tirto.id - Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta berencana melaporkan pengembang pulau D, PT Kapuk Naga Indah (KNI), ke Bareskrim Polri. Laporan itu berkaitan dengan sengketa pengembalian uang kepada 9 konsumen properti yang dibangun di lahan hasil reklamasi Teluk Jakarta tersebut.
Anggota BPSK DKI Yohanes Tobing mengatakan laporan ke polisi akan dilayangkan oleh lembaganya apabila hasil pemeriksaan berkas perkara kasus sengketa ini menunjukkan adanya indikasi pelanggaran PT KNI terhadap Pasal 9 UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam Pasal 9 UU tersebut dinyatakan bahwa "Pelaku usaha dilarang mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti."
Indikasi pelanggaran pasal itu, menurut Yohanes, menjadi inti gugatan 9 orang konsumen Kapuk Naga Indah yang diajukan ke BPSK. Mereka menggugat lantaran Kapuk Naga Indah belum memiliki izin lengkap dalam membangun perumahan "Golf Island" di Pulau D.
Gugatan 9 konsumen terhadap Kapuk Naga Indah di BPSK menuntut pengembalian uang cicilan dan booking fee (duit tanda jadi) senilai Rp36 miliar yang telah dibayarkan untuk pembelian rumah dan rumah kantor (rukan) di Pulau D sejak 2013.
"Asas dari UU Perlindungan Konsumen ini (adalah) harus ada kepastian hukum untuk memberikan perlindungan konsumen," kata Yohanes di kantor BPSK, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Jumat (29/12/2017).
Dia mengimbuhkan BPSK sebetulnya berniat mendorong penyelesaian sengketa ini tanpa harus ke kepolisian. Sebab, jika dalam persidangan, yang digelar oleh BPSK, terbukti Kapuk Naga Indah melakukan pelanggaran, lembaga ini dapat memberikan sanksi administrasi berdasar Pasal 60 UU Perlindungan Konsumen.
Tapi, menurut Yohanes, Kapuk Naga Indah tidak mau sengketa ini diselesaikan di BPSK. Dalam beberapa kali persidangan di BPSK, pihak pengembang tidak hadir.
"Sidang pertama pelaku usaha tidak hadir. Sidang kedua dihadiri oleh Georgeus kuasa hukum dari KNI. Dia menyatakan PT KNI tidak bersedia," kata Yohanes.
Sementara pada sidang ketiga, majelis hakim pun memutuskan agar kasus ditutup dan diselesaikan di luar BPSK.
"Dalam pasal 52 UU perlindungan konsumen, wewenang BPSK salah satunya melaporkan kepada penyidik umum apabila terdapat dugaan tindak pidana perlindungan konsumen," ujarnya.
Dia menambahkan kasus ini juga bisa meluas pada indikasi pidana pelanggaran UU Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan pemukiman.
Salah satunya, terkait pasal 42 tentang syarat izin penjualan unit perumahan, yakni kepastian atas status kepemilikan tanah, kepastian atas hal yang diperjanjikan, kepemilikan izin mendirikan bangunan induk, ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum, serta keterbangunan minimal 20 persen.
"Itu nanti kami bicarakan dengan majelis. Kami juga akan bicara kepada kementerian PUPR untuk menjelaskan," kata Yohanes.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom