Menuju konten utama

BKN: 10 Ribu Pegawai Fiktif Terima Insentif

Badan Kepegawaian Negara (BKN) tercatat 10 ribu Aparatur Sipil Negara (AN) sebagai fiktif yang masih menerima insentif sehingga membebani anggaran negara.

BKN: 10 Ribu Pegawai Fiktif Terima Insentif
Presiden Joko Widodo (kiri) berdiskusi dengan Seskab Pramono Anung (kanan) saat memimpin Rapat Terbatas membahas Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (24/10). Presiden meminta seluruh pejabat negara untuk melakukan reformasi total pada manajemen aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS), dengan merombak dari hulu sampai hilir oleh KemenPAN RB, dari sisi kuantitas, jumlah PNS yang proporsional, dengan memperhatikan jumlah penduduk, kemampuan keuangan negara, serta perkembangan kemajuan teknologi informasi ke arah yang sistem pemerintahan yang berbasis elektronik. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma.

tirto.id - Pemerintah tengah berupaya memperbaiki data kepegawaian di Indonesia. Hingga kini, menurut Badan Kepegawaian Negara (BKN) tercatat 10 ribu Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai fiktif yang masih menerima insentif sehingga membebani anggaran negara.

Pegawai fiktif yang dimaksud adalah pegawai non aktif, pensiun, meninggal dunia, mutasi, dan lainnya tapi masih terdaftar sebagai pegawai aktif. Dalam praktiknya, pegawai fiktif masih mendapatkan gaji, insentif atau tunjangan meski sejatinya sudah tidak dalam suatu jabatan fungsional.

Berbicara di sela acara penandatanganan nota kesepahaman "Menkes dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pengembangan dan Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara dalam Bidang Kesehatan" di kantor Menkes di Jakarta, Senin (7/11/2016), Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan, saat ini BKN terus melakukan pembenahan ke berbagai kementerian dan lembaga negara termasuk lewat upaya menjalin nota kesepahaman dengan Kemenkes.

"Dengan atau tanpa MoU, kami harus melayani Kementerian dengan pembenahan. Tapi dengan MoU ini kami harus lebih fokus. Perlu lebih diperketat lagi untuk menghindari pejabat fungsional tidak melaksanakan tugas. Sanksi menunggu seperti ada pemberhentian sementara. Ada temuan pegawai fiktif mendapat tunjangan yang mana seharusnya dinonaktifkan. Ada temuan 10 ribu orang di semua struktur. Kalau disuruh kembalikan tunjangan akan geger tapi kalau tidak dikembalikan membebani kas negara. Maka perlu rekonsiliasi data dan pembaruan data kepegawaian," katanya seperti dikutip Antara.

Sementara itu Kementerian Kesehatan Nila F Moeloek berkomitmen akan menelusuri pegawai fiktif yang masih menerima insentif dan tunjangan sehingga memberatkan keuangan negara tersebut.

"Termasuk kami bereskan. Kami berusaha menghindari yang fiktif itu," kata Menkes Nila F Moeloek seperti dikutip Antara.

Nila mengakui di Kemenkes terdapat 28 jabatan fungsional yang perlu ditelusuri terkait pegawai fiktif. Selain itu, Kemenkes lewat kerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara akan menelusuri rapor perolehan kredit kinerja pegawai.

Dengan begitu, kata Menkes, akan diketahui lagi individu yang sudah seharusnya mendapatkan promosi jabatan atau sebaliknya mendegradasi pegawai yang belum seharusnya mendapatkan promosi. Proses tersebut merupakan upaya penegakkan keadilan bagi pegawai Kemenkes sehingga kinerja mereka meningkat.

"Ini termasuk pembinaan aparatur sipil negara. Selama ini ada yang kerjanya belum optimal," katanya.

Menkes mencontohkan terdapat pegawai yang belum kunjung promosi jabatan hanya karena pembaruan data belum optimal. Terdapat pegawai yang seharusnya promosi tapi terganjal karena perihal gelar pendidikan terakhirnya belum masuk basis data kepegawaian Kemenkes.

Untuk menangani hal tersebut, Nila mengatakan Kemenkes melalui nota kesepahaman dengan BKN berupaya memperbaiki sistem basis data dan sistem informasi ASN. Dari basis data itu akan diverifikasi mengenai banyak hal terkait pegawai Kemenkes, termasuk soal kredit kinerja pegawai.

"Kemenkes-BKN ingin pendataan yang benar sehingga tahu berapa yang harus ditata. Sistem informasi harus bagus. Kita harus benahi yang sekarang ini sehingga bisa bisa tahu kurangnya apa untuk naik pangkat, pelayanannya seperti apa dan pendidikan bagaimana. Kaitannya dengan kebutuhan dan pelatihan. Misalnya pegawai kurang pendidikan untuk promosi dia jadi bisa ikut pelatihan," sebutnya.

Baca juga artikel terkait KEPEGAWAIAN atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH