tirto.id - Pada Mei 2019 ini dipastikan menjadi akhir penyaluran bantuan sosial jenis Beras Sejahtera (Rastra) oleh Badan Urusan Logistik (Bulog). Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Sosial mengubah penyaluran beras menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada 2019.
Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri Bulog Imam Subowo mengatakan tanda-tanda berakhirnya program Bansos Rastra ini sudah lama terlihat sejak 2016 lalu. Dari semula berjumlah 3,2 juta ton di tahun 2015 turun menjadi 2,7 juta ton di tahun 2016. Jumlah itu terus menyusut menjadi 2,5 juta ton di tahun 2017, 1,2 juta ton di tahun 2018 lalu turun drastis di tahun 2019 menjadi hanya 354.825 ton.
"2019 paling banyak Rastra 354 ribu ton. 2020 nol. Memang sekarang ini namanya Bansos Rastra raskin udah gak ada diganti BPNT. Tahun ini sedikit sekali dibanding tahun lalu 2,7 ton ini jauh sekali," ucap Imam dalam konferensi pers di Gudang Bulog Divre Cirebon, Jawa Barat pada Jumat (3/5).
"Sampai Mei sudah selesai. Pemerintah targetnya mau BPNT semua," tambah Imam.
Imam mengatakan penyaluran Bansos Rastra yang masih tersedia saat ini ditujukan pada daerah-daerah pinggiran yang belum terjangkau BPNT. Meskipun masih akan menyalurkan hingga Mei-September 2019 nanti, Imam mengatakan pemerintah telah berencana mengganti semuanya dengan BPNT.
Hal ini mencakup daerah-daerah pinggiran itu yang ditargetkan seluruhnya juga telah terjangkau BPNT pada tahun 2019 ini.
"Kemudian 2019 ini tinggal yang di ujung-ujung belum dijangkau BPNT jumlahnya 260 ribu ton. Contohnya Jawa Barat tinggal Cianjur," ucap Imam.
Perbedaannya, kata Imam, BPNT ini akan menggantikan penyaluran beras langsung menjadi uang dalam kartu yang diberikan pemerintah. Melalui uang itu, mereka dibebaskan dapat membeli kebutuhan pokoknya mulai dari beras, minyak goreng, telur hingga daging.
Mengenai kualitasnya, hal itu dibebaskan pada penerima manfaat untuk membeli pada level kualitas yang dikehendaki sesuai ketersediaan uang yang dimiliki.
"Ini diganti uang, gak ada beras lagi," ucap Imam.
Menghadapi masalah ini, Imam mengatakan Bulog telah menyiapkan langkah untuk mengubah haluan menjadi ke arah komersil. Meskipun masih tetap menjalankan peran stabilisator harga dan penyedia cadangan di kala darurat, Bulog, kata Imam, akan mengarahkan penyaluran berasnya pada permintaan konsumen.
"Peran Bulog dalam stabilisator ya harus kami jalankan. Minimal 1,5 juta ton pengadaan tapi untuk kehidupan bulog kami tetap harus jualan [komersil]," ucap Imam.
Kendati demikian, Imam menyarankan agar realisasi BPNT tetap melibatkan Bulog. Sebab hal itu berkaitan dengan beban Bulog yang saat ini diwajibkan menyerap beras petani, tetapi penyalurannya terkendala oleh kebijakan Kemensos yang tak memberi kekhususan bagi Bulog.
"BPNT gak ada Bulog. Kemensos ingin supplier-nya bebas. Kami berkewajiban nyerap tapi harusnya bisa mengeluarkan [stok]. Jadi harusnya barang dari Bulog," ucap Imam.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri