2022 sebesar Rp15,30 triliun atau naik 25,20% dibanding pendapatan usaha tahun 2021 sebesar Rp12,22 triliun. Sedangkan kerugian tahun berjalan turun 8,74%, yaitu dari Rp1,83 triliun di tahun 2021 menjadi Rp1,67 triliun di tahun 2022.

Bagaimana dengan kinerja Wika? Pendapatan bersih konsolidasian naik, tetapi perseroan justru merugi.

Wika di tahun 2022 mencatat rugi bersih konsolidasian sebesar Rp59,6 miliar, dibandingkan laba bersih konsolidasian Rp117,67 miliar di tahun 2021. Sedangkan pendapatan bersih konsolidasian sebesar Rp21,48 triliun atau naik 20,67% dibandingkan Rp17,80 triliun di tahun 2021.

Tak hanya merugi, kedua BUMN Karya itu juga disebut sedang kesulitan cash flow, sehingga Kementerian BUMN harus meminta persetujuan DPR untuk menyuntikkan dana sebesar Rp57,9 triliun guna menambah permodalan di 9 BUMN melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN).

Dengan adanya kasus manipulasi tersebut, banyak pihak meminta suntikan modal untuk dua BUMN itu ditunda sampai kasusnya jelas. Sebab, tindakan mempercantik laporan keuangan itu bakal meninggalkan “bom waktu,” yang siap meledak kapan saja.

Catatan Merah Waskita & Wika

Sebagai perusahaan terbuka yang berstatus BUMN, Waskita dan Wika sebenarnya sudah mendapatkan pengawasan berlapis-lapis dari berbagai pihak, seperti komite audit, dewan komisaris, akuntan publik, Bursa Efek Indonesia (BEI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga BPKP.

Anehnya, manipulasi data yang diduga sudah dilakukan beberapa tahun itu berjalan mulus tanpa ada yang tahu. Bahkan, akuntan publik yang setiap tahun mengaudit laporan keuangannya juga tak mampu mendeteksi adanya rekayasa laporan keuangan. Kok bisa? Mungkinkah ada persekongkolan jahat?

Kementerian BUMN sedang melakukan penyelidikan. Jika terbukti akuntannya bermasalah, tentu izin operasionalnya sebagai akuntan publik bisa dicabut oleh OJK.

Berdasarkan laporan keterbukaan informasi BEI, Waskita menggunakan jasa kantor akuntan publik Kosasih, Nurdiyaman, Mulyadi, Tjahjo, dan rekan untuk mengaudit laporan keuangan tahun buku 2021 dan 2022.

Kantor akuntan publik anggota dari Crowe Indonesia tersebut, terhitung sejak Februari tahun ini telah dibekukan izinnya oleh OJK, karena kliennya PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau Wanaartha Life terbukti bermasalah dan usahanya sudah dicabut pada 5 Desember 2022.

Terkait Waskita, BUMN konstruksi ini juga punya rekam jejak pernah memanipulasi laporan keuangan.

Tahun 2009, manipulasi keuangan Waskita terbongkar, sehingga perseroan direstrukturisasi dan direksinya dipecat. Saat itu, ditemukan kelebihan pencatatan sebesar Rp400 miliar, akibat direksi sejak tahun buku 2004-2008 memalsukan laporan keuangan dengan memasukkan proyeksi pendapatan beberapa tahun ke depan sebagai pendapatan di tahun-tahun sebelumnya.

Selain kasus manipulasi keuangan, beberapa pejabat Waskita, termasuk direktur utamanya juga terjerat kasus korupsi proyek fiktif senilai Rp2,5 triliun yang diduga terjadi di tahun 2016-2020. Kasus korupsi tersebut saat ini masih dalam proses di Kejaksaan Agung. Belum lagi kasus gugatan hukum dari penyedia barang dan jasa atau vendor yang tidak dibayar tagihannya.

Setali tiga uang dengan Waskita, kasus korupsi proyek dan utang juga mengerogoti kinerja Wika dan anak usahanya. Beberapa kasus yang diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diantaranya adalah Proyek Multiyear Peningkatan Jalan Lingkar Pulau Bengkalis dan korupsi proyek Jembatan Waterfront.

Terkait audit laporan keuangan, Wika berdasarkan keputusan RUPS Tahunan tanggal 12 April 2022 masih menggunakan jasa Kantor Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf, Aryanto, Mawar & Rekan (RSM Indonesia).

Selain kedua BUMN Karya, kasus manipulasi laporan keuangan juga pernah menerpa BUMN lain, diantaranya PT Garuda Indonesia Tbk yang terbongkar di tahun 2019. Lalu, PT Kereta Api Indonesia (KAI), dan PT Kimia Farma Tbk. Tidak menutup kemungkinan masih ada BUMN-BUMN lainnya.

Aksi Window Dressing

Tindakan memanipulasi laporan keuangan oleh dua emiten konstruksi ini menyerupai fenomena window dressing di pasar modal, dimana perusahaan terbuka atau emiten akan mempercantik performa laporan keuangannya dan manajer investasi akan mempercantik portofolio sahamnya.

Emiten bisa memoles laporan keuangannya dengan cara menunda pembayaran kewajiban atau melaporkan pendapatan lebih cepat dari seharusnya. Ada juga cara sederhana dengan tidak memasukkan tagihan-tagihan pihak ketiga, sehingga kewajiban perusahaan terlihat lebih kecil.

Aksi window dressing yang merekayasa laporan keuangan ini merupakan tindakan kejahatan di pasar modal dan dalam akuntansi dikategorikan sebagai salah satu tindakan penipuan akuntansi (fraud accounting). Manajemen sejatinya mengotak-atik laporan keuangan agar tampak bagus untuk beberapa tujuan.

