tirto.id - Björn Kuipers akan menghadapi tantangan besar. UEFA resmi menunjuk pria kelahiran Belanda 28 Maret 1973 itu untuk memimpin pertandingan akbar antara Barcelona vs Liverpool dalam leg pertama semifinal Liga Champions di Stadion Camp Nou, Kamis (2/5/2019) dini hari waktu Indonesia.
Saat banyak wasit dituding berlaku curang atau minimal mengeluarkan putusan kontroversial, Kuipers justru sebaliknya.
Bukti sahih dan paling baru dari hal tersebut adalah penghargaan yang dia dapat pada Jumat (26/4/2019) tempo hari. Oleh Kementerian Dalam Negeri dan Hubungan Kerajaan Belanda, Kuipers diberi tanda penghormatan atas baktinya mengharumkan nama negara.
"Dia menjadi teladan untuk para wasit di dunia dan kesuksesannya membuat anak-anak muda ikut terinspirasi," kata perwakilan kerajaan Belanda, seperti dilansir Tellerreport.
Disegani & Tak Pandang Bulu
Kuipers memang bukan wasit kaleng-kaleng. Selain Liga Champions dan Liga Belanda, dia kerap diberi tugas berat memimpin berbagai pertandingan penting di Piala Dunia 2014 dan 2018 serta Piala Eropa 2012 dan 2016.
Kuipers juga sosok yang sukses memimpin pertandingan final Liga Champions 2014, final Liga Eropa 2013 dan 2018, serta final Piala Konfederasi 2013.
Salah satu batu loncatan karier Kuipers terjadi pada Liga Champions 2011-2012. Dalam pertandingan antara Barcelona vs AC Milan itu, Kuipers menghadiahkan penalti untuk Barca setelah Sergio Busquets dijatuhkan Alessandro Nesta di kotak terlarang.
Keputusan itu banyak mendapat sorotan. Soalnya, sebelum insiden tersebut, Kuipers juga sempat memberikan satu penalti lain untuk Barca.
Menurut sejumlah pengamat sepakbola, wasit mana pun pasti akan panik ketika dihadapkan dengan kemungkinan penalti kedua. Kuipers membuktikan bahwa dia tidak pernah segan menghukum pemain yang melanggar aturan dengan sanksi berat.
Tindakan tak pandang bulu lain terjadi pada Liga Champions 2014-2015. Dalam pertandingan Chelsea vs PSG, Zlatan Ibrahimović melakukan tekel keras dan Kuipers langsung menghukumnya dengan kartu merah.
Namun dibanding segala peristiwa di atas, momen paling ikonik dalam karier perwasitan Kuipers terjadi saat dia memimpin pertandingan Brasil vs Kosta Rika di fase grup Piala Dunia 2018 lalu. Tepatnya di menit 80, striker Brasil, Neymar, jatuh setelah berbenturan dengan lawan di kotak penalti.
Beberapa detik usai insiden itu, para pemain Brasil dan suporter di stadion mulai riuh berteriak dan menuntut Kuipers segera memberikan hadiah tendangan penalti. Namun yang terjadi, Kuipers dengan tenang berkomunikasi dengan para asistennya dan mengecek rekaman ulang VAR.
Setelah berdiskusi dan meredam konfrontasi pemain, dia membaca dengan jitu kalau Neymar cuma diving dan tidak memberikan hadiah penalti.
Menurut jurnalis The Independent, Jack Menezes, ketegasan Kuipers itu layak dicontoh wasit-wasit lain di Eropa.
"Ketika Neymar coba mengonfrontasinya, Kuipers bahkan berani berkata pada pemain mahal itu: diamlah," tulisnya.
Mantan Pesepakbola
Kepada surat kabar lokal, de Volkstrant, Kuipers pernah bercerita bahwa di masa muda dia punya ambisi meniti karier sebagai pesepakbola. Semua nyaris berjalan lancar hingga pada sebuah pertandingan di akademi, ayahnya, Jan Kuipers, yang menyaksikan di tribun stadion, turun ke bangku cadangan.
Jan--yang kebetulan juga berprofesi sebagai wasit--mendatangi pelatih dan memintanya agar mengganti Kuipers dengan pemain lain. Pelatih itu menuruti.
Sesampainya di bangku cadangan, Jan menarik lengan anaknya dan membawanya pulang. Di rumah, Jan memaki-maki Kuipers. Dia kesal karena beberapa kali mendapati anaknya bersikap tidak sopan dan mudah protes kepada wasit yang bekerja. Padahal, menurut Jan, wasit tersebut sudah bertindak sangat baik.
Setelah itu, Jan menghukum Kuipers dengan memintanya mulai belajar menjadi wasit. Permintaan itu diikuti. Pada 1990, Kuipers memulai debut sebagai wasit amatir di bawah naungan KNVB (federasi sepakbola Belanda).
Sebagaimana wasit-wasit lain, Kuipers tidak langsung mendapat pengalaman menyenangkan. Di awal karier dia berkali-kali membuat kekeliruan. Pernah dalam sebuah pertandingan dia terlalu emosional dan mengeluarkan 11 kartu kuning; pernah pula terlalu lembek tanpa mengeluarkan kartu meski terjadi banyak pelanggaran.
Namun dari segala peristiwa tersebut, Kuipers mulai belajar menjadi wasit yang lebih baik hingga diberi kepercayaan memimpin laga profesional perdana, tepatnya antara Telstar vs Eindhoven di Jupiler (divisi dua Belanda).
Kemudian, tepat pada 2006, Kuipers resmi menjadi wasit internasional. Tiga tahun kemudian dia mulai diberi kepercayaan memimpin pertandingan-pertandingan elite Eropa.
"Dia dilatih secara sabar dan disiapkan untuk level tertinggi. Mengikuti latihan intensif dan belajar bagaimana cara bersikap atas sebuah kekeliruah. Itu pula cara Björn mencapai level tertinggi. Barangkali terdengar sederhana, tapi tidak banyak orang yang bisa mencapai level sepertinya," puji koordinator wasit KNVB, Dick van Egmond dalam sebuah wawancara di Goal.
Pengusaha Tajir
Sebagaimana kata van Egmond, Kuipers memang melalui tahapan demi tahapan dalam hidupnya dengan pelan dan berangsur. Namun alasan di balik karier dan proses belajar yang lama itu ternyata juga karena faktor lain.
Alasan lain di balik lamanya proses Kuipers menapaki karier sebagai wasit adalah keputusannya untuk mengambil pekerjaan sambilan sebagai pengusaha. Di sela-sela kesibukannya menambah jam terbang pada era '90an, Kuipers juga menempuh studi Administrasi Bisnis di Radboud University, Nijmegen. Studi itu dimaksudkan agar dia bisa mewarisi bisnis supermarket yang dimiliki keluarganya.
Kuliah berjalan lancar sampai dia lulus. Kuipers lantas menjalankan bisnisnya sebagai bos jual beli. Kini C1000, franchise supermarket Kuipers, menjadi salah satu yang tersukses di Belanda. Perusahaan tersebut bahkan sudah punya sekitar 500 cabang.
Berdasarkan laporan AS pada Desember 2018 lalu, diketahui kalau Kuipers bisa mendapat jutaan euro per tahunnya hanya dari bisnis ini. Jika ditotal dengan gajinya yang setiap pertandingan menyentuh 4.000 sampai 6.000 euro, pendapatan Kuipers per tahunnya bahkan disinyalir menyentuh 12,4 juta euro alias Rp197,5 miliar.
"Dia tidak cuma disegani. Di dunia, Kuipers barangkali adalah satu-satunya miliarder yang hingga detik ini masih bekerja aktif sebagai seorang wasit profesional," tandas jurnalis AS, Daniel Irizar.
Editor: Rio Apinino