Menuju konten utama

Bolehkah Puasa di Bulan Ruwah? Ini Hukum & Penjelasannya

Kebolehan puasa Ruwah masih menjadi pertanyaan beberapa umat Islam mengingat adanya hadis yang melarang. Berikut ini hukum hingga penjelasan puasa Ruwah.

Bolehkah Puasa di Bulan Ruwah? Ini Hukum & Penjelasannya
Ilustrasi Buka Puasa Bersama. foto/istockphoto

tirto.id - Kebolehan mengenai puasa Ruwah masih menjadi pertanyaan beberapa umat Islam. Hal ini mengingat adanya hadis yang melarang berpuasa di bulan Syakban.

Lantas, bolehkah puasa di bulan Ruwah? Apakah boleh puasa di bulan Ruwah? Apakah bulan Ruwah tidak boleh berpuasa?

Ruwah menempati urutan bulan ke-8 dalam kalender Jawa. Ruwah terjadi setelah bulan Rejeb (Rajab) dan sebelum memasuki bulan Pasa (Poso). Dalam kalender Hijriah, padanan Ruwah adalah Syaban.

Bulan Ruwah biasanya diperingati lewat sejumlah acara. Tradisi ini dilakukan sejumlah kalangan masyarakat dalam rangka menyambut bulan puasa.

Mengapa Bulan Syaban Disebut Bulan Ruwah?

Masyarakat Jawa menyebut bulan Syaban dengan bulan Ruwah. Kata "ruwah" berasal dari bahasa Arab yaitu ruh (jamak arwah) yang berarti jiwa atau roh.

Oleh sebab itu, banyak kalangan terutama masyarakat Jawa yang mengisi kegiatan di bulan Ruwah lewat ziarah kubur hingga berdoa untuk keluarga yang sudah meninggal.

Kegiatan ziarah tersebut dikenal dengan istilah nyadran. Aktivitas ini bertujuan untuk mengingatkan manusia terhadap kematian dan memantapkan keimanan terhadap Tuhan. Orang yang masih hidup diingatkan agar selalu menghormati dan mendoakan para leluhur.

Tak hanya nyadran, kegiatan lain yang sering meramaikan bulan Ruwah adalah apeman, yakni makanan yang berasal dari ketan, kolak dan apem. Nantinya, sajian tersebut dibagikan ke lingkungan sekitar demi mempererat silaturahmi.

Dalam sumber lain, diceritakan, ruwah merupakan sebuah tradisi Haul Nabi Hud As. yang diselenggarakan setiap bulan Syakban di Yaman. Istilah ruwah tersebut kemudian diadopsi ulama tanah Jawa sebagai nama tradisi untuk mendoakan para leluhur.

    Hukum Puasa di Bulan Rumah, Boleh atau Tidak?

    Berdasarkan sebuah hadis riwayat Ahmad dan Nasa’i, bulan ruwah atau syaban termasuk istimewa bagi Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu, ruwah menjadi kesempatan yang mulia untuk semakin memperbanyak amalan ibadah, seperti zikir, membaca Al-Qur’an, sedekah, hingga berpuasa sunah.

    Dari Usamah bin Zaid ra, ia berkata, "Aku bertanya Rasulullah tentang bulan Syaban kerana aku tidak pernah lihat baginda banyak berpuasa sunah sebagaimana beliau berpuasa dalam bulan Syaban,".

    Baginda menjawab, "Bulan yang banyak manusia yang lalai dan padanya ialah bulan di antara Rajab dan Ramadan. Pada bulan Syaban akan diangkatkan segala catatan amalan hamba kepada Allah SWT. Dengan itu aku amatlah suka supaya diangkatkan segala amalanku ketika aku sedang berpuasa," (HR. Ahmad dan Nasa’i).

    Berdasarkan "Keutamaan Bulan Sya’ban yang Perlu Diketahui" yang ditulis oleh Ila Fadilasari (NU Online), Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah pengakuan Aisyah.

    Dikatakan bahwa Rasulullah Saw. tidak pernah berpuasa (sunnah) lebih banyak daripada ketika bulan Sya’ban. Riwayat ini menjadi dasar kemuliaan bulan Syaban yang berada di antara bulan Rajab dan Ramadhan.

    Keistimewaan lain bulan Syaban adalah adanya Nisfu Sya’ban, yakni hari atau malam pertengahan bulan Syaban atau malam menuju 15 Syaban. Malaikat Raqib dan Atid akan menyerahkan catatan amalan manusia kepada Allah SWT. Buku catatan amal yang digunakan setiap tahun juga bakal diganti dengan yang baru.

    Ada keyakinan bahwa setelah pertengahan Syaban, terdapat larangan berpuasa. Apakah setelah tanggal 15 Syaban tidak boleh berpuasa? Terkait hal ini, terdapat pendapat bahwa sebaiknya seseorang memang tidak berpuasa sunnah setelah 15 Syaban untuk memberi jeda dengan puasa Ramadhan.

    Dalilnya adalah riwayat dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Jika telah masuk pada pertengahan bulan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa." (HR. Tirmidzi).

    Meskipun demikian, anjuran tersebut tidak berlaku untuk orang-orang yang sudah terbiasa berpuasa senin kamis, puasa daud, atau tengah menjalani puasa nazar.

    Berdasarkan sejumlah keterangan di atas, maka bulan Ruwah Jawa atau Syaban boleh alias sah-sah saja untuk digunakan berpuasa. Apalagi bagi seorang Muslim yang masih memiliki tanggungan puasa qadha Ramadhan.

      Baca juga artikel terkait PUASA SYABAN atau tulisan lainnya dari Beni Jo

      tirto.id - Pendidikan
      Kontributor: Beni Jo
      Penulis: Beni Jo
      Editor: Iswara N Raditya
      Penyelaras: Syamsul Dwi Maarif