Umumnya aksi ini dilakukan agar perusahaan mudah mendapatkan investasi atau pendanaan dari pihak eksternal, termasuk di dalamnya untuk menjaga harga saham perusahaan. Laporan keuangan yang kinclong tentunya akan memberi jaminan harga saham yang oke dan semakin menarik minat investor.

Aksi window dressing juga kerap digunakan untuk meminimalisir pengeluaran melalui pengurangan atau penghindaran pembayaran pajak. Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan menunjukkan performa keuangan yang buruk. Jika perseroan dilaporkan merugi, maka mereka tidak terkena pajak.

Selain itu, siasat yang sama juga dimanfaatkan untuk menutupi kesalahan manajemen atau keadaan perusahaan yang sebenarnya bermasalah, bahkan hampir bangkrut. Jika laporan keuangannya bagus, tentu pihak terkait menyangka perusahaan dalam kondisi baik-baik saja.

Dampak dari rekayasa laporan keuangan ini merugikan stakeholders (investor, perbankan/kreditor, pemegang saham, dan masyarakat luas). Jika perusahaan tidak jujur dalam menyajikan laporan keuangannya, tentu keputusan yang diambil oleh stakeholders bisa salah.

Akibat lainnya, investor bakal malas berinvestasi di BUMN. Perbankan juga akan menolak memberikan pendanaan, karena laporan keuangan yang tidak benar menyulitkan bank untuk melakukan analisa kredit.

Infografik BUMN Korup

Infografik BUMN Korup. tirto.id/Ecun

Praktik GCG

Banyak pihak menyadari bahwa kebangkrutan dunia usaha saat krisis ekonomi di tahun 1997/1998 itu ada kontribusi dari pengelolaan bisnis yang tidak benar, sarat dengan praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Akibat praktik bisnis tak sehat itu, investor menderita banyak kerugian.

Jika perusahaan tidak menerapkan GCG, tidak akan ada investor yang percaya untuk menempatkan uangnya di perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sebab itu, lembaga keuangan asing, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) juga mendorong otoritas bursa untuk mewajibkan perusahaan terbuka mewujudkan praktik bisnis yang beretika dengan menerapkan GCG.

Menurut BEI, manfaat dari penerapan GCG dapat berdampak positif pada terciptanya akuntabilitas perusahaan, transaksi yang wajar, dan independen serta keandalan dan peningkatan kualitas informasi kepada publik.

Artinya, pengelolaan perusahaan yang menerapkan GCG akan dilakukan dengan penuh tanggung jawab, bisa dipercaya, bebas benturan kepentingan dan tidak memberikan informasi bohong terkait perusahaan.

Melalui Keputusan Meneg. BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan praktik GCG pada BUMN, perusahaan pelat merah diwajibkan menerapkan prinsip GCG. Kedua BUMN Karya, sebagaimana terpampang di website masing-masing juga mengklaim telah menerapkan GCG sesuai keputusan Meneg. BUMN tersebut.

Dengan terbongkarnya laporan keuangan palsu dan berbagai korupsi tersebut, praktik GCG diyakini baru sebatas formalitas atau sekadar memenuhi aturan. GCG belum mampu mendorong manajemen untuk bekerja secara jujur dan profesional.

Indonesia Corruption Watch (ICW) yang melakukan pemantauan tren penindakan kasus korupsi BUMN sepanjang tahun 2016-2021 menyatakan lingkungan BUMN sangat rawan akan korupsi.

Dalam periode tersebut, jumlah kasus korupsi yang disidik oleh aparat penegak hukum mencapai 119 kasus dengan 340 tersangka. Tercatat sedikitnya 9 kasus pada tahun 2016, 33 kasus pada 2017, 21 kasus pada 2018, 20 kasus pada tahun 2019, 27 kasus pada tahun 2020, dan 9 kasus pada 2021.

Muncul pertanyaan besar mengenai peran para komisaris di BUMN yang tersandung kasus korupsi. Komisaris salah satunya bertanggungjawab untuk mengawasi jalannya tata kelola BUMN. Peran sentral tersebut semestinya dijalankan dengan maksimal.

Dugaan manipulasi keuangan di dua BUMN Karya itu menjadi sorotan publik, karena keduanya banyak memegang proyek pembangunan infrastruktur. Banyak proyek seharusnya semakin banyak pemasukan, bukan banyak masalah. Anehnya, justru banyak BUMN konstruksi saat ini dikabarkan sekarat, karena kehabisan modal.

Faktanya, kondisi BUMN Karya saat ini memang tidak baik-baik saja. Masyarakat menunggu hasil investigasi Kementerian BUMN untuk mengungkap misteri di BUMN Karya.

Menteri BUMN Erick Tohir berjanji akan memberikan sanksi tegas kepada jajaran direksi yang terbukti melakukan pelanggaran manipulasi keuangan, sebagaimana sanksi yang diberikan kepada Garuda Indonesia yang terjerat kasus serupa.

Kepercayaan adalah modal utama dalam kegiatan bisnis di sektor keuangan, perbankan, asuransi, leasing hingga pasar modal. Tanpa adanya kepercayaan, bisnisnya tidak akan jalan. Seluruh pelaku bisnis harus selalu ingat dengan kalimat ini, My word is my bond.

Di sisi lain, mental “Asal Bapak Senang” dan KKN yang menghambat terwujudnya praktik GCG di BUMN harus dikikis habis. Rakyat tidak ingin, BUMN yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional dan mengemban misi mulia sebagai agen pembangunan, kondisinya “seperti ini terus,” alias banyak masalah.

Baca juga artikel terkait WIKA atau tulisan lainnya dari Suli Murwani

tirto.id - Bisnis
Kontributor: Suli Murwani
Penulis: Suli Murwani
Editor: Dwi Ayuningtyas