Menuju konten utama

BKKBN: Rata-Rata Skor IQ Anak Indonesia hanya Capai 78,49

Capaian tersebut membuat Indonesia bertengger pada peringkat 130 dari 199 negara di dunia. Salah satu penyebabnya, karena maraknya pernikahan anak. 

BKKBN: Rata-Rata Skor IQ Anak Indonesia hanya Capai 78,49
Kader PKK mengukur lingkar kepala balita di Posyandu Bougenvile, Pemancar, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/4/2022). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.

tirto.id - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membeberkan jika rata-rata dari skor IQ anak Indonesia pada tahun 2022 hanya mencapai angka 78,49.

“Keprihatinan tentu terasa, ketika kita lihat World Population Review menyampaikan bahwa IQ bangsa kita cukup rendah dibandingkan dengan beberapa negara yang lain. Salah satu sumbernya adalah low material sumber daya manusia kita belum optimal,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Webinar IDIK: Komunikasi Merawat Negeri yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (14/12/2022), seperti dilansir Antara.

Hasto membeberkan dalam data milik World Population Review 2022, capaian rata-rata IQ anak yang mencapai 78,49 tersebut membuat Indonesia harus bertengger pada peringkat 130 dari 199 negara yang ada di dunia.

Capaian IQ tersebut, lebih rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga lainnya seperti rata-rata IQ anak di Laos 80,99, Filipina 81,64, Brunei Darussalam 87,58, Malaysia 87,58, Thailand 88,87, Vietnam 89,53 dan Myanmar 91,18.

Data lain yang menunjukkan bahwa Indonesia perlu memperkuat pembangunan kualitas manusia juga nampak dari Indeks Modal Manusia (IMM) yang menduduki peringkat keenam di kawasan Asia Tenggara berdasarkan laporan Bank Dunia (World Bank) tahun 2020.

IMM Indonesia hanya mengalami kenaikan 0,1 saja dari tahun 2018. Peringkat itu lebih rendah dari Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam dan Singapura meski unggul dari Filipina, Kamboja, Myanmar, Laos dan Timor Leste.

Hasil peringkat menunjukkan bahwa pembangunan sumber manusia di Indonesia harus dipacu lebih keras, karena daya otak dan kemampuan serta bakat anak belum diasah dengan optimal.

Menurut Hasto rendahnya kualitas disebabkan oleh faktor-faktor yang membawa dampak berulang dalam sirkulasi kehidupan. Misalnya terjadinya perkawinan anak pada anak yang menyebabkan putus sekolah, literasi rendah, kualitas pendidikan hingga terjadinya stunting.

“Literasi kita juga rendah, kualitas kita untuk high skill atau kemampuan-kemampuan yang tinggi dalam hal teknologi juga kita masih bisa dikatakan tertinggal,” ujar dia.

Kemudian masih adanya masalah kesehatan seperti anemia pada remaja, Angka Kematian Ibu (AKI) yang diiringi dengan pola kebiasaan memilih makanan instan untuk melengkapi gizi anak, juga menyebabkan milyaran sel dalam otak anak tidak terbuka maksimal.

Oleh karenanya pemerintah mulai berupaya meningkatkan kapasitas dan kualitas penduduk guna meraih Indonesia Emas di tahun 2045 dengan memanfaatkan peluang bonus demografi dimana usia penduduk produktif usia 15-64 tahun lebih banyak dari usia lainnya yang dituangkan dalam SGDs.

Pemerintah menargetkan pada tahun 2045, sumber daya manusia menjadi lebih unggul berbudaya dan menguasai bidang IPTEK. Ekonomi negara juga menjadi lebih maju dan diarahkan berkelanjutan, pembangunan merata dan inklusif di seluruh penjuru negeri dan negara yang demokratis, kuat juga bersih.

Hasto turut menekankan syarat lain untuk membangun sumber daya manusia kualitas tidak bisa terlepas dari aspek peningkatan kemampuan saja. Melainkan juga ekonomi keluarga dan akses kesehatan yang merata, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang optimal.

“Oleh karena itu perhatian serius Bapak Presiden mengarahkan pada keluarga keluarga muda, adolescence untuk menjadi bagian remaja mudah menentukan masa depan bangsa,” kata dia.

Baca juga artikel terkait STUNTING ANAK

tirto.id - Kesehatan
Sumber: Antara
Editor: Restu Diantina Putri