Menuju konten utama

Browser Opera: antara Kompresi Data dan Celah Akses ke Konten Porno

Peramban Opera, baik versi mobile maupun Mini, memiliki celah yang bisa dimanfaatkan untuk mengakses konten pornografi.

Browser Opera: antara Kompresi Data dan Celah Akses ke Konten Porno
Ilustrasi opera browser. FOTO/bgr.in

tirto.id - Laman tanya-jawab Quorasuatu hari kedapatan pertanyaan menggelitik: “Apa peramban terbaik untuk untuk menonton konten pornografi di Android?” Seorang pengguna Quora bernama John Green menjawab: “Favorit pribadi saya ialah Opera, terutama karena Anda bisa menggunakan Opera Free VPN. Itu berguna untuk memperkuat aspek privasi, dan mengisolasi jaringan data Anda agar jauh dari Google.”

Opera, yang namanya dicatut Green, merupakan browser atau peramban yang mula-mula diperkenalkan dalam sebuah riset perusahaan telekomunikasi asal Norwegia bernama Telenor pada 1994. Mengutip laman resmi Telenor, riset ini lantas dijadikan usaha mandiri dengan pendirian Opera Software ASA setahun kemudian. Opera dirancang, tulis Telenor, sebagai "peramban berkualitas tinggi, dengan produk multi-platform, multi-sistem operasi". Pada 2016, sebagaimana dilansir laman Engadget, bisnis peramban Opera dijual senilai $600 juta ke konsorsium Cina yang dikepalai Qihoo.

Saat ini, peramban Opera menggunakan Blink sebagai browser engine mereka. Browser engine adalah komponen inti peramban yang berfungsi menerjemahkan dokumen HTML atau segala komponen laman web ke dalam bentuk utuh yang bisa dibaca pengguna. Blink sendiri adalah bagian dari Chromium, browser engine yang digunakan Chrome, peramban Google yang diciptakan atas kontribusi Google, Opera, Adobe, Intel, hingga Samsung.

Blog resmi proyek Chromium mengatakan bahwa Blink “menyajikan sedikit perubahan pada pengembang web [...] khususnya dengan melakukan penyederhanaan basis kode perangkat lunak. Blink menghapus 4,5 juta baris kode pemrograman (dari versi Chromium) [...] yang membuat Blink lebih stabil dan memiliki sedikit bug.”

Mengutip data yang dipaparkan Statista, Opera, khususnya di segmen mobile, punya pangsa pasar sebesar 5,15 persen per Februari 2018. Meskipun kalah dari Chrome yang pangsa pasarnya sebesar 51,66 persen, Opera unggul dibandingkan peramban built-in (bawaan) perangkat yang ada dalam perangkat Android (2,31 persen), Blackberry (0,13 persen), dan Nokia (0,09 persen).

Lantas, mengapa Green bisa mengklaim Opera sebagai peramban favoritnya untuk mengakses konten pornografi? Jawabannya tak lain ialah Opera Mini dan fitur VPN yang otomatis tertanam di versi Desktop.

Opera Mini dan Fitur VPN Bawaan

Opera punya dua produk utama untuk menggaet masyarakat internet dunia. Pertama, Opera Mini, peramban versi mobile yang mengusung kompresi data tingkat tinggi. Kedua, VPN bawaan (Built-in VPN), yakni fitur penyedia koneksi privat yang berjalan di atas koneksi publik.

Opera Mini bekerja layaknya fitur kompresi data Opera Turbo. Dikutip dari laman resmi Opera, Opera Mini bekerja dengan mengalihkan seluruh permintaan akses ke situsweb oleh pengguna ke server milik Opera yang diklaim berada di Norwegia. Server Norwegia inilah yang lantas berhubungan dengan server situsweb yang diminta pengguna. Singkatnya, server Opera bekerja sebagai middle-man alias makelar.

Kerja Opera Mini berbeda dengan cara kerja peramban umum. Di peramban umum, saat pengguna melakukan permintaan akses situsweb, peramban membawa permintaan itu ke server situsweb yang dimaksud. Lantas, situsweb memberi timbal-balik langsung ke pengguna. Tidak ada server milik peramban yang bekerja—alias, tidak ada makelar.

Tony Bradley, penulis buku Unified Communications for Dummies, dalam tulisannya di PC World, mengatakan bahwa kerja Opera Mini punya kelemahan. “Ketika koneksi internet antara ponsel dan server Opera di Norwegia lambat atau bahkan offline, seketika aktivitas berselancar di dunia maya akan terganggu atau bahkan terhenti. Meskipun, jaringan internet tidak memiliki masalah sedikit pun.”

Tapi di situlah letak kekuatan Opera Mini. Server Opera bukan makelar biasa, melainkan berperan sebagai petugas pengompres/pengecil ukuran data. Sebagaimana dikutip The Indian Express, Bruce Lawson, Chief Technology Officer Opera, mengatakan bahwa Opera Mini sanggup mengecilkan ukuran data hingga 90 persen. Artinya, jika situsweb memiliki ukuran 1 megabyte, pengguna Opera Mini hanya dibebani data sebesar 100 kilobyte.

“Secara umum laman situsweb mengandung 50-60 aset. Permintaan yang diterima akan kami kecilkan ukuran datanya lalu kami berikan ke pengguna dalam bentuk file (khusus),” kata Lawson.

File khusus yang dimaksud adalah OBML (Opera Binary Markup Language). Laman pengembangan Opera mendefinisikan OBML sebagai satu set situsweb yang diminta pengguna Opera Mini yang ukuran datanya telah dikompres.

Kemampuan mengkompres ukuran situsweb inilah yang menyediakan celah untuk akses konten pornografi di Opera. Situs porno populer Pornhub yang tak bisa dibuka di Indonesia, misalnya, mudah diakses via Opera Mini. Ini terjadi lantaran provider internet terkecoh dan menganggap bahwa semua permintaan di atas jaringan mereka hanya tertuju ke satu alamat: server Opera. Padahal, ketika menggunakan peramban Chrome atau Safari, Pornhub tidak bisa diakses.

Julia Szyndzielorz, Senior PR Manager Opera, dan Alejandro Viquez, Communication Manager Opera, belum berkomentar ketika ditanya Tirto tentang celah pada Opera yang bisa dimanfaatkan mengakses konten pornografi.

Masih dalam tulisannya di PC World, Tony Bradley mengatakan bahwa selain bisa dimanfaatkan untuk mengakses konten pornografi, Opera Mini punya masalah keamanan lain. Pasalnya, Opera Mini mengarahkan semua koneksi ke Amazon, situsweb Bank, Google, atau apapun ke server Opera. “Opera pada dasarnya bisa membaca semua jejak digital, misalnya cache penggunanya ketika menggunakan Opera Mini [...] Bahkan Opera bisa mengintip ketika pengguna mengunjungi situsweb yang dienkripsi.”

Infografik Browser Hemat Data

Pada versi Desktop, Opera secara otomatis memasang VPN pada peramban mereka. Karena VPN merupakan koneksi privat yang berjalan di atas koneksi publik, pengguna seolah-olah bebas mengakses situsweb manapun yang diinginkan. Dengan VPN aktif, pengguna Opera tak hanya dapat mengakses situs porno, tapi juga mengunjungi situs-situs yang diblokir pemerintah seperti Vimeo, Tumblr, hingga Reddit.

Peramban Desktop lainnya seperti Chrome, misalnya, tak memiliki fitur VPN bawaan sehingga pengguna tak bisa mengakses situs-situs yang diblokir.

Kompresi data di dunia peramban

Kompresi data atau pemampatan data merujuk pada teknik mengecilkan ukuran data digital dengan prinsip statistical redundancy.

Katakanlah ada file JPG berwarna merah polos berukuran 100x100 piksel dengan 2 byte per pixel. Tanpa teknologi kompresi, ukuran file JPG tersebut ialah 20.000 byte. Namun, dengan teknologi kompresi, data yang akan disimpan ialah data tentang satu warna yang dikandung gambar dan data bahwa seluruh piksel memiliki warna yang sama. Walhasil, file itu akan berukuran kurang dari 20.000 byte.

Selain digunakan Opera, khususnya Opera Mini, teknologi kompresi data pun dipakai peramban lain. Salah satunya UC Browser, peramban milik Alibaba yang pertama diperkenalkan pada April 2004 dalam bentuk aplikasi berbasis Java. Peramban ini menggunakan teknologi kompresi serupa Opera Mini dan memanfaatkan server khusus.

Chrome pun memiliki teknologi yang berbeda untuk menghemat data. Alih-alih menggunakan server khusus untuk mengompres data, Chrome melenyapkan hampir tiap gambar yang termuat dalam situsweb yang diminta penggunanya. Menurut klaim Google, langkah ini sukses menghemat data hingga 70 persen.

Baca juga artikel terkait KONTEN PORNOGRAFI atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Windu Jusuf