Menuju konten utama

BPS: Terjadi Deflasi 0,27 Persen Sepanjang September 2019

Deflasi didorong oleh faktor anjloknya harga sejumlah bahan pangan pada bulan lalu.

BPS: Terjadi Deflasi 0,27 Persen Sepanjang September 2019
logo BPS. FOTO/bps.go.id

tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi sebesar 0,27 persen sepanjang September 2019. Berdasarkan hasil pemantauan di 82 kota di seluruh Indonesia, 70 kota mencatatkan deflasi, sementara 12 kota mengalami inflasi.

Kepala BPS Suharyanto menuturkan, deflasi tertinggi terjadi di Sibolga sebesar 1,94 persen, dan terendah di Surabaya 0,02 persen. Sementara inflasi tertinggi terjadi di Meulaboh sebesar 0,91 persen.

"Dengan deflasi 0,27 persen pada September 2019, maka inflasi tahun kalender Januari-September 2019 adalah sebesar 2,20 persen. Sementara inflasi tahunan dari September 2018 ke September 2019 (yoy) sebesar 3,39 persen," kata Suharyanto di kantor BPS, Jakarta Pusat, Selasa (1/10/2019).

Berdasarkan kelompok pengeluaran, tutur Suhariyanto, deflasi didorong oleh faktor anjloknya harga sejumlah bahan pangan pada bulan lalu.

Kelompok bahan makanan tercatat menyumbang deflasi sebesar 1,97 persen. "Bahwa terjadi deflasi untuk bahan makanan lebih disebabkan penurunan harga berbagai komoditas bumbu-bumbu dan daging ayam ras," imbuhnya.

Suhariyanto mengatakan, komoditas yang dominan memberikan andil kepada deflasi salah satunya adalah cabai merah. "Harga cabai merah turun tajam, di mana andilnya kepada deflasi adalah 0,19 persen," tuturnya.

Di samping itu, harga bawang merah juga mengalami deflasi dengan andil sebesar 0,07 persen. Kemudian, daging ayam ras dengan andil terhadap deflasi 0,05 persen; cabai rawit dengan andil 0,03 persen; serta telur ayam ras dengan andil 0,02 persen.

"Jadi bisa dilihat terjadinya deflasi disebabkan berbagai komoditas tumbuh-tumbuhan plus daging ayam ras dan telur ayam ras," lanjut Suharyanto.

Sementara untuk kelompok pengeluaran makanan dan minuman jadi serta tembakau, komoditas yang dominan menyumbang inflasi adalah mie. "Kemudian nasi dan lauk pauk serta rokok filter yang masing-masing sumbangannya terhadap inflasi sebesar 0,01 persen," terangnya.

Kelompok pengeluaran perumahan mengalami inflasi tipis sebesar 0,09 persen dengan sumbangan terhadap inflasi sebesar0,2 persen. Komoditas yang memberikan andil dominan terhadap inflasi dalam kelompok ini adalah sewa rumah yakni sebesar 0,01 persen.

Sementara itu, inflasi terbesar terjadi pada kelompok pengeluaran sandang sebesar 0,72 persen, dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,05 persen.

"Komoditas paling dominan adalah kenaikan emas dan perhiasan. Harga emas sedang booming, kenaikan harga emas sumbang inflasi 0,04 persen. Kenaikan harga emas perhiasan terjadi di 78 kota IHK, di mana kenaikan tertinggi di Cirebon 10 persen dan Surakarta 9 persen," tutur Suhariyanto.

"Kenaikan emas terjadi di 70 kota IHK dengan kenaikan tertinggi di Cirebon sebesar 10 persen dan Surakarta sebesar 9 persen," sambungnya.

Kelompok kesehatan mengalami inflasi 0,32 persen memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,01. "Tak ada komoditas yang menyumbang dominan," ujarnya.

Sementara pendidikan, rekreasi dan olahraga inflasinya adalah 0,47 persen dengan sumbangan terhadap inflasi 0,04 persen. Komoditas yang dominan menyumbang inflasi dalam kelompok ini adalah kenaikan uang kuliah Untuk perguruan tinggi dengan andil sebesar 0,02 persen.

Terakhir untuk kelompok pengeluaran transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami inflasi 0,01 persen. Komoditas tarif angkutan udara memberikan sumbangan terhadap deflasi sebesar 0,01 persen.

"Adanya penurunan harga tiket pesawat pada waktu-waktu tertentu menyebabkan harga tiket turun di 19 Kota IHK dan memberikan andil kepada deflasi 0,01 persen," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait DEFLASI atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Gilang Ramadhan