tirto.id - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terancam mengalami defisit pada 2023 mendatang. Defisit itu terjadi lantaran jumlah pendapatan dari pungutan ekspor dilakukan perusahaan tak sebanding dengan pengeluaran
Direktur Utama BPDPKS, Eddy Abdurrachman mengatakan, jumlah pungutan ekspor pada 2022 diperkirakan hanya mencapai sebesar Rp30 triliun. Sementara potensi pengeluaran semakin banyak, sehingga kemungkinan bisa mengalami defisit di 2023.
"Tapi defisit itu masih bisa tertutupi," katanya dalam Press Conference Kinerja Sektor Sawit, di Grand Hyatt Jakarta, Kamis (22/12/2022).
Menurutnya defisit tersebut bisa ditutupi karena masih ada balance dari 2022 sebesar Rp20 triliun. Diapun berharap dana tersebut bisa menambal potensi defisit.
"Pengeluarannya relatif cukup banyak, meskipun ada biodiesel. Jadi akan defisit, kalau seandainya kita hanya mengandalkan dari pungutan ekspor dengan pengeluaran untuk membiayai program-program," ujarnya.
Walaupun demikian, dia tetap optimis pada2023, posisi keuangan BPDPKS masih oke, meski akan dibebani program biodisel B35. Menurut Eddy, jika Indonesia menerapkan B35 mulai tahun 2023, harga CPO akan berada di kisaran 970 per metrik ton.
"Jadi, program biodiesel itu sangat penting untuk menjaga harga sawit karena serapan yang begitu tinggi. Serapannya kurang lebih akan mencapai 13,15 juta kiloliter, itu akan memperoleh dampak untuk menjaga sawit," pungkasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang