tirto.id - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyatakan kedatangan angin putting beliung yang kerap memicu kerusakan selama ini memang sulit diprediksi.
"Mengapa tidak bisa diprediksi? Karena radius [pergerakan] puting beliung itu hanya kecil, kurang dari 5 km. Sehingga dari satelit tidak kelihatan," kata Sutopo di Kantor Graha BNPB, Jakarta Timur, Senin (31/12/2018).
Sutopo menambahkan, angin puting beliung itu tidak seperti badai tornado yang bisa dipantau karena radius pergerakannya mencapai radius ratusan kilometer. Selain itu, kata Sutopo, durasi kemunculan angin puting beliung seringkali singkat, hanya lima sampai sepuluh menit.
"Sementara kalau tornado, bisa sampai satu minggu. Mulai dari bibit, lintasannya sampai punahnya [bisa diprediksi]," kata Sutopo.
Meskipun demikian, menurut Sutopo, tanda-tanda kemunculan angin puting beliung masih dapat dikenali. Dia menjelaskan, kemunculan angin puting beliung umumnya didahului oleh cuaca cerah disertai suhu panas yang mendadak berubah menjadi berawan.
Lalu, dia melanjutkan, kemudian muncul angin yang terasa menyejukan dengan intensitas dari biasa hingga semakin kencang. Jika situasi demikian diikuti dengan kemunculan pusaran di awan, Sutopo mengatakan angin puting beliung akan segera muncul.
"Saat terjadi angin kencang tadi seharusnya kita berada di bangunan yang kokoh, jangan justru di luar. Itu yang harus kita antisipasi," ujarnya.
Bencana akibat angin puting beliung yang terbaru muncul di Desa Panguragan Kulon, Cirebon, Jawa Barat. Kejadian pada Minggu (30/12/2018) itu mengakibatkan seorang balita berusia tiga tahun meninggal dunia dan belasan orang mengalami luka-luka. Angin putting beliung di daerah itu juga merusak 165 rumah, satu unit sekolah, dan dua musala.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom