Menuju konten utama

Bos Anak Usaha Sinar Mas Pakai Sandi "Alquran" untuk Kode Uang Suap

Dalam kasus suap DPRD Kalteng, jaksa mengatakan terdakwa bos anak usaha PT Sinar Mas Agro Edy Saputra Suradja dan Direktur Operasional Sinar Mas Willy Agung Pradhana menggunakan kata sandi "Alquran" untuk menyamarkan kode uang suap.

Bos Anak Usaha Sinar Mas Pakai Sandi
Terdakwa kasus dugaan suap terkait fungsi pengawasan anggota DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) terhadap pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan perusahaan sawit PT Binasawit Abadi Pratama, anak usaha PT Sinar Mas, Edy Saputra Suradja menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jumat (11/1/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Wakil Direktur Utama PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (PT SMART) Edy Saputra Suradja didakwa telah memberikan suap sebesar Rp240 juta kepada sejumlah anggota DPRD Kalimantan Tengah.

Edy disebut melakukan perbuatan itu bersama-sama dengan Direktur Operasional Sinar Mas Wilayah Kalimantan IV Willy Agung Pradhana.

Jaksa mengatakan, untuk menyamarkan uang suap, keduanya menggunakan kata sandi "Alquran".

"Telah mendapat informasi dari terdakwa bahwa uang sejumlah Rp 240 juta dengan kata sandi 'Alquran' telah tersedia," kata Jaksa KPK Budi Nugraha di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (11/1/2019).

Kasus ini bermula ketika Komisi B DPRD Kalteng melakukan pengawasan terhadap PT Binasawit. Hal itu dilakukan dengan meninjau kantor PT BAP di Jakarta, dan perkebunan PT BAP di Kalteng.

Sebagai catatan, PT Binasawit Abadi Pratama dan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk merupakan dua anak usaha Sinar Mas Grup yang bergerak di bidang usaha kelapa sawit.

Dari hasil investigasi, ditemukan bahwa PT Binasawit memang diindikasikan telah menyebabkan pencemaran di Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Tak hanya itu, PT Binasawit ternyata juga tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPH). Padahal anak perusahaan Sinar Mas itu telah beroperasi selama 12 tahun sejak 2006.

DPRD Kalteng pun menyampaikan temuan itu ke media massa. Selain itu, Borak Milton berencana memanggil PT Binasawit guna Rapat Dengar Pendapat di DPRD.

Department Head Document and License Perkebunan Sinar Mas untuk wilayah Kalimantan Tengah dan Utara Teguh Dudy Syamsuri Zaldi bertugas menemani para legislator Kalteng tersebut selama peninjauan. Ia pun melaporkan temuan itu ke Willy dan diteruskan ke Edy Saputra Suradja yang juga menjabat sebagai Managing Director PT Binasawit.

Ia lantas memerintahkan Teguh untuk "merangkul" dan berteman dengan anggota Komisi B DPRD Kalteng. Teguh menjabat sebagai Department Head Document and License Perkebunan Sinar Mas untuk wilayah Kalimantan Tengah dan Utara.

Teguh kemudian mengadakan pertemuan dengan sejumlah anggota Komisi B DPRD Kalteng, salah satunya Borak Milton. Teguh meminta agar Komisi B DPRD Kalteng meluruskan berita yang beredar dengan mengatakan PT Binasawit tidak mencemari Danau Sembuluh, perizinan PT Binasawit tengah diproses. Tak hanya itu, Teguh meminta Komisi B DPRD Kalteng membatalkan Rapat Dengar Pendapat.

Sekretaris Komisi B Punding Ladewiq pun menjawab, untuk melakukan hal itu, ada harga yang mesti dibayar. Borak Milton meminta uang Rp20 juta untuk seluruh anggota Komisi B Kalteng yang total berjumlah 12 orang sehingga totalnya Rp240 juta.

Teguh pun menyampaikan permintaan itu kepada Willy Agung, dan mengatakan akan meminta persetujuan Edy Saputra. Sementara Edy kemudian meminta persetujuan Komisaris Utama PT Binasawit Jo Daud Dharsono, kemudian disetujui.

Edy kemudian memerintahkan Feredy selaku CEO PT SMART Kalimantan Tengah-Selatan untuk membuat internal memo untuk persetujuan pengeluaran uang sebesar Rp240 juta. Feredy melanjutkan perintah itu Chief Financial Officer (CFO) Andre Kurniawan, Andre kemudian menandatangani internal memo tersebut dan menyerahkannya ke Feredy.

Feredy kemudian menyerahkan internal memo itu ke seorang staf bernama Vivi yang kemudian diserahkan lagi Windy Kurniawan, kemudian diserahkan ke Edy Saputra untuk ditandatangani.

Pada 26 Oktober 2018, Willy Agung mendapat informasi dari Edy Saputra bahwa uang tersebut telah cair. Dalam pembicaraan itu, Edy menyebut uang suap Rp 240 juta itu sebagai Alquran.

Willy kemudian mengonfirmasi ham itu ke Windy Kurniawan dan mengatakan uang akan diambil olehseorang staf bernama Tirra Anastasia Kemur. Tirra lalu mengambil uang tersebut dan menemui Edy Rosada dan Arisavanah di Sarinah Jakarta Pusat, dan menyerahkan tas jinjing kain hitam berisi Rp 240 juta.

Namun baru sebentar menerima uang, petugas KPK langsung menciduk mereka dan secara berturut2 menciduk Borak Milton dkk, serta Edy dkk.

Atas perbuatannya itu, Edy didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Baca juga artikel terkait SUAP DPRD KALTENG atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri