tirto.id - Emmy Trisiana (33) tergopoh-gopoh menggandeng dua anak perempuannya yang berusia lima dan empat tahun. Hari itu ia harus bertemu klien. Namun sayangnya, tak ada yang bisa ia mintai tolong untuk menjaga anaknya selama ia bekerja.
Sebagai konsultan properti, ia memang tak setiap hari harus keluar rumah untuk menemui klien maupun calon pembeli. Biasanya, jika ia keluar, ada kerabatnya yang bisa dimintai tolong menjaga kedua anaknya. Namun sekarang ia cukup kesulitan untuk menemukan pengasuh. Sementara kedua mertuanya sudah cukup sepuh untuk menjaga dua anak yang sedang aktif-aktifnya.
“Pusing juga cari pengasuh. Karena enggak sembarangan orang yang kita percayai untuk menjaga anak-anak kita, apalagi anak-anak saya usianya masih kecil dan balita,” curhat Emmy kepada Tirto, Rabu (21/12/2022).
Terpaksa ia harus membawa kedua putrinya setiap akan menemui klien atau kunjungan ke unit properti. Merepotkan, tentu saja. Melelahkan, jangan ditanya. Belum lagi perasaan sungkan dengan klien.
Ada opsi lain yang tercetus di benak Emmy. Menitipkan anaknya di penitipan anak atau daycare. Namun lagi-lagi ia kepentok kenyataan. Biaya daycare dengan fasilitas lengkap dan pengasuh yang kompeten tentu tak murah. Jika ada yang terjangkau, Emmy tak yakin dengan pola pengasuhan bagi anak-anaknya.
“Pernah cari-cari info dan ternyata tarifnya itu lumayan juga yah. Lebih besar dari kalua kita gaji seorang nanny di rumah. Ya mungkin memang dari segi SDM-nya yang sudah kompeten makanya yang bikin agak mahal,” keluh Emmy.
Keresahan yang sama juga dirasakan Sri Rahmawati (43), seorang buruh Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Jakarta Utara merasa kebingungan untuk mencari daycare atau tempat penitipan anaknya yang masih berusia 3 tahun.
Saat itu tahun 2019. Ia dan sang suami harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sehari-hari.Selain itu, perempuan yang akrab disapa Rahma ini juga aktif menjalani kegiatan di serikat buruh KBN Cakung.
Rahma awalnya menyewa jasa pengasuh dari tetangganya sejak sang buah hati masih berusia di bawah satu tahun.
Namun ia menaruh keresahan lantaran pola asuh putranya yang kurang sesuai. Jika sang anak menangis, biasanya pengasuhnya menenangkan dengan cara diberikan tontonan video.
"Kalau sama pengasuh memang yang penting anak jadi tenang," kata Rahma kepada Tirto, Rabu (21/12/2022).
Selain itu, putranya juga kerap diberikan makanan dan minuman sembarangan. Seperti ciki-cikian hingga minuman pemanis buatan.
Padahal, biasanya sebelum berangkat bekerja Rahma sering menyiapkan makanan dan minuman khusus untuk sang buah hati.
Namun ketika usia 18 bulan tiba-tiba saja putranya tidak enak badan sehingga harus dilarikan ke Rumah Sakit.
"Setelah diperiksa, dokter mengatakan anak saya konsumsi minuman kopi. Amandelnya sampai membengkak," ucapnya.
Akibat hal tersebut, putranya harus dirawat selama 17 hari.
"Sekarang kalau minum es sedikit amandelnya langsung bengkak karena sudah parah," ujarnya.
Peristiwa tersebut membuat hati Rahma terpukul. Akhirnya ia memutuskan mencari daycare untuk sang buah hati dibanding menitipkan anak ke tetangga sebagai pengasuh.
Setelah melakukan mencari dan menanyakan ke rekan kerjanya sesama buruh pabrik garmen di KBN Cakung, ia menemukan lokasi daycare yang berada di daerah Gading Griya, Jakarta Utara.
Lokasinya pun tak terlalu jauh dari kediamannya yang berada di belakang KBN Cakung, sekitar 10-15 menit saja. Sebelum berangkat ke tempat kerjanya sekitar pukul 06.10 WIB, Rahma mengantarkan sang anak terlebih dahulu ke tempat penitipan.
Sang anak mulai dititipkan pukul 06.30 WIB . Sementara Rahma masuk kerja pukul 7 pagi. Ia mengaku daycare tersebut lebih baik dibandingkan menggunakan pengasuhan dari tetangga.
Sebab tak hanya pengasuhan, bayinya juga diajarkan sejumlah pengetahuan dan juga dapat bermain. Rahma cukup beruntung. Ia tak perlu merogoh kocek lebih besar dari gaji pengasuhnya terdahulu, yakni sebesar Rp500 ribu.
"Malah ini lebih murah. Kalau pakai pengasuh tetangga ada tambahan-tambahan lagi," tuturnya.
Sementara itu Juni Ulfah (34), perempuan yang bekerja di sebuah perusahaan proyek engineering kawasan Cilandak, Jakarta Selatan harus merogoh kocek lebih dalam demi bisa menitipkan anaknya sejak usia 2 tahun ke daycare dekat dengan tempat kerjanya. Keputusan itu diambilnya setelah Ia mulai aktif bekerja satu tahun lalu.
Juni tinggal di daerah Jakarta Timur dan bekerja di Cilandak Jakarta Selatan. Agar dekat dengan anak dan bisa memantaunya, ia rela merogoh kocek sebesar Rp3,5 juta per bulan untuk menitipkan anaknya di daycare di kawasan Cilandak Town Square. Biaya itupun di luar uang pangkal dan iuran tahunan yang jika ditotal bisa mencapai belasan juta.
"Saya cari yang dekat tempat kerja agar bisa dipantau. Paling hitungan 5-10 menit sampai lah," kata Juni kepada Tirto, Rabu (21/12/2022).
Sama dengan Rahma, Juni mengantarkan anaknya terlebih dahulu ke daycare sembari ke tempat kerja.
Ia menuturkan sebenarnya jika sang anak bisa dititipkan ke kakek-neneknya di rumah. Namun, ia dan sang suami yang juga bekerja mempunyai pertimbangan agar buah hatinya itu juga dapat belajar dan bermain di daycare.
Alhasil, meski usianya masih belia, ia mampu melebihi anak-anak lainnya yang seumur dengannya. Bahkan di usianya yang 3 tahun, sang anak dapat membaca alfabet dengan bahasa Inggris.
Selain itu, perkembangan sang anak juga diberitahu, makanan dan tidur siang dijadwalkan, dan ketika pukul 5 sore Juni menjemputnya, daycare telah memandikan putranya dan dalam kondisi rapi.
"Jadi perkembangan anak sendiri lebih bagus, bisa sosialisasi sama temennya, emosinya bisa terkontrol, kalo ditinggal sama kakek nenek, kan umumnya nenek ya semua yang cucunya minta, mau makanan, minuman, dikasih saja," ucapnya.
Buruh Perempuan Minta Regulasi Daycare
Pekerja perempuan sering dihadapi persoalan dilematis antara pekerjaan dan anak. Ibu pekerja kerap dihantui perasaan bersalah dan khawatir karena harus meninggalkan anak-anaknya di bawah pengasuhan orang lain.
Banyak yang menjadi pertimbangan, mulai dari pola pengasuhan, kebutuhan gizi , hingga keselamatan sang anak. Beban mental yang sulit dibagi dengan orang lain bahkan suami sekalipun.
Beban mental itu sejatinya akan sedikit berkurang jika para ibu bekerja mengetahui anaknya berada di tangan yang tepat jika ia sedang bekerja di luar. Maka dari itu, kehadiran daycare yang ramah anak menjadi krusial.
Kepala Departemen Perempuan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Dian Septi Trisnanti meminta agar Presiden Jokowi membuat regulasi sebagai payung hukum pemenuhan hak pengasuhan anak, ketika kedua orangtuanya tengah bekerja.
Ia menuturkan, komitmen tersebut memang sudah dijalankan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA) dengan pembentukan Taman Asuh Anak Ceria (TARA) demi pemenuhan hak anak. Namun tidak kunjung menjadi regulasi.
"Problemnya dari pedoman itu belum lagi bergerak menjadi sebuah Permen [Peraturan Menteri]. Jadi kita menemui KSP, kita berpikirnya perlu payung kebijakan, payung hukum," kata Dia saat mendatangi Kantor Staf Presiden (KSP) di Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa (29/11/2022).
Ia mengatakan selama ini Presiden Jokowi hanya menyatakan aturan daycare secara verbal. Belum secara tertulis atau dibuatkan payung hukum.
"Sebenarnya kita kalau undang-undang juga enggak masalah. Masalah yang penting ada payung kebijakan sehingga bisa terlaksana dan anggaran tersedia," ucapnya.
Dian mengatakan permasalahan daycare penting untuk diperhatikan. Ia mengingatkan bahwa tidak sedikit perempuan menjadi pekerja sementara mereka juga kerap harus mengurusi anak. Para ibu yang bekerja akhirnya menitipkan anak mereka ke anggota keluarga atau tetangga mereka selama bekerja.
Akan tetapi, anak justru mengalami kejadian tidak menyenangkan saat dirawat tetangga maupun keluarga. Ia mencontohkan ada anak yang diberi antimo agar tidur atau anak yang dipukuli oleh pengasuh tanpa sepengetahuan orangtua.
"Artinya ada problem soal mindset dalam pengasuhan anak, pola pengasuhan anak yang belum berkembang di masyarakat jadi pengetahuannya baik ada baik yang ekonomi menengah atas smpai menengah ke bawah," ujarnya.
Di sisi lain, Dian mengatakan bahwa umur anak yang 2 tahun adalah masa emas. Sehingga, pendidikan anak yang layak itu akan menciptakan SDM yang handal demi menyongsong generasi emas 2045.
Sebab, anak berumur di bawah 5 tahun yang mendapat kasih sayang yang layak, kebutuhan afeksi mencukupi, kebutuhan kesejahteraan dan kesehatan terpenuhi sehingga bisa menjadi anak sehat dan punya sikap baik. Keberadaan daycare yang ramah anak akan menjadi titik awal pemenuhan hak dasar anak.
Dian pun mengatakan bahwa kebutuhan daycare sangat penting karena tidak sedikit pasutri bekerja. Saat ini, keberadaan daycare pun dinilai hanya bisa diakses para masyarakat menengah-atas karena iuran daycare yang cukup tinggi.
Untuk itu, mereka mendorong adanya regulasi karena tidak ingin kasus daycare sama seperti program Rumah Perlindungan Perempuan Pekerja (RP3) yang sudah disahkan dan dipromosikan pemerintah pada G20. Tetapi tidak berjalan karena minim dana dan anggaran.
"Artinya ini menjadi PR [Pekerjaan Rumah] bagi kita semua kebijakan yang bagus itu juga harus disertai dengan kebijakan anggaran yang juga baik. Memang disediakan uangnya. karena kalau nggak, tidak bisa beroperasi," imbuhnya.
Pada waktu yang sama, Ketua Institut Solidaritas Buruh Surabaya (ISBS), Dhamayanti Domin menilai keberadaan daycare untuk anak buruh dan kelompok rentan penting demi menjaga tumbuh kembang anak. Keberadaan daycare juga membuat orangtua mudah mengawasi anak ketika bekerja.
“Sayangnya, Indonesia masih belum punya praktik baik terkait daycare bagi anak pekerja. Kami berharap ada kebijakan strategis tentang daycare bagi anak pekerja agar bonus demografi ini tidak jadi beban negara, melainkan menjadi aset,” kata Dhamayanti.
Dhamayanti menambahkan penyelenggaraan daycare ramah anak yang berkualitas membutuhkan biaya operasional yang tinggi. Sementara itu, faktanya banyak buruh perempuan yang saat ini hanya memiliki pendapatan UMR dengan kemampuan finansial terbatas untuk mengakses layanan daycare swasta.
Padahal anak-anak terutama usia balita sangat membutuhkan pengasuhan yang tepat untuk tumbuh kembang yang optimal.
Oleh karenanya, para buruh berharap agar pemerintah dapat mengembangkan konsep daycare subsidi untuk menutup pembiayaan operasional yang menjamin sarana-prasarana ramah anak dan gaji guru pengasuh yang layak.
Daycare Dukung Produktivitas Perempuan
Kantor Staf Presiden (KSP) mengaku akan mengkaji aspirasi buruh dalam permasalahan kebutuhan daycare yang ramah anak. Hal itu disampaikan Tenaga Ahli Utama KSP, Brian Sri Prihastuti usai bertemu dengan perwakilan buruh yang mengeluhkan keberadaan daycare ramah anak.
“KSP akan terus mengkaji usulan-usulan ini untuk kemudian dikonsolidasikan dengan Kementerian/Lembaga terkait,” kata Brian dalam keterangan, Selasa (29/11/2022).
KSP akan berupaya memenuhi hak para pekerja perempuan agar mereka bisa bekerja optimal dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi tanpa khawatir soal anak mereka.
“Penyediaan Tempat Penitipan Anak (TPA) yang mudah diakses, terjangkau, dan ramah anak, akan membuat perempuan lebih produktif tanpa harus cemas karena anak-anaknya sudah mendapatkan akses penitipan yang sesuai standar," ucapnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan dan Lingkungan KPPPA, Rohika Kurniadi Sari mengatakan penyediaan tempat penitipan anak ini telah diamanahkan dalam Peraturan Menteri PPPA Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyediaan Sarana Kerja yang Responsif Gender dan Peduli Anak di Tempat Kerja. Mengingat pengasuhan anak usia balita sulit dilepaskan dari peran ibu.
Rohika mengatakan meningkatnya jumlah perempuan pekerja saat ini masih menyebabkan persoalan terkait peran perempuan dalam pengasuhan anak.
"Ketika kedua orang tua harus bekerja, anak-anak mereka sering ditemukan berada dalam kondisi pengasuhan yang tidak layak. Mereka berada dalam kondisi yang rentan dengan kekerasan karena rendahnya atau bahkan tidak adanya pengasuhan berkualitas berdasarkan hak dasar anak," kata Rohika dikutip Antara, Senin (12/12/2022).
Daycare ramah anak diharapkan dapat memastikan tetap terpenuhinya hak-hak anak dalam pengasuhan. Sehingga anak dapat tumbuh berkualitas, baik pengembangan fisik, spiritual, mental, moral dan sosialnya.
Selain itu, tempat penitipan anak berkualitas juga menjadi faktor pendukung dalam optimalisasi produktivitas kerja para perempuan pekerja yang sudah mempunyai anak. Hal itu demi memenuhi kebutuhan pengasuhan anak saat mereka bekerja.
“Yah intinya kalau bisa yang terjangkau dan berkualitas biar yang bisa menggunakan jasa daycare itu enggak cuma kalangan menengah ke atas aja. Banyak juga kok ibu-ibu menengah ke bawah, seperti saya, yang perlu dan membutuhkan jasa daycare,” tandas Emmy.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri