tirto.id - Dewan Pendidikan Kabupaten Bondowoso, Syaeful Bahar meminta buku mata pelajaran IPS untuk kelas enam SD/MI segera ditarik dari peredaran karena tercantum nama ibu kota Israel adalah Yerusalem.
"Laporan dari beberapa komite sekolah pada Rabu (13/12/2017) malam sudah ditemukan sekolah yang menggunakan buku itu, oleh karena itu kami bertanggung jawab untuk berkirim surat kepada pihak penerbit dan pemerintah," katanya di Bondowoso, Jawa Timur, Kamis (14/12/2017).
Ia juga meminta kepada Yudhistira, penerbit buku tersebut untuk segera menarik dari peredaran dan juga meminta klarifikasi dari pihak Yudhistira maupun penulis.
Pencantuman nama ibu kota Israel adalah Yerusalem itu, kata Syaeful, adalah sebuah kecerobohan, karena secara tegas dunia internasional mengakui bahwa Yerusalem merupakan Ibu Kota Palestina. Dan Hal itu tertuang dalam Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2253 tertanggal 4 Juli 1967 hingga resolusi Nomor 71 tanggal 23 Desember 2016.
"Resolusi Majelis Umum PBB menegaskan perlindungan terhadap Yerusalem terhadap okupasi Israel," katanya, seperti dikutip Antara.
Dewan Pendidikan, lanjut dia, akan segera berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bondowoso dan termasuk juga akan berkomunikasi dengan komite sekolah untuk terus mencari buku IPS kelas 6 terbitan Yudhistira tersebut.
"Konflik kekerasan di Palestina telah melukai sisi kemanusiaan, karena persoalan Palestina bukan persoalan komunitas agama melainkan sebuah kejahatan kemanusiaan," ucapnya.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bondowoso, Endang Hardiyati mengatakan untuk sementara buku yang dimaksud belum ditemukan di sekolah-sekolah.
"Hari ini kami bersama komite sekolah mencari buku mata pelajaran IPS kelas enam tersebut, namun belum ditemukan. Jika nantinya ada dan ditemukan tentunya akan kami langsung tarik dari peredaran," katanya.
Pemindahan ibu kota Israel ke Yerusalem itu diumumkan Trump pada Rabu (6/12/2017). Ia menyatakan Pemerintah Amerika Serikat memindahkan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, pernyataan sikap ini diiringi dengan pemindahan Kedutaan Besar AS.
Status terakhir Yerusalem selalu menjadi salah satu pertanyaan paling sulit dan sensitif dalam konflik Israel-Palestina yang sudah berlangsung sejak akhir 1940-an.
Jika AS menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, hal ini akan dianggap sebagai keputusan sepihak, padahal isu ini seharusnya diserahkan ke perundingan. Selain itu, manuver AS juga dianggap melanggar konsensus internasional mengenai masa depan kota suci tersebut.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra