Menuju konten utama

Bisakah Vonis Buni Yani Dijadikan Dasar PK Ahok?

Kuasa hukum Ahok menggunakan vonis kepada Buni Yani sebagai dasar berargumentasi.

Bisakah Vonis Buni Yani Dijadikan Dasar PK Ahok?
Terpidana kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok melambaikan tangan saat tiba di rumah tahanan LP Cipinang, Jakarta, Selasa (9/5). ANTARA FOTO/Ubaidillah/Adm

tirto.id - Sidang Peninjauan Kembali (PK) kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin hari ini (26/2/2018). Permohonan PK ini didasari dugaan kekhilafan hakim kasus Ahok, Dwiarso Budi Santiarto dan putusan perkara pidana Buni Yani pada November 2017.

Anggota tim penasihat hukum Ahok, Fifi Lety Indra menyebutkan sejumlah alasan PK yang diajukan Ahok. Fifi tidak menyatakan ada bukti baru untuk PK, tetapi ia merasa pada saat vonis hukuman, hakim Dwiarso khilaf.

Salah satu alasan yang dijadikan bahan PK adalah kejanggalan pelapor yang tidak dijadikan pertimbangan oleh hakim. Dalam berita acara pemeriksaan kepolisian, Fifi mengklaim pelapor memiliki pernyataan yang serupa, namun hakim tidak menjadikannya sebagai pertimbangan.

Adik perempuan Ahok ini juga mengatakan, masyarakat tidak merasa tersinggung dengan unggahan video dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta soal pidato Ahok di Kepulaun Seribu yang menyitir surat Al Maidah ayat 51.

Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya. Karena dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho. Itu hak bapak ibu, ya,” kata Ahok dalam video yang diunggah pemprov.

Reaksi mulai muncul ketika Buni Yani mengunggah ke akun Facebook-nya dengan menghilangkan kata 'pakai' dalam kalimat Ahok: “Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya. Karena dibohongin surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho. Itu hak bapak ibu, ya,” kata Ahok dalam video yang diunggah Buni Yani.

Belakangan, Buni juga tak lepas dari tuduhan. Ia dilaporkan telah mengumbar ujaran kebencian dan mengedit isi video yang bertentangan dengan fakta. Ia kemudian divonis penjara 1,5 tahun oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat.

Fifi mengatakan unggahan Buni Yani sudah divonis Pengadilan Negeri Bandung sebagai tindak pidana. Putusan itu dianggap Fifi tidak dipertimbangkan hakim.

“Ini pertentangan yang kami lihat,” ungkap Fifi.

Perbandingan Vonis Buni Yani vs Ahok

Buni Yani dan Ahok terikat satu sama lain. Peran Buni Yani cukup besar menjebloskan Ahok ke penjara. Kedua terpidana ini diadili secara terpisah, tapi hubungan Ahok-Buni Yani masih berlanjut.

Kuasa hukum Ahok menjadikan vonis terhadap Buni sebagai dasar pengajuan PK. Mereka menilai, majelis hakim kasus Buni Yani tidak memutuskan penahanan, sedangkan dalam kasus Ahok, majelis memutus Ahok untuk ditahan.

Putusan ini dirasa janggal pihak Ahok karena kubu Ahok dan kubu Buni Yani sama-sama mengajukan banding.

“Pak Ahok langsung ditahan walaupun sudah menyatakan banding. Sementara kalau menilik kasus yang lain [Buni Yani], tidak demikian,” ucap Fifi.

Menurut Fifi hakim dalam pertimbangannya menyebutkan Ahok bertindak kooperatif selama masa persidangan. Pertimbangan itu seharusnya membuat Ahok tidak ditahan apalagi hukuman penjaranya hanya dua tahun.

“Orang itu kan ditahan langsung karena takut mengulangi perbuatannya. Tidak mungkin lagi Pak Ahok mengulangi perbuatannya, atau menghilangkan alat bukti/barang bukti, dan melarikan diri karena Pak Ahok sangat kooperatif," kata Fifi menegaskan.

Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Jootje Sampaleng menyebut tidak ada penambahan bukti dari Ahok. Dalam memori PK setebal 156 halaman itu, Jootje menyebut pihak Ahok membuat tujuh poin dugaan kekhilafan majelis hakim pimpinan Dwiarso.

“Atas dasar itulah bahwa permohonan PK diterima," kata Jootje.

Bila MA mengabulkan PK Ahok karena faktor kekhilafan hakim, Buni Yani tak hanya akan membuat Ahok dipenjara tapi juga membuat Gubernur DKI Jakarta 2014-2017 itu bebas. Vonis Buni Yani dijadikan tim penasihat hukum Ahok sebagai poin pengajuan memori PK yang menjadi dasar tudingan kekhilafan majelis hakim.

Beda Versi Soal PK

Pedri Kasman, salah satu pelapor Ahok soal penistaan agama, menilai pengajuan PK adalah hak seorang terpidana. Ia berharap MA bisa menilai memori PK secara objektif, independen, dan tidak terpengaruh selain oleh faktor hukum.

Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah ini menilai pengajuan PK Ahok memang ganjil, apalagi jika menuding kekhilafan majelis hakim karena tidak mempertimbangkan unggahan Buni Yani.

Keganjilan ini lantaran majelis hakim sebelumnya pernah meminta meminta kepada penasihat hukum Ahok apakah akan memutarkan rekaman video yang diputar oleh Buni Yani. “Justru penasihat hukum tidak mau," kata Pedri.

Jaksa Penuntut Umum yang menangani kasus penistaan agama oleh Ahok, Andito Muwardi, juga menganggap kekhilafan hakim tak bisa dilihat dari putusan kasus Buni Yani. Andito menegaskan, kasus Buni merupakan pelanggaran Undang-undang ITE, sedangkan kasus Ahok adalah penistaan agama. Buni dijerat atas pelanggaran UU ITE Pasal 32 Ayat (1) dan Pasal 28 Ayat (2).

"Pembuktian di Buni Yani sama sekali tidak menggangu pembuktian di tempat Ahok, begitu pun sebaliknya," kata Andito.

Berdasar Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 263 ayat (2) huruf b. Dalam aturan itu disebutkan: “Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lainmaka terpidana bisa mengajukan PK.”

“Nah, Ini tidak ada,” kata Andito.

Kuasa hukum Ahok lainnya, Josefina juga memakai Pasal 263 ayat (2) KUHAP dalam pengajuan PK dengan merujuk pada huruf c. Dalam aturan itu dituliskan “Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhiIafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyatamaka terpidana bisa mengajukan PK,”

“Ada beberapa yang ada di dalamnya [putusan majelis hakim pada Ahok] yang kontraproduktif oleh majelis hakim dalam pertimbangannya,” kata Josefina.

Baca juga artikel terkait KASUS PENISTAAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mufti Sholih