Menuju konten utama

Buku SD Sebut Yerusalem Ibu Kota Israel, Kemendikbud Akui Kesalahan

Kemendikbud mengakui sistem pengawasan buku pelajaran masih lemah sehingga perlu bantuan para guru dan masyarakat.

Buku SD Sebut Yerusalem Ibu Kota Israel, Kemendikbud Akui Kesalahan
(Ilustrasi) Pelajar membaca buku yang dibawa mobil perpustakaan keliling milik Badan Arsip dan Perpustakaan Kota di Banda Aceh, Aceh, Rabu (4/10/2017). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra.

tirto.id - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengakui ada kesalahan dalam kasus pemuatan informasi “Yerusalem Ibu Kota Israel” di Buku Pelajaran IPS kelas VI SD. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Kemendikbud, Totok Suprayitno menyatakan karena ada kesalahan tersebut, akhirnya diputuskan bahwa materi buku itu direvisi. Informasi Ibu Kota Israel lalu diubah menjadi Tel Aviv.

Menurut Totok, kesalahan ini menandakan sistem pengawasan pada penerbitan buku pelajaran belum sempurna. “Tidak semua buku yang kami terbitkan itu perfect (sempurna),” kata dia dalam konferensi pers di Gedung Kemendikbud, Jakarta, pada Kamis (14/12/2017).

Karena itu, Totok mengimbau kepada para guru dan masyarakat luas bisa ikut terlibat aktif melakukan pengawasan terhadap konten buku-buku pelajaran yang bermasalah. Ia berdalih pengawasan tidak bisa sepenuhnya dilakukan oleh pihak Kemendikbud.

“Kami mengajak juga masyarakat membaca. Pengawasan itu bisa juga dilakukan oleh guru. Guru-guru yang membaca itu tolong speak-up (lapor) kalau menemukan yang janggal,” ujar dia.

Buku IPS Kelas IV SD, yang diralat kontennya tersebut, merupakan teks pelajaran untuk kurikulum 2006. Peralatan konten buku itu telah disebarluaskan ke sekolah-sekolah melalui dinas pendidikan. Kemendikbud mengakui klaim bahwa Yerusalem Ibu Kota Israel tak sejalan dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea I yang menyatakan menentang penjajahan. Hal itu juga tak sesuai dengan keputusan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 1947.

Totok juga menjelaskan selama ini ada beberapa tahap yang berlangsung di proses penerbitan buku pelajaran, yakni penulisan, penilaian, penelahaan. Setelah itu, ada penilaian kembali oleh guru atau petugas yang ditunjuk, lalu baru buku dicetak.

“Buku ini ditulis oleh penulis. Kemudian buku ini diserahkan kepada Kemendikbud. Kami terima dan nilai kelayakannya. Yang melakukan penilaian itu di BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) di Kemendikbud. Dinyatakan layak kemudian buku ini dipasang di website sebagai buku sekolah elektronik (BSE),” ujar dia.

Banyaknya tahap tersebut tetap tidak bisa mencegah terjadinya kesalahan. “Mohon guru, kepala sekolah, siswa amati dulu ketika terjadi ketidakbenaran atau kejanggalan. Silakan dikatakan, informasikan, bisa ke penulisnya juga,” kata dia.

Kemendikbud melalui Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) membuka akses kepada masyarakat untuk dapat memberikan saran dan kritik tentang buku pelajaran yang digunakan di sekolah. Laporan bisa diberikan masyarakat melalui laman http://buku.kemdikbud.go.id.

Baca juga artikel terkait YERUSALEM atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom