tirto.id - Badan Yusuf Purnomo tak berdaya ketika dibopong ke mobil polisi. Angin ledakan membuat badannya terempas keras. Tangan kanannya lumpuh. Batang besi menembus hingga ke tulang. Bersusah payah dia merangkak keluar, melewati puing-puing dan kolong meja. Dengan pandangan yang berbayang, dia akhirnya berhasil keluar dan merobohkan diri ke rumput di depan hotel.
Yusuf adalah karyawan hotel Ritz-Carlton di mana aksi bom bunuh diri terorisme terjadi. Menurut Federal Bureau of Investigation (FBI), kejadian ini merupakan bagian dari jaringan Al-Qaeda yang masuk ke dalam kelompok Jamaah Islamiyah (JI).
Semua bermula saat pemerintah Malaysia giat melancarkan razia pelaku terorisme. Penyisiran menyasar, salah satunya, pondok pesantren Lukmanul Hakiem yang didirikan Abdullah Sungkar pada 1992. Ponpes ini kelak menjadi basis berdirinya Jamaah Islamiyah (JI), dalang berbagai pengeboman di Indonesia.
Di antara murid Abdullah yang berasal dari pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah ada nama Noordin Mohammad Top. Noordin tergolong kaum terpelajar. Dia menamatkan kuliah pada 1995 dengan gelar strata-1 dari Universitas Teknologi Malaysia. Di sela-sela kuliahnya, Noordin banyak menghabiskan waktu di ponpes Lukmanul Hakiem.
Sepeninggalan Abdullah pada 1999, Noordin menjadi mudir atau setingkat kepala sekolah di Lukmanul Hakiem. Baru tiga tahun menjabat, merespons razia yang terjadi, Noordin memutuskan hijrah ke Indonesia pada awal 2002.
Tujuh tahun kemudian, baku tembak terjadi di sebuah rumah milik pria bernama Indarto kawasan Kampung Kepuhsari, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Solo. Rumah milik pria yang kerap dipanggil Totok disewa oleh orang yang mengaku bernama Susilo.
Ketika anggota Polri, Briptu Pande, tiba-tiba mendobrak rumah sewaan itu, Totok baru sadar, dia telah meminjamkan rumah itu pada seorang kriminal, tepatnya buronan teroris.
Polri awalnya berniat menangkap pelaku hidup-hidup. Senjata pistol jenis Glock 17 masih berada dalam sarung yang menggantung di pinggangnya. Tiba-tiba saja selepas pintu terbuka, suara kokangan senjata laras panjang M16 terbisik di telinga Pande dari arah pintu kamar depan. Hanya beberapa detik, tiga tembakan meletus ke arahnya.
Baku tembak terjadi dalam beberapa jeda. Pertama mulai dari 16.30 hingga 19.20 kemudian pukul 21.06 menuju 21.20, selanjutnya 21.40 sampai 21.50. Di subuh hari berikutnya, kondisi rumah yang gelap itu sunyi senyap.
Kondisi dalam rumah begitu berantakan. Ada ratusan lubang bekas terjangan peluru dan tembok yang hangus di ruang tengah, tapi polisi tidak menemukan mayat siapapun. Namun sesampai di kamar mandi, ada empat jenazah yang sudah meregang nyawa. Di antara mereka, polisi menemukan Noordin, buronan yang paling Polri incar saat itu.
Selama tujuh tahun berada di Indonesia, Noordin bukan orang yang bisa dianggap remeh. Dua bulan sebelum tertangkap, ia menjadi dalang ledakan bom di hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton yang menewaskan 9 nyawa dan 53 orang luka-luka. Peristiwa itu terjadi pada 17 Juli 2009, tepat hari ini 11 tahun lalu.
Tangan Dingin Perangkai Bunga
Dalam sebuah tayangan kamera pengawas, pemuda bernama Dani Dwi Permana menaiki taksi berwarna biru tiba di hotel JW Marriot pada 15 Juli 2009 sekitar pukul 15.01. Saat tiba di lobi hotel, Dani dan dua tas bawaannya melewati pemindai logam. Secara tak terduga, tas yang dibawa Dani lolos begitu saja.
Dia lantas melakukan konfirmasi untuk menginap selama 3 hari. Total biayanya diperkirakan mencapai Rp14 juta. Di kamar nomor 1808 itulah Dani dan Nana Ikhwan Maulana mempersiapkan diri. Persiapan ini bukan dilakukan setengah hati. Pelaku sudah melakukan survei sejak tiga minggu sebelum peledakan
Pada hari yang direncanakan, Nana keluar lebih dulu mengenakan setelan jas sembari membawa tas ransel dan tas jinjing berisi bom. Dia bergegas menuju terowongan bawah tanah yang menghubungkannya ke hotel Ritz-Carlton.
Sekitar 10 menit kemudian, Dani keluar dari kamar memakai jas, topi, tas punggung yang disematkan di bagian dada dan menyeret travel bag menuju lobi hotel. Kendati dandanannya agak tak biasa, Dani memberanikan diri menuju ruang santai di hotel yang sedang dipakai untuk pertemuan pengusaha minyak dan gas.
Petugas sempat bertanya apa keperluan Dani masuk ke ruang santai. Namun Dani tak kalah cerdik. Dengan percaya diri, dia menjawab: ingin mengantar dokumen kepada bosnya yang sedang rapat. Petugas tak ambil pusing dengan jawaban Dani dan repot-repot memeriksa barang bawaannya. Satu penyesalan yang tak bisa ditarik lagi.
Tepat pukul 07.47 bom meledak dan menghancurkan JW Lounge, lobi hotel, dan Restoran Sailendra.
Nana juga tidak menemui hambatan menuju lobi hotel. Dia bahkan menyempatkan diri mampir di Restoran Airlangga dan memesan satu cangkir kopi atau teh hangat. Satu-satunya gelagat aneh Nana adalah ketika menjawab pertanyaan pelayan soal di mana Nana menginap. Jawaban Nana saat itu “kamar 2701”. Padahal hotel Ritz hanya punya 26 lantai.
Pelayan tidak ambil pusing soal jawaban itu. Setelah beberapa menit ledakan di JW Marriott, Nana kemudian ikut meledakan bomnya. Restoran itu luluh lantak, kaca restoran pecah, beberapa bagian atap juga ikut jebol.
Yusuf Purnomo saat itu mendengar ada ledakan dari arah JW Marriott, tapi dia tidak begitu peduli dan melanjutkan pekerjaan. Namun seketika tiga sampai empat ledakan terjadi di Ritz menyusul ledakan JW Marriott. Untung saja dia berhasil bertahan hidup setelah pingsan selama dua hari.
Dalam olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi menemukan satu bom lagi di kamar 1808, untungnya bom itu berhasil dijinakkan.
Pemesanan kamar Dani dan Nana dilakukan melalui sambungan telepon oleh seorang bernama Ibrohim alias Boim. Setelah diselidiki aparat, Boim adalah perangkai bunga yang ditempatkan oleh Cynthia Florist di hotel Ritz-Carlton pada 2005. Ketika tas yang dibawa Dani lolos dari pemindaian, bom memang tak ada di sana. Boim lah yang kemudian mengantarkan bom itu ke dalam kamar.
Pekerjaan merangkai bunga sudah digeluti Boim sejak 1994. Enam tahun kemudian, polisi mengklaim Boim bergabung dalam gerakan JI. Namun, siapa sangka Boim punya keahlian lain daripada merangkai bunga dan menjadi perangkai teror?
“Peran Ibrohim sebagai perencana, ikut rapat dengan Noodin M Top, Nana dan Amir Abdilah untuk merencanakan pemboman sekaligus merencanakan pemboman selanjutnya," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Nanan Soekarna seperti dilansir Okezone.
Peristiwa ini seakan menjadi olok-olok bagi pemerintah Indonesia. Bukan hanya 1 kali, JW Marriott juga pernah dibom oleh pelaku yang sama pada 2003. Teroris di Indonesia membuktikan bahwa mereka berulang kali bisa melakukan aksi serupa.
Kecolongan
Polisi awalnya sempat salah mengidentifikasi pria bernama Dani dengan Nur Said. Selepas tes DNA, baru diketahui bahwa identifikasi itu keliru. Informasi yang dihimpun dari sumber anonim Detik menyatakan polisi berhasil memastikan Dani adalah pelaku dari hasil pemantauan intelijen.
Pengeboman ini hanya berjarak beberapa hari setelah pencoblosan Pilpres 2009. Namun polisi sebenarnya sudah mengamati sejumlah sel terorisme berbulan-bulan lamanya. Salah satunya adalah mereka yang berada di Perumahan Telaga Kahuripan, Kemang, Bogor. Polisi memantau perumahan itu selama 9 bulan.
Ada beberapa orang yang dilaporkan menghilang dari perumahan tersebut. Tapi dengan metode pencocokan tinggi badan pelaku 170 cm dan berumur 18 tahun, serta tes DNA yang dilakukan, Dani berhasil diidentifikasi. Dalam rumah Dani, ditemukan pula bukti kontak pemuda itu dengan Saifudin Jaelani (SJ). SJ disebut-sebut sebagai tokoh perekrut Dani, Nana, dan Boim untuk menjadi relawan atau "pengantin" bom bunuh diri. Boim adalah adik ipar dari SJ.
Badan Intelijen Negara (BIN) mengaku tidak berhasil mendeteksi lebih awal terkait rencana ledakan bom JW Marriott dan Ritz-Carlton. Namun dia menuturkan pengamanan di kedua hotel itu harusnya sudah cukup ketat.
Di sisi lain, Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD) justru menampik adanya kecolongan. Katanya, “Tidak ada yang kecolongan. Kan saya sampaikan ini adu cepat antara kita dengan kelompok. Kita berusaha melakukan upaya pencegahan dengan strategi kepolisian dan masyarakat.” Meski faktanya, intelijen yang bertugas mengawasi perumahan Telaga Kahuripan berhasil "digocek" oleh Dani dan SJ.
Boleh-boleh saja Polri mengaku tidak kecolongan, tapi celaka ini mungkin tidak akan terjadi bila Dani dan SJ berhasil ditangkap lebih awal. Atau jika mengurut hingga ke dalangnya, teror ini bisa dicegah apabila polisi berhasil menangkap Noordin M. Top lebih cepat. Sebelumnya, Noordin juga berperan dalam bom Bali I tahun 2002, JW Marriott tahun 2003, bom di Kedutaan Besar Australia, dan Bom Bali II tahun 2005.
Editor: Ivan Aulia Ahsan