Menuju konten utama

Bisakah Ibu Hamil & Menyusui Puasa Setengah Hari Menurut Dokter?

Menurut dokter ibu hamil dan menyusui bisa puasa setengah hari jika ditengah-tengah puasa mengalami pusing, sakit kepala, dan tidak fokus.

Bisakah Ibu Hamil & Menyusui Puasa Setengah Hari Menurut Dokter?
undefined

tirto.id - Ibu hamil dan menyusui perlu mewaspadai setiap kegiatan hingga makanan yang dikonsumsi. Ini karena, setiap hal yang berkaitan dengan kondisi kesehatan ibu sangat mungkin memengaruhi kesehatan bayi.

Ibu hamil dan menyusui sebisa mungkin selalu berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai apapun, termasuk puasa setengah hari. Berdasarkan hukum Islam, ibu hamil dan menyusui pada dasarnya diberikan keringanan untuk tidak puasa di bulan Ramadhan.

Namun, sebagai gantinya ibu diwajibkan membayar ganti berupa qadha atau fidyah. Terlepas dari keringanan itu, beberapa orang tentu tidak ingin melewatkan momen ibadah puasa Ramadhan yang hanya datang satu tahun sekali.

Oleh karena itu, banyak yang mencoba tetap berpuasa walau hanya setengah hari. Lalu, jika dilihat dari segi kesehatan bolehkah ibu hamil dan menyusui puasa setengah hari?

Puasa Setengah Hari Ibu Hamil & Menyusui Menurut Dokter

Pada dasarnya puasa setengah hari bagi ibu hamil dan menyusui mungkin kurang direkomendasikan dari segi agama. Hal ini karena puasa setengah hari tidak dihitung puasa penuh dan ibu hamil tetap harus membayar ganti.

Namun, menurut dokter puasa setengah hari bisa dilakukan oleh ibu hamil dan menyusui. Dokter Konselor Laktasi dan Tumbuh Kembang Bayi Ameetha Drupadi mengungkapkan bahwa puasa pada dasarnya boleh dilakukan dalam kondisi fit dan bayi sehat.

"Konsultasikan dulu ke dokter, apakah kondisi badannya fit, tidak ada masalah di kehamilan, kondisi janin sehat, berat badan anak dalam kandungan oke. Ini kita bisa memutuskan berpuasa," kata Ameetha seperti yang dikutip dari Antara.

Namun, jika ditengah-tengah saat berpuasa tiba-tiba kondisi ibu dan bayi tidak fit, maka ibu sangat disarankan membatalkan puasa alias puasa hanya setengah hari.

"Tentukan berhenti berpuasa jika dirasa sudah tidak memungkinkan," kata Ameetha.

Lebih lanjut, menurut Ameetha ada tanda-tanda yang harus dipertimbangkan ibu untuk berhenti puasa. Tanda-tanda tersebut antara lain pusing, sakit kepala, tidak fokus, dan saat menyusui anak rewel.

"Itu tandanya ASI-nya sudah mulai encer, nutrisi-nya berkurang," jelas Ameetha.

Hal Penting Sebelum Puasa Bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan ibu hamil dan menyusui sebelum puasa menurut rekomendasi dokter, sebagai berikut:

1. Hindari berpuasa di trimester pertama

Dokter Spesialis Kandungan dari Semen Padang Hospital, Madona Utami Dewi mengungkapkan ibu hamil tidak disarankan puasa saat usia kehamilan masih di trimester pertama.

Pasalnya, pada trimester pertama tubuh ibu hamil belum beradaptasi dengan baik. Oleh karena itu, tidak sedikit kasus di mana ibu hamil justru mengalami mual dan muntah sehingga memicu dehidrasi dan kurang gizi.

Selain itu, pada trimester pertama adalah masa yang sangat penting bagi pertumbuhan awal janin. Menurut Madona, hal ini karena saat trimester pertama janin mulai membentuk organ-organ penting.

Beberapa organ yang mulai dibentuk janin saat masa trimester pertama adalah otak, sistem syaraf, jantung, pembuluh darah, paru, saluran pencernaan, ginjal, panca indra dan sebagainya.

"Kondisi ini tentunya sangat memerlukan nutrisi dan vitamin yang cukup sesuai kebutuhan ibu hamil,” kata Madona.

Alih-alih melakukan puasa di trimester pertama, Madona menyarankan puasa sebaiknya dilakukan setelah janin masuk trimester kedua.

2. Pastikan kebutuhan ASI dan tenaga selalu terpenuhi

Sementara itu, bagi ibu menyusui penting untuk selalu memenuhi kebutuhan ASI dan tenaga sebelum memulai puasa.

Ini termasuk memenuhi kebutuhan air dan nutrisi selalu tercukupi saat sahur dan berbuka. Tidak hanya itu, ibu juga harus bisa menjaga tenaganya tetap prima dengan istirahat yang cukup tidur 8 jam sehari.

Masih menurut Ameetha, selain itu ibu hamil juga disarankan untuk memompa atau pumping ASI dan menyusui di malam hari.

"Maksimalkan pumping dan menyusui di malam hari," kata Ameetha. Dengan demikian, kebutuhan ASI bayi pada siang hari tetap terpenuhi meskipun ibu sedang berpuasa.

3. Konsultasikan segala sesuatu dengan dokter

Pastikan untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai puasa dalam kondisi hamil dan menyusui.

"Meski tidak ada mual, tidak ada muntah, ibu merasa siap (puasa), tapi harus cek dulu kondisi kandungannya," kata Ameetha.

Nantinya dokter akan memberikan rekomendasi prosedur berpuasa yang tepat untuk ibu sesuai dengan kondisi kesehatannya.

4. Konsumsi makanan bernutrisi dan berkalori tinggi

Ibu hamil dan menyusui yang memutuskan untuk berpuasa harus selalu memenuhi kebutuhan nutrisinya. Oleh karena itu, ibu disarankan selalu mengonsumsi makanan bernutrisi dan berkalori tinggi setiap sahur dan berbuka.

"Saat berbuka puasa, makan malam, dan sahur harus dijaga nutrisi makannya. Makannya harus yang berprotein, berkalori tinggi, padat nutrisi," saran Ameetha.

Selain itu, kebutuhan cairan juga harus selalu terpenuhi. Ibu setidaknya membutuhkan 2 - 2,5 liter air setiap hari untuk mencegah dehidrasi selama puasa.

Menurut dokter spesialis kebidanan dan kandungan konsultan fetomaternal di RSUPN Cipto Mangukusumo, Damar Prasmusinto cairan yang dikonsumsi ibu tidak melulu harus dalam bentuk air putih.

"Cairannya juga enggak harus dalam bentuk air minum ya, misalnya dari es cendol juga ya boleh-boleh saja," katanya seperti yang dikutip dari Antara.

5. Hindari puasa sebelum bayi masuk usia MPASI

Masih menurut Ameetha, ibu menyusui tidak disarankan puasa sebelum bayi memasuki usia boleh mengonsumsi makanan pendamping ASI (MPASI). Bayi umumnya baru boleh mengonsumsi makanan padat MPASI setelah berusia 6 bulan.

Di bawah usia 6 bulan, satu-satunya asupan nutrisi yang diterima bayi adalah ASI dari ibu. Ketika puasa ASI ibu rentan macet atau encer karena dehidrasi dan kurang nutrisi. Oleh karena itu, sebisa mungkin lakukan puasa setelah bayi memasuki usia MPASI.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2023 atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Yonada Nancy